Advertisement
Kasus Salib Nisan Dipotong, Sultan Jogja Tegaskan Simbol Keagamaan Dijamin Konstitusi
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA- Gubernur DIY Sri Sultan HB X angkat bicara soal kasus pemotongan salib nisan di Purbayan, Kotagede, Jogja beberapa waktu lalu.
Sultan menyatakan permintaan maaf kepada keluarga almarhum Albertus Slamet Sugihardi atas peristiwa pemotongan salib nisan di Purbayan, Kotagede, Kota Jogja.
Dalam jumpa pers yang digelar di Balai Kota Jogja, Kamis (20/12/2018), Sultan menilai masalah tersebut menjadi viral karena ada pemahaman yang kurang dari masyarakat.
Advertisement
Raja Kraton Jogja itu menegaskan, kasus Kotagede harus menjadi pembelajaran bersama bahwa agama dan simbol keagamaan dijamin oleh konstitusi. Sayangnya, tidak semua masyarakat memahami hal tersebut.
"Ini pembelajaran bagi semua, bagi saya. Bahwa agama dan simbol keagamaan dijamin dalam konstitusi. Itu kesimpulan yang saya ambil berdasarkan dialog dan pengetahuan yang saya pahami," katanya.
Dalam konteks ini, lanjut Sultan, masyarakat kurang tanggap, hanya memikirkan bentuk praktis untuk kompromi [kompromi dengan keluarga almarhum tak menggunakan simbol salib di nisan].
Sultan juga meminta stakeholder atau pembina wilayah untuk mengingatkan warga apabila ada hal-hal yang bertentangan dengan perundang-undangan.
"Kesepakatan warga itu baik, untuk menjaga harmoni di masyarakat. Itu dihargai. Tapi pembina wilayah harus ingat, kalau ada yang bertentangan dengan UU, diberitahu agar tidak keliru," katanya.
Kasus Kotagede menjadi viral karena dalam penerapan peristiwa itu menimbulkan prasangka intoleransi ataupun memojokkan seseorang yang tidak bisa punya pilihan lain.
Itu terjadi, kata Sultan, karena pemahaman warga belum tentu sama ketika melihat keadaan dan kondisi faktual yang ada. Belum tentu dipahami secara kronologis.
"Memang ada kesepakatan antara warga dengan keluarga Slamet. Namun yang viral dan menjadi isu justru gambar salib yang dipotong. Kami memahami dan mengerti aturan konstitusi, tapi belum semua bisa paham masalahnya," kata Sultan.
Adanya surat kesepakatan [warga dan keluarga] dasarnya adalah komitmen kebersamaan agar tidak menimbulkan gejolak. "Itu dilakukan karena waktu dan kondisi yang terbatas. Kesepakatan itu diambil tapi ada yang terlupa, yakni aspek kultural Nygono Yo Ngono Ning Ojo Ngono, Meskipun sebenarnya warga tidak mau seperti itu [berbuat intoleran]," kata Sultan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
- Berbagi Kebahagiaan, Tuntas Subagyo Buka Puasa Bersama Anak Yatim di Sukoharjo
- Kabar Gembira Persis Solo, Irfan Jauhari Merumput Lagi setelah Absen Semusim
- Menang Pilpres, 9 Parpol Koalisi Indonesia Maju di Klaten Bertemu Bahas Pilkada
- Bawaslu: Jokowi Tak Langgar Netralitas Meski Bagi-bagi Bansos Jelang Pilpres
Berita Pilihan
Advertisement
Sempat Ditangkap, Jambret di Jaksel Kabur Pakai Mobil Patroli Polisi
Advertisement
Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII
Advertisement
Berita Populer
- Harga Tiket KA Bandara YIA Hanya Rp20.000, Berikut Cara Memesannya
- Jadwal KA Bandara YIA Kulonprogo-Stasiun Tugu Jogja, Jumat 29 Maret 2024
- Jadwal Imsak dan Buka Puasa Wilayah Jogja dan Sekitarnya, Jumat 29 Maret 2024
- Jadwal Terbaru KRL Jogja Solo dan KRL Solo Jogja Hari Ini, Jumat 29 Maret 2024
- Perayaan Paskah 2024, Tim Jibom Polda DIY Melakukan Sterilisasi Sejumlah Gereja di Jogja
Advertisement
Advertisement