Advertisement

SEPUTAR MERAPI : Merapi Kini Lebih Genit

Mediani Dyah Natalia
Rabu, 31 Juli 2013 - 08:00 WIB
Maya Herawati
SEPUTAR MERAPI : Merapi Kini Lebih Genit

Advertisement

[caption id="attachment_433104" align="alignleft" width="370"]http://www.harianjogja.com/?attachment_id=433104" rel="attachment wp-att-433104">http://images.harianjogja.com/2013/07/MERAPI-watermark-DESI-SURYANTO4.jpg" alt="" width="370" height="263" /> Foto Gunung Merapi
JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto[/caption]

Harianjogja.com, JOGJA—Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Surono mengimbau setiap pihak untuk waspada pada gejala-gejala yang terjadi di Gunung Merapi karena karakter gunung itu sudah berubah jadi genit.

Advertisement

Menurut Surono Gunung Merapi semula diibaratkan sebagai gadis cantik mengenakan topi dan memiliki sifat malu-malu, kalem, anggun.

Topi, kata dia, merupakan kubah yang terbentuk ketika Merapi erupsi. Dengan topi tersebut, aktivitas gunung yang berada di DIY dan Jawa Tengah seolah tidak terlihat dan terasakan.

Kini, ‘gadis’ itu sudah membuka diri, lebih genit menggunakan pemerah bibir serta perona pipi. Sebab paska erupsi 2010, Merapi tidak lagi berkubah atau topi. Akibatnya saat terjadi peningkatan aktivitas, dalam jarak 5 kilometer telah tercium bau belerang dan muncul hujan abu. Atas perubahan ini, ia berharap setiap pihak lebih waspada.

“Ini new Merapi. Gempa dikit saja sudah bisa mengeluarkan abu,” jelasnya di sela-sela seminar internasional informasi geospasial tematik bencana alam Communicating Multi-Scientific Analyses on Disaster Risk Management di Hotel Inna Garuda, Selasa (30/7/2013).

Ketika terjadi perubahan, setiap pihak harus menyesuaikan diri dan ‘mengembalikan’ lahan yang ada kepada Merapi dalam kurun waktu tertentu.
Jangan sampai, tegasnya, warga berebut lahan dengan Gunung Merapi.
Secara keseluruhan, dia menilai karakter Merapi kali ini menunjukkan sisi positif. Tanpa ‘topi’ yang ‘menutup’, tekanan tinggi dari perut bumi akan lebih terlihat dan terasakan.

“Ini bagus. Karena kecil kemungkinan terjadi tekanan tinggi dan letusan besar. Kita doakan seperti itu, sembari menyiapkan diri menghadapi siklus 4 tahunan,” terangnya.

Mengenai perdebatan perubahan status Merapi, pria yang akrab disapa nama Mbah Rono ini memilih mengembalikan pertanyaan tersebut kepada setiap pihak.
“Kalau misal saya jalan-jalan dengan baju, saya dikatakan normal atau biasa saja. Saat saya jalan-jalan tanpa mengenakan baju, apa saya bisa dibilang normal?” tanyanya.

Bagi dia, status normal ditujukan saat tidak terjadi sesuatu yang tidak lazim.
Sementara peringatan dari pihak setempat mengenai larangan memasuki kawasan Merapi dapat diartikan terjadi ketidaknormalan pada Merapi dan perlu diwaspadai.

Perubahan status Merapi disebutnya tidak hanya merujuk pada perkiraan gunung api tersebut akan meletus. Namun juga dapat memberikan suatu peringatan awal dan menekan risiko bencana.

Ahli kegunungapian dari UGM Kirbani Sri Brotopuspito membenarkan jika hujan abu pekan lalu merupakan bagian dari letusan Gunung Merapi. Hanya, ia menilai skala letusan yang terjadi terbilang kecil tetapi merusak kubah lava dan menghasilkan hujan abu.

"Letusan kecil semacam ini biasa disebut dengan letusan vulkanian dan masih tergolong kecil. Karena itu bisa saya katakan tidak berbahaya," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

1 Polisi Korban Letusan Gunung Marapi Masih Belum Ditemukan

News
| Selasa, 05 Desember 2023, 21:57 WIB

Advertisement

alt

Jelang Natal Saatnya Wisata Ziarah ke Goa Maria Tritis di Gunungkidul, Ini Rute dan Sejarahnya

Wisata
| Jum'at, 01 Desember 2023, 19:12 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement