Advertisement

Pengelolaan Tidak Maksimal Bikin 60% Air Terbuang Sia-sia

Rabu, 11 Juni 2014 - 12:11 WIB
Mediani Dyah Natalia
Pengelolaan Tidak Maksimal Bikin 60% Air Terbuang Sia-sia PENGAIRAN DENGAN SUMUR BORSeorang petani mengoperasikan mesin diesel penyedot air di kawasan Garung Kidul, Kaliwungu, Kudus, Jateng, Senin (2 - 9). Petani mengaku, harus mengeluarkan biaya ekstra untuk menyedot air dari sumur bor menggunakan mesin diesel guna mengairi sawah tadah hujan yang mulai kekurangan pasokan air saat musim kemarau.

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL–Hanya karena pengelolaan air tidak maksimal, Bantul terancam kekurangan air untuk lahan pertanian. Sekitar 60% air terbuang sia-sia.

Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dipertahut) Bantul Partogi Dame Pakpahan menilai pengelolaan air di Bantul belum ada singkronisasi antar satuan kerja perangkat daerah (SKPD) seperti Dinas Sumber Dya Air (SDA) dan Dispertahut. Hal ini harus segera terjawab agar persoalan kebutuhan air musim kemarau segera dapat diatasi dengan segera.

Advertisement

Meningkatnya kebutuhan air di Bantul untuk sektor pertanian seperti musim kemarau akan terus terjadi setiap tahun sejalan belum adanya langkah strategis pemerintah dalam menangani sistem pengelolaan air. Apalagi penanganan Bendungan Kamijoro di Pajangan yang rusak dan mengancam 2.400 hektare lahan di tiga kecamatan, yaitu Srandakan, Pundong dan Bambanglipuro belum ada.

Tingginya kebutuhan air untuk pertanian tidak semata-mata dipengaruhi faktor iklim, melainkan juga tata kelola air yang tidak maksimal dan pola tanam petani yang belum banyak berubah dalam mendukung ketersediaan cadangan air itu sendiri.

“Mengubah pola tanam petani Bantul tidak segampang kami kira. Tapi harus mulai dipahamkan kepada masyarakat petani persoalan kebutuhan air ini semakin tahun akan menjadi masalah,” ujarnya kepada Harianjogja.com, Selasa (10/6/2014).

Pola tanam petani di Bantul selama ini hanya memilih tanaman jenis padi secara terus-menerus. Akibatnya, kurang bagus untuk menjaga kualitas dan struktur tanah. Selain itu tanaman padi juga membutuhkan air yang cukup besar. Idealnya, pola tanam harus mulai diubah dengan tanaman palawija dan hortikultura agar kebutuhan air tidak terlalu tinggi.

Dari kajian yang telah dilakukan Disperhut Bantul, Partogi menyebut turunnya debit air Bendungan Kamijoro diakibatkan adanya penambang pasir yang terus-menerus dan endapan sedimen sehingga menghambat kelancaran distribusi air. Menurut Partogi, berulang kali permasalahan tersebut sudah disampaikan ke Pemerintah DIY. Tetapi, sampai sekarang belum ada tindak lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Ditjen Hubdat Gelar Mudik Gratis saat Libur Natal dan Tahun Baru, Begini Cara Daftarnya

News
| Selasa, 05 Desember 2023, 00:07 WIB

Advertisement

alt

Jelang Natal Saatnya Wisata Ziarah ke Goa Maria Tritis di Gunungkidul, Ini Rute dan Sejarahnya

Wisata
| Jum'at, 01 Desember 2023, 19:12 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement