Advertisement
TIONGHOA JOGJA : Berkah di Festival Ziarah Kubur

Advertisement
Tionghoa Jogja, Cheng Beng sebentar lagi digelar
Harianjogja.com, BANTUL—Setiap juru bersih makam keturuan Tionghoa mendapatkan berkah cukup besar pada dua kali dalam setahun, yakni setiap Imlek dan Festival Ziarah Kubur.
Advertisement
Festival ini dikenal dengan nama Festival Qingming atau Cheng Beng dalam Bahasa Hokkian. Hal ini merupakan ritual tahunan etnis Tionghoa untuk bersembahyang dan ziarah kubur. Festival tradisional Tiongkok ini dilaksanakan pada hari ke-104 setelah titik balik Matahari di musim dingin atau hari ke-15 pada hari persamaan panjang siang dan malam di musim semi. Pada umumnya dirayakan pada 5 April atau 4 April di tahun kabisat.
Saat-saat itu merupakan saat yang juga membawa berkah bagi tukang bersih-bersih makam Tionghoa yang ada di Bantul yakni komplek pemakaman Gunung Sempu. Salah satu tukang bersih-bersih makam di kawasan makam Gunung Sempu II Samidi mengatakan, ia sudah puluhan tahun membersihkan makam.
“Tugas saya siram-siram, membersihkan bangunan,” ungkap dia kepada Harianjogja.com ketika ditemui di kompleks pemakaman Gunung Sempu II, Bantul, Sabtu (2/4/2016).
Ia mengungkapkan, masa ziarah Cheng Beng biasanya selama dua minggu. Setiap hari selalu ada rombongan keluarga yang berziarah. Satu rombongan bisa terdiri dari tiga mobil di mana setiap mobil biasanya berisi enam orang. Ia sendiri mengurus sekitar 50 makam dari keluarga yang berbeda-beda.
“Saya cuma merawat. Masalah mereka mau memberi uang atau tidak itu terserah mereka. Saya tidak pernah minta angka [nominal] tertentu,” ungkap dia.
Selain itu, ia melakukan perawatan rutin setiap bulan. Ia biasanya dipasrahi keluarga yang disemayamkan di Gunung Sempu untuk merawat makam-makam itu. Mereka biasanya memberikan uang bulanan kepada Samidi. Jumlahnya bervariasi.
“Biasanya saya ambil [uang itu] atau diantarkan oleh mereka di sini,” papar dia.
Beberapa sumber menyebutkan, untuk orang Tionghoa, perayaan ini dilakukan untuk mengingat dan menghormati nenek moyang. Setiap orang berdoa di depan nenek moyang, menyapu pusara, dan bersembahyang dilengkapi makanan, teh, arak, dupa, kertas sembahyang, dan berbagai aksesoris sebagai persembahan kepada nenek moyang. Upacara ini adalah sangat penting bagi kebanyakan orang Tionghoa, terutama petani.
Pada festival ini biasanya, orang melakukan tamasya keluarga dan mulai membajak sawah pada musim semi. Hal populer lain yang dilakukan adalah memainkan layang-layang dalam berbagai bentuk binatang atau karakter dari Opera Cina. Sesuai catatan, masyarakat Tionghoa di Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura dan juga beberapa daerah di Indonesia juga melanjutkan kebiasaan ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Ekspor Batu Bara Indonesia Terendah Selama 3 tahun Terakhir, Ini Penyebabnya
Advertisement

Amerika Serikat Keluarkan Peringatan Perjalanan untuk Warganya ke Indonesia, Hati-Hati Terorisme dan Bencana Alam
Advertisement
Berita Populer
- Tarif dan Jalur Trans Jogja ke Lokasi Wisata di Jogja dan Sekitarnya, Cek di Sini
- Pasar Terban Jogja Disulap Jadi Rumah Pemotongan Hewan yang Modern dan Higienis
- BNPB Catat Dampak Cuaca Ekstrem Picu Bencana di DIY dan Bogor
- Syarat dan Lokasi Perpanjangan SIM di Jogja Selama Mei 2025
- Selain Sebut Bukan Mafia Tanah, Menteri ATR/BPN RI Klaim Tak Ada Aparatnya yang Terlibat dalam Kasus Mbah Tupon
Advertisement