Advertisement
Pemberantasan Korupsi Terkesan Seperti Drama
Advertisement
Penindakan korupsi di 2017 tidak jauh mengalami kemajuan dibandingkan tahun sebelumnya
Harianjogja.com, JOGJA-Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) merilis sejumlah catatan penting yang harus ditindaklanjuti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2018. Penindakan kasus korupsi di 2017 lebih banyak terkesan seperti drama dan tidak menyentuh sektor rawan yang sebenarnya menjadi prioritas lembaga anti rasuah itu.
Advertisement
Peneliti Pukat FH UGM Zaenur Rohman menilai penindakan korupsi di 2017 tidak jauh mengalami kemajuan dibandingkan tahun sebelumnya. Aspek penindakan lebih bersifat business as usual, seperti banyak disertai drama. KPK misalnya lebih banyak menyasar pejabat daerah melalui operasi tangkap tangan (OTT). Kemudian Kejaksaan yang banyak bertumpu pada Kejari dan Kejati, sedangkan kepolisian sibuk dengan saber pungli. Bahkan sejumlah sektor rawan korupsi yang sudah lama dipetakan aparat penegak hukum belum tersentuh dan tidak menjadi prioritas KPK.
“Sektor rawan yang belum disentuh ini seperti kehutanan dan tambang yang tidak menjadi prioritas,” terangnya dalam konferensi pers di Kantor Pukat FH UGM, Kamis (11/1/2018).
Terkait kasus korupsi e-KTP, lanjutnya, KPK perlu menindaklanjuti hilangnya empat nama penerima aliran dana korupsi tersebut. Persepsi liar pun bermunculan mengkaitkan hilangnya nama tersebut dengan kontestasi politik 2018-2019. Menurutnya, KPK perlu mempertimbangkan kemungkinan menjerat korporasi yang terlibat dalam korupsi e-KTP termasuk parpol. Menurut Rohman, kasus BLBI akan menghadapi banyak rintangan di 2018.
“Serangan balik ke KPK sangat mungkin terjadi, secara realistis 2018 akan digunakan KPK untuk menyelesaikan kasus tersebut pada satu orang. Selanjutnya, KPK harus memiliki nyali untuk melanjutkan hingga pelaku lain,” tegasnya.
Peneliti Pukat lainnya Yuris Reza Kurniawan mengatakan, pelaksanaan Pilkada serentak juga perlu mendapat perhatian, mengingat dana hibah bansos sangat memungkinkan digunakan untuk kampanye. Beberapa modus yang sangat mungkin digunakan adalah menyalurkan bansos oleh petahana pada kelompok tertentu, penerimaan fiktif, dan memberikan bansos kepada lembaga tertentu.
“Termasuk ASN, kedekatan calon petahana dengan ASN harus menjadi perhatian, karena dala pilkada 2017 setidaknya ada 45 kasus pelanggaran netralitas PNS,” ujar dia.
Reza menyinggung soal dana desa yang seharusnya Inspektorat Daerah aktif melakukan pengawasan. Namun, faktanya, Inspektorat sangat inferior karena di bawah kendali kepala daerah. Ia memperkirakan, pungutan oleh berbagai pihak dan korupsi pengadaan barang dan jasa masih akan terjadi dalam pengelolaan dana desa 2018. Sasaran dana desa 2018 yang mengarah ke pemberdayaan ekonomi masyarakat, diharapkan masyarakat aktif dalam pengelolaan dan pengawasan.
“Satu sisi pelibatan kepolisian dalam hal ini Bhabinkamtibmas dalam mengawasi dana desa menambah lapis pengawasan, tetapi di sisi lain polisi tidak ditujukan untuk pengawasan keuangan negara,” ucapnya.
Selain sejumlah persoalan itu, Pukat UGM juga mendesak segera tertuntaskannya kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Serta, mendorong parpol untuk menciptakan rekrutmen yang akuntabel dan transparan dengan mengedepankan prestasi, kinerja dan kapasitas anggota, seiring banyaknya anggota legislative yang terjerat korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Hasil Investigasi Kebocoran Soal ASPD, Guru SMPN 10 Jogja Tidak Terbukti Membocorkan Soal
- Jogja Food & Beverage Expo, Ajang Pebisnis Makanan Minuman Suguhkan Tren dan Inovasi
- Dua TPR Menuju Pantai Bakal Dipindah, Pemkab Gunungkidul Sediakan Rp2 Miliar untuk Pembebasan Lahan
- Disdikpora DIY Paparkan Cara Guru di Jogja Bocorkan Soal ASPD
- Polisi Periksa 12 Orang Terkait Dugaan Kasus Mafia Tanah yang Menimpa Mbah Tupon
Advertisement