Advertisement
Mitigasi Bencana, Masyarakat Harus Paham Kondisi Wilayah
Acara Bincang Bencana Belajar dari Gempa dan Tsunami Palu, Apa yang Harus Kita Lakukan, yang diselenggarakan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) di Aula Gedung Muhammadiyah, Sabtu (13/10/2018). - Harian Jogja/Herlambang Jati Kusumo
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Sosialisasi tentang mitigasi bencana penting dilakukan di Indonesia, mengingat potensi bencana alam yang tinggi. Mitigasi bencana yang tepat dan merata ke seluruh lapisan masyarakat diharapkan bisa menurunkan jumlah korban saat bencana alam terjadi.
Dewan penasehat Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Rovicky Dwi Putrohari menjelaskan salah satu fenomena yang menyebabkan korban jiwa mencapai ribuan di di Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), adalah likuifaksi yang harus dipahami pemerintah maupun masyarakat.
Advertisement
Ia menjelaskan likuif merupakan proses terpicunya tanah yang jenuh air karena getaran. Daerah tertentu memiliki sifat jenuh air dan dekat potensi sumber gempa.
“Salah satu yang perlu dilakukan adalah sosialisasi tentang fenomena likuifaksi. Masyarakat juga harus segera sadar dan mengerti bahwa lingkungannya rawan bencana. Jika dekat patahan yang potenis gempa, kewaspadaan harus lebih daripada daerah lain,” ujar dia, Sabtu (13/10/2018).
BACA JUGA
Ia juga menyarankan kepada pemerintah atau swasta untuk survei ke masyarakat, apakah sudah sadar dan mengerti daerahnya rawan bencana atau tidak, dan bagaimana tingkat kewaspadaannya.
Terkait sistem penanganan bencana, Indonesia masih kalah jauh dibanding negara maju. Meski begitu, menurut dia, sistem penanganan bencana sudah meningkat besar.
Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) itu juga menghadirkan Komite Persiapan Siaga Tsunami Kebumen, Muhammad Ma’rufin Sudibyo.
Ma’rufin menyampaikan pada dasarnya untuk menghindari bahaya tsunami masyarakat bisa merasakan durasi gempa.
“Jika durasi gempa lebih dari 30 detik, ada kemungkinan tsunami. Sebaiknya masyarakat menjauh dari kawasan pantai,” kata Ma’rufin.
Ia menjelaskan dalam pola tsunami yang terjadi di Palu menunjukkan fakta terjadinya tsunami tidak berselang jauh dari terjadinya gempa, berbeda saat di Aceh. “Mitigasi bencana memang perlu pelatihan yang berbeda-beda, karena perbedaan karakter yang ada di setiap wilayah,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
KPK Tegaskan Perceraian Ridwan Kamil Tak Ganggu Kasus Bank BJB
Advertisement
Taman Kuliner Ala Majapahit Dibuka di Pantai Sepanjang Gunungkidul
Advertisement
Berita Populer
- Penetapan Tersangka Baru Kasus Hibah Pariwisata Sleman Dinilai Lamban
- BBWSSO Bangun Pemecah Ombak Pantai Congot Kulonprogo Senilai Rp93 M
- Destinasi Wisata di Sleman Mulai Ajukan Izin Kegiatan Nataru
- Waspada! Penipuan Pakai Modus IKD Kembali Muncul di Bantul
- DKUKMPP Bantul Kaji Penambahan Stok LPG Jelang Nataru
Advertisement
Advertisement



