Advertisement
FEATURE: Wayang Beber Diburu Peneliti Asing, tetapi Kurang Disokong Pemerintah

Advertisement
Harianjogja,com, JOGJA—Wayang beber adalah salah satu warisan budaya tak benda di Gunungkidul yang telah ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Keberadaannya belum banyak diperhatikan. Berikut laporan wartawan Harianjogja.com David Kurniawan.
Delapan gulungan wayang beber yang berjumlah delapan lontar dan terbuat dari pohon daluang masih disimpan di rumah Wisto Utomo, warga Dusun Gelaran II, Desa Bejiharjo, Karangmojo. Gulungan ini sudah berpindah tangan melewati 14 generasi. Wisto menjadi ahli waris terkini benda yang baru saja ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Advertisement
Meski memiliki nilai sejarah tinggi, pusaka ini tidak disimpan secara istimewa. Delapan gulungan dimasukkan dalam peti kayu yang diikat dengan tiga kain. Setiap hari, peti itu diletakkan di meja di kamar samping kiri pintu masuk rumah milik Wisto.
Di bawah meja, terdapat wadah kemenyan yang biasa digunakan untuk ritual membuka wayang tersebut. Sayangnya, Selasa (23/10/2018) kemarin, gulungan itu tak bisa dibentangkan sehingga Harian Jogja tak bisa melihat bentuk peninggalan penting tersebut. Menurut Wisto, harus ada ritual untuk membuka peti kayu yang berisi lembaran cerita pewayangan ini.
Sebagai ganti rasa penasaran, Wisto membuka duplikasi wayang beber yang bercerita tentang kisah asmara Panji Asmoro Bangun dengan Dewi Condrokirono atau yang dikenal dengan nama Dewi Sekartaji.
“Ini saja [duplikasi wayang beber] karena untuk membuka yang asli harus menggunakan ritual uduk ingkung [nasi uduk lengkap dengan satu ekor ayam matang], jika tidak ada maka saya tidak berani membukanya,” kata Wisto, Senin (22/10/2018).
Dari delapan wayang beber yang disimpan Wisto, empat bercerita tentang kisah asmara Panji Asmoro Bangun. Satu lainnya yang merupakan wayang tertua bernama Ki Remeng Mangunjoyo yang mengisahkan Joko Tarub. Dua gulungan lainnya hingga sekarang masih menjadi misteri karena belum diketahui bercerita tentang apa. “Ki Remeng hingga sekarang juga belum ada yang berani buka karena bedasarkan cerita butuh anggaran yang besar [ritual yang besar],” kata dia
Wisto mengaku wayang beber yang dibawanya merupakan peninggalan turun temurun dari 14 generasi. “Kalau sekarang yang bawa saya dan kemungkinan akan diturunkan kepada anak perempuan saya yang aktif mendalang,” katanya.
Masalah Asal Usul
Belum ada yang tahu persis kapan wayang beber dibuat. Sepanjang pengetahuan Wisto, asal usul wayang beber baru diteliti oleh orang Jepang.
“Namanya Sakamoto. Dia datang tahun lalu dengan mengambil sedikit sampel dari wayang beber asli untuk diteliti kapan itu dibuat. Tetapi hasilnya belum keluar.”
Menurut legenda yang berkembang di keluarga Wisto, wayang beber sudah ada sejak sebelum Geger Pecinan Kraton Kartasura pada 1743 lalu. Namun ada yang bercerita bahwa wayang beber berasal dari abad ke-11.
Saat terjadi kekacauan banyak gulungan cerita dibakar dan tinggal menyisakan beberapa gulungan yang sekarang tersimpan di Pacitan dan Gunungkidul.
“Sebenarnya di Gunungkidul masih ada tiga gulung lainnya, tetapi lenyap secara tiba-tiba. Jadi yang tersisa tinggal yang saya bawa,” tutur Wisto.
Warisan itu banyak mengundang rasa ingin tahu. Pada 2005 lalu, tim dari National Geographic bertandang untuk mengetahui wayang beber. Selain itu, dua peneliti asal Kroasia, Marina Pretkovic dan Tea Skrinjaric, terus berkunjung ke rumah Wisto sejak 2015-2017.
“Rencananya hasil penelitian Sakamoto juga akan diinformasikan kedua orang Kroasia ini.”
Sementara, peneliti dari dalam negeri lebih banyak mengulas cerita dan belum menyentuh ke asal usul tahun pembuatan. “Jujur saya juga tidak tahu kapan itu dibuat,” kata dia.
Wisto menganggap peran pemerintah dalam pelestarian masih sangat kurang. Sebagai contoh, pada 2012 lalu, dia sempat mengajukan bantuan gamelan untuk mengiringi wayang, tetapi usulan tersebut belum terwujud.
Regenerasi pendalang tak terlalu mengkhawatirkan karena putri Wisto, Noni Tia Fatmawati, sudah fasih mendalang wayang beber. Sejak satu tahun lalu mulai menggeluti dunia pedalangan. “Saya sudah beberapa kali tampil. Salah satunya di Museum Ulen Sentalu di Sleman yang menghadirkan penonton dari luar negeri,” kata Noni.
Dia mengaku serius mendalang agar wayang beber tidak punah. “Saya memang masih banyak belajar, tapi yang jelas saya akan mendedikasikannya untuk melestarikan wayang ini.”
Gamelan
Yang bikin Wisto risau adalah regenerasi pemain gamelan yang sekarang sudah memasuki usia lanjut. “Harapan saya, dengan mengajukan bantuan gamelan, kami bisa berlatih sendiri tanpa sewa. Jadi dengan begitu bisa melakukan regenerasi pemain gamelan.”
Permasalahan lain adalah dokumentasi. Dari lima cerita yang ada, baru kisah asmara Panji Asmoro Bangun yang berhasil ditulis ulang.
Penulisan ulang banyak mendapatkan bantuan dari dosen ISI Jogja, Indira Maharsi. Wisto mengatakan penulisan ulang juga tidak mudah karena harus melalui ritual uduk ingkung. “Tak hanya itu, pada saat penulisan ulang, penulis juga mengalami hal yang gaib,” katanya.
Selama belum terduplikasi dengan baik, wayang beber disimpan dan dipelihara sesuai arahan leluhur. Bulu burung merak diletakkan di dalam peti sebagai umpan agar lontar gulungan wayang beber tidak dimakan hewan pengganggu. “Saya juga rutin melakukan upaya uduk ingkung setiap malam 1 Sura.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Megaproyek Pembangunan IKN, Jokowi: Untuk Mengatasi Ketimpangan Ekonomi
Advertisement

BOB Golf Tournament 2023 Jadi Wisata Olahraga Terbaru di DIY
Advertisement
Berita Populer
- Hari Ini Sejumlah Wilayah di Jogja dan Kulonprogo Mati Lampu
- Prakiraan Cuaca, Seluruh Wilayah DIY Hujan Ringan dan Sedang di Malam Hari
- Jadwal KRL Jogja Solo Hari Ini, Jumat 24 November 2023
- Jadwal KRL Solo Jogja 24 November 2023, Keberangkatan dari Stasiun Palur
- Simak Jadwal KA Bandara YIA Reguler 24 November 2023
Advertisement
Advertisement