Advertisement

Hanya 5% Kasus Kekerasan Seksual Diadili

Bernadheta Dian Saraswati
Jum'at, 30 November 2018 - 21:10 WIB
Laila Rochmatin
Hanya 5% Kasus Kekerasan Seksual Diadili Ratusan mahasiswa menandatangani petisi penolakan terhadap kekerasan seksual saat aksi damai UGM Darurat Kekerasan Seksual di Kampus Fisipol UGM, Sleman, Kamis (8/11/2018). - Harian Jogja/Gigih M. hanafi

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA--Hukum di Indonesia terutama terkait kekerasan seksual dinilai masih lemah di beberapa sisi. Hal ini membuat para korban kasus pelecehan seksual enggan untuk melaporkan kasusnya ke ranah hukum.

Pakar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Sri Wiyanti mengatakan hukum di Indonesia masih lemah di mana-mana. Mulai dari sistem, struktur, sampai budaya hukumnya. Kondisi ini membuat tidak semua kasus pelecehan seksual ditangani ke ranah hukum.

Advertisement

"Kasus kekerasan seksual itu paling tinggi dilaporkan jika mengacu BPS [Badan Pusat Statistik] ya, tapi paling sedikit yang bisa diadili. Paling hanya tiga sampai lima persen. Belum lagi yang tidak dilaporkan. Jadi memang ada masalah,” kata perempuan yang menjadi ketua Komite Etik atau Tim Etik dalam penanganan dugaan kasus pemerkosaan mahasiswi Fisipol UGM ini.

Dikatakan dia, jika dilihat dari sistem hukum, substansi hukum yang ada mengacu pada hukum pidana sementara hukum pidana Indonesia belum gender based violence.

"Belum lagi, perkosaan belum mengakomodasi pengalaman yang beragam tentang paksaan atau situasi korban," kata perempuan yang akrab disapa Iwik ini.

Dari struktur hukum, gender stereotipe masih kuat. Dan hal tersebut berpengaruh pada bagaimana menafsirkan pasal yang digunakan dan bukti-bukti yang ada. Sementara alat bukti sendiri masih sangat umum. Alat bukti harus dua padahal menurut Iwik, hal ini harus dipertimbangkan lagi.

Selanjutnya dari sisi budaya hukum, penyalahan pada korban serta membenarkan pengalaman yang dialaminya masih banyak terjadi saat ini di masyarakat. "Masih ada yang menganggap kekerasan seksual bukan serius. Ini berpengaruh pada bangunan hukum itu bekerja sehingga akses pada perempuan jarang terjadi," lanjut Iwik.

Namun dari sisi pelaporan sudah sedikit mengalami perbaikan. Hal itu terbukti dari kemudahan korban untuk melaporkan kejadian pelecehan seksual yang dialami. Korban tidak perlu datang ke kantor polisi tetapi beberapa lembaga seperti LBH, woman crisis center, dan lainnya sudah sangat terbuka dalam menerima laporan. Di beberapa daerah juga sudah ada forum penegak hukum.

"Artinya ini ada inisiatif berkembang meski belum diformalisasikan dalam proses hukum acara. Kami mengapresiasi dan mendorong agar jadi sistem yang ajeg dalam hukum pidana dan hukum acara," jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Seorang Polisi Berkendara dalam Kondisi Mabuk hingga Tabrak Pagar, Kompolnas: Memalukan!

News
| Sabtu, 20 April 2024, 00:37 WIB

Advertisement

alt

Pengunjung Kopi Klotok Membeludak Saat Libur Lebaran, Antrean Mengular sampai 20 Meter

Wisata
| Minggu, 14 April 2024, 18:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement