Advertisement

Kakao Kulonprogo Jadi Sampel di Prancis

Jalu Rahman Dewantara
Sabtu, 27 April 2019 - 13:07 WIB
Budi Cahyana
Kakao Kulonprogo Jadi Sampel di Prancis Ilustrasi pohon kakao - Harian Jogja/Salsabila Annisa Azmi

Advertisement

Harianjogja.com, KULONPROGO—Produksi kakao di Kulonprogo hanya mampu dijual langsung dan belum bisa diolah secara maksimal. Di Kalibawang yang menjadi sentra tanaman kakao, hanya ada satu rumah produksi saja yang mampu mengolah kakao menjadi beragam produk olahan.

Petani kakao di Dusun Slanden, Desa Banjaroya, Kalibawang, Johan Salbiantoro, yang juga sebagai Sekretaris Kelompok Tani Ngudi Rejeki, Kalibawang, mengatakan produksi kakao di Kalibawang cukup tinggi.

Advertisement

Kualitasnya pun dianggap bisa bersaing dengan kakao lainnya di luar Kulonprogo. “Terkadang ada dari Prancis dan Korea yang mengambil sampel kakao dari Kulonprogo, nantinya di sana [Prancis dan Korea] diolah lagi,” ujarnya kepada Harian Jogja, Jumat (26/4/2019).

Setiap panen dia memisahkan antara kakao yang mempunyai kualitas bagus dan kualitas yang ada di bawahnya. Ketika kualitasnya sedang tidak bagus, Johan hanya menjual kakao di pasar lokal saja. Di kelompok taninya, dalam sepekan bisa terkumpul sampai 80 kilogram kakao yang siap dipasarkan.

Harga kakao ketika sedang dalam kualitas bagus bisa terjual sampai Rp40.000 per kilogram. Apabila kualitas kakao sedang tidak bagus maka hanya terjual Rp25.000 per kilogram. “Biasanya kalau saat musim hujan, buah kakao kualitasnya tidak bagus, banyak juga terserang hama, produksinya juga turun. Kalau produksi baik itu di Juni sampai Oktober,” ucap Johan.

Menurut dia, produksi kakao Kulonprogo sangat potensial untuk dikembangkan namun sejauh ini belum banyak rumah produksi yang mengolah lagi kakaonya di Kulonprogo. "Di Kalibawang ini sentranya tanaman kakao tetapi rumah produksinya paling hanya satu saja,” kata Johan.

Kelompok Wanita Tani (KWT) Pawon Gendis merupakan rumah produksi cokelat di Kalibawang yang mengolah kakao asli Kalibawang menjadi cokelat. Ketua KWT Pawon Gendis, Dwi Martuti Rahayu, mengatakan dengan mengolahnya menjadi cokelat, ia mendapatkan nilai tambah.

Dalam sebulan dia membutuhkan kakao dari petani sampai 70 kilogram. Sementara, omzet bisa ia dapatkan dalam sebulannya sampai Rp10 juta. Namun, dalam mengembangkan produk kakao itu, harus ada inovasi agar punya pangsa pasar tersendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

PKB dan PPP Kerja Sama Hadapi Pilkada Serentak 2024

News
| Selasa, 30 April 2024, 00:17 WIB

Advertisement

alt

Komitmen Bersama Menjaga dan Merawat Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Kamis, 25 April 2024, 22:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement