Advertisement

Pemda Bentuk Tim Appraisal Baru untuk Bereskan Rekonstruksi Pojok Beteng Lor

Abdul Hamied Razak
Rabu, 10 Juli 2019 - 20:22 WIB
Budi Cahyana
Pemda Bentuk Tim Appraisal Baru untuk Bereskan Rekonstruksi Pojok Beteng Lor Pojok Benteng Keraton Ngayogyakarta sisi Timur Laut (tembok Baluwarti) masih menyisakan bekas setelah mengalami kerusakan beberapa puluh tahun yang lalu. - Harian Jogja/Abdul Hamid Razak

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Proses pembebasan lahan untuk rekonstruksi Pojok Beteng Lor Wetan atau Beteng Baluwarti Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat terhambat kesepakatan harga ganti rugi. Pemda DIY membentuk tim appraisal baru untuk memperlancar proses tersebut.

Pembentukan tim apprisal baru muncul setelah warga terdampak berdialog dengan Sekda DIY Gatot Saptadi akhir Juni lalu. Dalam pertemuan, Pemda DIY mengakomodasi keinginan warga terdampak untuk mengevaluasi kebijakan soal harga tanah yang ditawarkan tim appraisal.

Advertisement

Alhasil, Pemda DIY membentuk tim appraisal baru. Tim ini kembali berproses untuk menentukan harga yang layak untuk ganti rudi bagi warga terdampak. Kamis (11/7), tim akan mengukur ulang tanah dan bangunan milik warga terdampak.

"Kamis [hari ini] tim appraisal yang baru mulai mengukur ulang tanah dan bangunan bersama dengan para pemilik," kata Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY, Krido Suprayitno, kepada Harian Jogja, Rabu (10/7).

Dia mengatakan tim apprisal bekerja sesuai prosedur. Menurutnya, pengukuran ulang yang dilakukan bertujuan untuk menentukan taksiran harga. "Semua sesuai dengan mekanisme dan peraturan," kata Krido.

Rencana pengukuran ulang tanah dan bangunan oleh tim appraisal yang baru, diakui oleh juru bicara warga terdampak, Dwi Yanto. Dia mengatakan, setelah ada dialog antara warga dan Sekda DIY beberapa waktu lalu, ada komitmen untuk memperbaiki harga ganti rugi. "Salah satunya dengan mengukur ulang tanah dan bangunan," katanya.

Dia mengatakan, pengukuran tidak hanya berpatokan pada sertifikat tanah tetapi juga kondisi lahan yang selama ditempati warga. "Kami minta pengukuran ulang tidak hanya didasarkan pada luas lahan di sertifikat, tetapi harus disesuaikan juga kondisi fisik di lapangan," katanya.

Alasannya, kata Yanto, selama ini warga sudah menempati lahan tersebut secata turun temurun selama puluhan tahun. Selama ini tidak pernah ada sengketa lahan sehingga patokan luas lahan berdasarkan sertifikat tidak bisa menjadi satu-satunya landasan. "Jadi pengukuran lahan harus disesuaikan dengan kondisi saat ini," katanya.

Warga juga meminta agar tim appraisal saat menaksir harga bangunan tidak berpatokan pada nilai buku. Artinya, taksiran harga bangunan tidak dinilai dari penyusutan tetapi berdasarkan harga taksiran bangunan baru. Jangan sampai ganti rugi bangunan yang diberikan tidak bisa dipakai warga untuk membangun kembali rumahnya. "Itu yang kami harapkan. Ingat, kami tidak menjual tanah dan bangunan ini, tetapi bangunan dan tanah ini dibeli oleh Pemda DIY," katanya.

Yanto mengatakan, kawasan tersebut merupakan kawasan bisnis. Warga terdampak semuanya menggantungkan hidupnya dari bisnis yang selama ini digeluti secara turun temurun. Dengan begitu, sangat wajar jika warga berharap agar proses ganti rugi juga memerhatikan hilangnya mata pencarian warga.

"Kami tidak asal meminta, tetapi kami sesuaikan dengan kondisi ke depan. Warga mendukung program pemerintah, tetapi warga juga berharap ganti rugi yang sesuai," katanya.

Sebelumnya, Sekda DIY Gatot Saptadi mengatakan Pemda DIY terus menjalin komunikasi dengan 13 warga terdampak rekonstruksi Jokteng Baluwarti. Warga, katanya, secara prinsip mendukung dan setuju dengan pembangunan kembali Jokteng tersebut. "Hanya saja, soal kesepakatan harga masih ada yang belum ada titik temu. Sudah saya tangkap keinginan mereka," kata Gatot, Senin (1/7).

Dia mengatakan, masalah tersebut (penolakan harga ganti untung) hanya bagian dari dinamika proses pembebasan lahan. Satu sisi, warga meminta agar Pemda DIY menaikkan harga yang sudah ditentukan oleh tim appraisal tetapi di sisi lain Pemda harus tunduk pada ketentuan hukum. "Kalau uang negara untuk masyarakat berapapun silahkan. Hanya saja, Pemda memiliki keterbatasan dan diatur oleh aturan," katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Setelah Lima Hari, 2 Wisatawan yang Berenang di Zona Hahaya Pangandaran Ditemukan Tewas

News
| Rabu, 24 April 2024, 20:07 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement