Advertisement
Budaya Sering Dilihat Jadi Ritual Semata

Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN-Direktur Jaringan Nasional Gusdurian, Alissa Wahid mengungkapkan, seringkali kebudayaan dilihat sebagai ritual belaka, namun lupa dengan nilai yang terkandung.
Sehingga kegelisahan masyarakat tentang budaya, kerapkali hanya menyangkut ritual-ritual semata.
"Jangan-jangan kita terjebak pada ritual dan melupakan nilai," tuturnya, saat Pidato Kebudayaan Pusdema 2019, di Taman Beringin Soekarno, kompleks kampus 1 USD, Jumat (30/8/2019).
Kalau sebuah ritual hanya dilihat sebagai ritual, maka sebentar lagi dia akan hilang. Kalau budaya hanya diletakkan sebagai identitas politis. Ketika kalah dengan pertarungan politis, maka dia akan hilang. Ketika hanya jadi identitas kelompok, maka dia akan hilang.
Perjalanan kehidupan akan membawa kita untuk berubah, imbuhnya. Demikian juga dengan budaya, akan terus berubah. Bangsa Indonesia mendapatkan tantangan menghadapi perubahan ini, karena memiliki beragam budaya.
Namun perlu dikaji bersama, apakah budaya nusantara mampu beradaptasi dengan perubahan zaman? Masih relevan atau akan menjadi usang? Apalagi, dalam menghadapi tantangan masa kini, terutama dalam menjaga kebudayaan yang sifatnya melekat pada lokasi.
"Padahal di masa sekarang, suku tak lagi dibentuk karena kesamaan darah yang mengalir. Ada suku apple, suku Samsung, suku K-Pop," tuturnya.
Maka pertanyaan bukan lagi 'what'/tapi 'how'. Bagaimana budaya nusantara berperan membangun bangsa. Namun dalam posisi, budaya tetap beradaptasi, dengan di sisi lain tetap setia dengan akarnya.
"Maka, jangan perlakukan nilai-nilai kebangsaan, budaya-budaya nusantara hanya sebagai artefak dan ritual. Melainkan budaya yang dinamis," tandasnya.
Acara tersebut digelar Pusat Studi Demokrasi dan Hak-hak Asasi Manusia Universitas Sanata Dharma (Pusdema USD) untuk menyerukan suara persatuan kepada anak muda.
Ketua Panitia Pidato Kebudayaan Pusdema 2019, Baskara T Wardaya menjelaskan, kegiatan rutin tahunan yang kali ini mengambil tajuk Peran Kebudayaan dalam Membangun Bangsa itu, dilatarbelakangi dengan kemunculan banyak pertentangan dan konflik usai Pemilu 2019.
"Ini saatnya merajut lagi yang kemarin sempat tegang," tuturnya.
Lelaki yang akrab disapa Romo Bas ini menambahkan, sebagai sebuah universitas swasta Katolik tentu USD memiliki ciri khas. Namun di sisi lain, sebagai salah satu perguruan tinggi di Jogja, USD membuka diri terhadap keragaman yang ada.
Panitia memiliki dua harapan lewat kegiatan ini. Pertama, hendaknya setiap orang, bersatu bergandengan tangan untuk membangun negara. Kedua, pihaknya khusus pula mengajak anak muda untuk bersatu dalam keragaman bangsa ini.
"Semoga mereka juga mengimplementasikan nilai-nilai positif yang mereka dapat dari sini, di daerah asal mereka masing-masing," ungkapnya.
Menyinggung tentang pemilihan Alissa Wahid sebagai pemidato, panitia menilai yang bersangkutan aktif mempromosikan nilai kebangsaan, persatuan, seperti almarhum ayahandanya, Abdurrahman Wahid atau yang dikenal dengan nama Gus Dur.
Selain itu, pemilik nama lengkap Alissa Qotrunada Munawaroh Wahid itu dianggap telah menunjukkan kepada publik, bahwa persatuan, keragaman, kebangsaan bukan hanya diperjuangkan oleh laki-laki, melainkan juga perempuan seperti dirinya.
Advertisement
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Pemerintah Indonesia Diminta Jadi Juru Damai Konflik India dan Pakistan
Advertisement

Jembatan Kaca Seruni Point Perkuat Daya Tarik Wisata di Kawasan Bromo
Advertisement
Berita Populer
- Belasan Peserta Seleksi PPPK Tahap II di Sleman Gugur Tanpa Lalui Seleksi Kompetensi
- Pria Paruh Baya Tersengat Listrik Saat Tengah Bekerja di Banguntapan Bantul
- Pembangunan Jalan Alternatif Sleman-Gunungkidul Segmen B Segera Dimulai, Pagu Rp73 Miliar
- Luncurkan SPPG di Tridadi Sleman, Menko Muhaimin Ungkap Efek Berantai Bagi Masyarakat
- Produk UMKM Kota Jogja Diminati Peserta Munas VII APEKSI 2025
Advertisement