Advertisement
Tak Cuma soal Sains, Taman Pintar Juga Tampilkan Filosofi Batik
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Dalam menyambut Hari Batik Nasional yang diperingati setiap 2 Oktober, Taman Pintar menggelar pameran batik dengan tema Batik dalam Ruang dan Waktu, Jumat (20/9/2019). Pameran itu rencananya digelar di Dome Area, Gedung Oval dan Kotak Taman Pintar hingga Minggu (29/9/2019) mendatang.
Kabid Pengelolaan Taman Pintar, Afia Rosidiana, mengatakan tema Batik dalam Ruang dan Waktu dipilih sebagai bentuk refleksi dari teknik, simbolisme dan makna filosofis yang melingkupi kain batik telah meresal dalam kehidupan manusia Indonesia mulai dari dalam kandungan hingga akhir hayatnya.
Advertisement
"Melalui tema ini kami mengenalkan berbagai motif batik yang melambangkan fase kehidupan masyarakat Jawa, khususnya yang dimiliki keluarga Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman," katanya kepada wartawan, Kamis (19/9/2019).
Itulah sebabnya, dalam pameran tersebut ditampilkan tujuh batik dari Kraton yang digunakan dalam prosesi mitoni GKR Hayu dan 10 batik dari Kadipaten Pakualaman dengan koleksi pepadannya. Tak hanya itu, GKR Bendoro dan GKBRAA Paku Alam X juga turut hadir dalam pembukaan pameran.
Dalam prosesi mitoni GKR Hayu beberapa waktu yang lalu, dia menggunakan tujuh kain batik yang bermakna agar anak yang dilahirkan mempunyai karakter, kepribadian dan kedudukan yang baik. Ketujuh corak batik tersebut di antaranya nogosari, grompol, sidoasih, semen rama, sidomukti, cakar ayam dan babon angrem.
GKBRAA Paku Alam X menjelaskan pepadan dari Kadipaten Pakualaman memiliki kata dasar 'pada' yang berarti bait. Pepadan merupakan gambar tertentu yang digunakan untuk menandai pergantian pupuh tembang dalam satu teks.
Pupuh dalam tembang macapat adalah kumpulan bait tembang dengan metrum yang sama, yakni dengan aturan suara vokal di akhir baris, jumlah suku kata dan jumlah baris dalam satu bait.
Corak batik pepadan yang ditampilkan salam pameran tersebut di antatanya maskumambang, mijil, sinom, kinanthi, asmarandana, gambuh, dhandhanggula, durma, pangkur, megatruh dan pocung. "Masing-masing mewakili fase hidup manusia, mulai dari dalam kandungan sampai kematian," ujarnya.
Selain pameran, dalam kegiatan ini pengunnung juga bisa ikut berpartisipasi aktif dengan belajar mewiru dan membatik yang akan diajarkan langsung oleh narasumber dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
- Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDIP, Presiden Jokowi Bilang Begini
- Politeknik Indonusa Surakarta Kini Punya Prodi Sarjana Terapan Bisnis Manajemen
- Sebagian Besar Siswa SMP Solo Alami Kekerasan, Teguh Prakosa Keliling Sekolah
- Teguh Prakosa Menjaga Kesehatan Mental Siswa dengan Kunjungi Sekolah di Solo
Berita Pilihan
Advertisement
Catatkan Kenaikan Transaksi SPKLU, PLN Suguhkan Kenyamanan Bagi Pemudik EV Pada Arus Mudik Lebaran 2024
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Imunisasi Serentak IBI DIY untuk Memperluas Cakupan
- Pilkada 2024, PDIP DIY Tegaskan Terbuka Bekerja Sama dengan Partai Lain
- Golkar DIY Bakal Terima Nama Calon yang Dijaring di Pilkada 2024, Berikut Nama-nama Kandidatnya
- Harga Bawang Merah di Jogja Masih Stabil Tinggi, Ini Penyebabnya
- Ini Rencana Pemda DIY Setelah TPA Piyungan Ditutup
Advertisement
Advertisement