Advertisement

Bupati Baru di DIY Harus Responsif terhadap Proyek Nasional

Tim Harian Jogja
Senin, 16 Desember 2019 - 19:47 WIB
Sugeng Pranyoto
Bupati Baru di DIY Harus Responsif terhadap Proyek Nasional Ilustrasi jalan tol - JIBI/Bisnis Indonesia/Arief Hermawan P.

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Calon kepala daerah yang akan memimpin tiga kabupaten di DIY setelah pilkada 2020, harus responsif terhadap gempuran proyek strategis nasional. Pemimpin daerah itu juga harus mampu membuat masyarakat lebih siap dalam menghadapi dampak infrastruktur yang dibangun.

Pernyatan tersebut diungkapkan pegiat IDEA Wasingatu Zakiyah terkait dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 di Kabupaten Sleman, Bantul, dan Gunungkidul.

Advertisement

Wasingatu menjelaskan Sleman dan Gunungkidul butuh figur yang baru karena petahana sudah cukup dua periode, sedangkan Bantul masih ada petahana tetapi memungkinkan muncul figur baru. Namun, dari ketiga daerah ini, calon pemimpin baru harus memperhatikan posisi DIY yang saat ini digempur banyak proyek strategis nasional. Para calon pemimpin harus mampu memberikan kesiapan masyarakat untuk menyongsong keberadaan infrastruktur serta menangani dampaknya, jangan sampai warga terdampak justru semakin tertinggal.

Proyek itu seperti Sleman dilalui pembangunan tol, serta Gunungkidul dan Bantul dengan jalur jalan lingkar selatan (JJLS). “Sleman memang harus memilih orang baru yang mungkin siap dengan dampak itu, proyek itu mau tidak mau akan dilakukan, wilayah sekitar pembangunan akan terdampak. Kelompok rentan di sekitar proyek harus disiapkan, mungkin ada konflik juga, terdampak kesehatan juga. Begitu juga dengan Bantul dan Gununkidul tentu [calon pemimpin] harus memahami adanya JJLS,” ungkapnya Jumat (13/12/2019).

Sejumlah proyek itu tentu membawa konsekuensi, salah satunya kemungkinan akan berkurangnya berhektare-hektare sawah penghasil pangan di wilayah DIY ikut terdampak pembangunan infrastruktur tersebut. “Sebagai wilayah penghasil pangan harus diperhatikan betul, SDGs [Sustainable Development Goals/tujuan pembangunan berkelanjutan] sudah memberikan indikator jangan sampai kelaparan dan bagaimana mengejar produksi [pangan] sendiri. Ini jadi tantangan besar [calon pemimpin] di ketiga wilayah tersebut,” ujarnya.

Ia mengatakan calon pemimpin perlu memperhatikan isu global, di mana 2040 diperkirakan air menipis di Jawa. Beberapa wilayah di DIY seringkali terdampak kekeringan sehingga harus dipikirkan upaya mempertahankan area hijau sebagai penyimpan dan penghasil air. Karena itu jika tata kelola izin perumahan tidak berjalan baik maka tanah akan semakin berkurang semakin banyak. “Kekeringan sudah terjadi setiap tahun, sehingga butuh yang lebih memperhatikan lingkungan,” ujarnya.

Di satu sisi, adanya otonomi saat ini desa memiliki kewenangan penuh dana dari Pemerintah Pusat di era saat ini. Ketiga wilayah ini butuh pemimpin yang mampu mengarahkan desa agar pemanfaatan dana berjalan lebih baik dan menjadikan desa tersebut unggul. “Bagaimana pemimpin menjadi fasilitator menjadikan suatu desa menjadi unggul dengan memanfaatkan dana tersebut,” katanya.

Begitu juga lansia telantar masih menjadi tantangan ketiga wilayah tersebut. Apalagi DIY tidak memiliki sumber daya alam yang memadai untuk menopang pendapatan bagi lansia, maka yang bisa dimaksimalkan yaitu dana keistimewaan agar bisa digunakan kabupaten untuk menangani hal tersebut. “DIY itu kecil, kalau bisa bersinergi dengan baik, melejitkan sumber daya manusia bisa menjadi suatu tantangan ke depan yang harus diwujudkan di tiga kabupaten itu, masing-masing punya kekhasan,” katanya.

Pakar Kebijakan Publik Fisipol UGM, Profesor Wahyudi Kumorotomo, menilai Kabupaten Sleman, Bantul dan Gunungkidul membutuhkan sosok pemimpin daerah yang berani membuat terobosan. Pasalnya, selama lima tahun terakhir tidak ada perubahan yang signifikan di ketiga daerah tersebut. "Dari segi perkembangan masih di tingkat menengah," kata Wahyudi Kumorotomo kepada Harian Jogja, Jumat (13/12/2019).

Menurutnya, dari sejumlah kabupaten di DIY, Kulonprogo mampu membuat terobosan dibandingkan dengan daerah lainnya. Saat dipimpin Bupati Hasto Wardoyo, Kulonprogo mampu meningkatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang cukup signifikan. "Untuk di kabupaten Bantul dan Gunungkidul belum seperti itu," ungkapnya.

Wahyudi menambahkan tantangan ke depan bagi masing-masing bupati yang terpilih harus berani melakukan sesuatu yang bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat secara langsung.

Ia menyebut di Sleman terjadi peralihan struktur ekonomi masyarakat, dari sektor pertanian ke sektor pengolahan, dan sebagian masuk ke sektor jasa. Sayangnya, kesemuanya itu tidak didukung dengan terobosan-terbosoan. "Banyak yang bisa dilakukan Pemkab [Sleman] untuk memfasilitasi di sektor jasa seperti bisnis kreatif dengan jasa finansial yang baku," katanya.

Selain itu, jasa sektor wisata yang berkembang selama ini tidak akan selalu sustainable, misalnya desa wisata sehingga seolah-olah yang desa lain latah meniru model bisnisnya hanya untuk kegiatan wisata outbound. Yang perlu dilihat adalah pangsa pasarnya akan seperti apa.

Ditambahkannya, para calon kepala daerah yang nantinya terpilih diharapkan bisa merangkul para analis kebijakan agar kebijakan pembangunan yang dibuat benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Sebab, sebagian besar kepala daerah yang ada sekarang ini minim memiliki tim analis kebijakan yang kuat. Selama ini, mereka hanya didukung oleh mantan tim sukses yang diangkat sebagai staf ahli atau staf khusus yang tidak memiliki kemampuan di bidang itu.

Dia menilai pengambilan kebijakan di tingkat pusat dan di daerah, sebagian besar tanpa dilandasai hasil riset, survei dan fakta di lapangan sehingga kebijakan yang diambil belum dirasakan manfaatnya bagi masyarakat secara maksimal. “Banyak kebijakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di daerah namun berdasarkan kepentingn, di lain pihak, di tingkat Pusat banyak kebijakan hanya dirumuskan di belakang meja,” kata Wahyudi.

Jangan Muluk-Muluk

Bupati Sleman Sri Purnomo, yang akan mengakhiri dua kali periode masa jabatannya tahun depan mengatakan calon Bupati yang akan berlaga di Pilkada Sleman pada September 2020 diminta untuk menyiapkan program yang tidak muluk-muluk. Apalagi tantangan yang dihadapi pemerintah ke depan tidak mudah tetapi lebih berat, kompleks, dan bervariasi.

Menurutnya, sosok bupati yang dicari saat ini adalah yang memahami persoalan birokrasi dan melakukan terobosan baru yang inovatif, menyederhanakan rantai birokrasi maupun menghadapi era revoluasi industri 4.0. "Ini penting dilakukan bupati ke depan agar bisa memberikan pelayanan yang optimal dan menjaga kesinambungan proses pembangunan yang lebih baik," kata Sri Purnomo, Jumat (13/12/2019).

Karena dituntut untuk bisa bekerja cepat, cerdas dan inovatif agar memberikan pelayanan optimal, bupati mendatang diharapkan bisa mengedepankan semangat kolaborasi. Tidak kemampuan managerial peemrintahan saja, bupati juga harus pintar mengelola keuangan (anggaran) untuk mendukung program kerjanya. Hal itu bertujuan agar APBD dapat terserap dengan baik. Jika serapan APBD baik, pemkab akan mendapatkan kucuran dana insentif dari Pemerintah Pusat.

Tahun ini, misalnya, Pemkab mendapatkan dana insentif sebesar Rp87 miliar karena penyerapan anggaran yang baik. Penyerapan anggaran yang baik, lanjut dia, ditopang oleh pelaksaan program yang tidak muluk-muluk dan tepat sasaran. "Janji atau program yang ditawarkan nanti jangan muluk-muluk. Buatlah program yang realistis, dibutuhkan masyarakat dan tepat sasaran," kata Sri.

Disinggung soal visi misi Pemkab untuk mewujudkan Sleman sebagai Smart Regency, menurut Sri, semua berjalan sesuai dengan pentahapan. Bahkan ditargetkan target Sleman sebagai Smart Regency akan paripurna pada 2021 mendatang. "Program Smart Regency berjalan sesuai perencanaan. Saya kira semua calon nanti pasti akan memahami proyek ini," katanya.

Adapun Ketua DPRD Sleman Haris Sugiharta berharap agar bupati mendatang bisa lebih fokus untuk membangun desa. Tujuannya agar masyarakat bisa merasakan betul pembangunan yang dilakukan oleh Pemkab. "Program Sleman Smart Regency misalnya, jangan hanya diterapkan di tataran pemkab saja, tetapi harus menyentuh pemdes dan masyarakat," kata Haris.

Meskipun arah pembangunan yang dilakukan pemkab saat ini berbasis desa, namun implementasi Smart Regency dinilai masih belum optimal di tingkat desa. Menurut Haris, 86 desa di Sleman harus terkoneksi dengan layanan di pemkab. "Selama ini baru beberapa desa yang mulai melakukan inovasi, saya mengamati Sleman Smart Regency masih belum optimal," katanya.

Bagaimana pun, kata Haris, desa sebagai ujung tombak pelayanan pemkab. Satu sama lainnya tidak bisa dipisahkan. Desa-desa di Sleman juga harus diberdayakan secara optimal agar cita-cita menjadikan Sleman sebagai kabupaten cerdas bisa terwujud. "Ini menjadi tantangan Pemkab ke depan," katanya.

Selain fokus membangun desa, Haris juga meminta agar pemkab tidak melupakan masyakarat agar bisa mendukung terwujudnya Sleman sebagai kabupaten cerdas. Menurut Haris, masyarakat membutuhkan pemahaman apa itu Smart Regency dan bagaimana memanfaatkannya. "Kalau bicara masalah teknologi di perdesaan, belum tentu seluruh masyarakat bisa memahaminya. Ini membutuhkan edukasi dan sosoalissi secara terus menerus agar masyarakat bisa ikut merasakan manfaat dari Sleman sebagai kabupaten cerdas," katanya.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bantul, Hanung Raharjo menilai Bantul membutuhkan pemimpin yang visioner dan pemberani untuk membuat Bumi Projotamansari yang makmur dan sehajtera. Pasalnya dalam lima tahun terakhir gebrakan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bantul belum maksimal dalam mewujudkan visi misinya membuat masyarakat Bantul yang sehat, cerdas, dan sejahtera.

Setidaknya Hanung melihat jumlah kemiskinan dan pengangguran masih tetap tinggi. Angka kemiskinam di Bantul masih di angka 13% dari total jumlah penduduk sekitar 900.000 lebih.  "Kesehatan juga belum bisa dijangkau oleh semua masyarakat. Janji menggratiskan belum terealisasi,” kata Hanung, Kamis (12/12).

Namun, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mengakui banyak yang sudah dilakukan oleh pemkab dan hasilnya bisa dirasakan. Ia meminta Pemkab Bantul tidak hanya menunggu proyek pembangunan prioritas nasional selesai seperti Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) dan jalur menuju bandara, tetapi perlu mempersipkannya dengan membangun kawasan penyangga.

Sejumlah jalur menuju objek wisata perlu diperlebar dan memudahkan akses wisatawan."Peluang adanya bandara ini harus ditangkap dengan baik, jangan sampai Bantul hanya jadi perlintasan," kata Hanung.

Masalah Kekeringan

Ketua DPRD Gunungkidul Endah Subekti Kuntariningsih berharap pemimpin baru hasil Pilkada 2020 tidak hanya membawa kemajuan dan kesejahteraan. Selain itu, juga bisa memberikan solusi terhadap permasalahan yang selama ini dihadapi masyarakat. “Masalah klasik seperti krisis air, infrastruktur yang masih kurang serta upaya pengentasan kemiskinan,” katanya kepada Harian Jogja, Jumat (12/12/2019).

Menurut dia, kinerja Bupati Badingah saat ini sudah baik. Namun ke depannya, pemimpin baru bisa meneruskan sehingga upaya menyejahterakan masyarakat bisa benar-benar diwujudkan. Salah satunya untuk mengatasi masalah klasik yang terus terjadi di setiap tahunnya. Sebagai contoh, masalah air masih belum ada solusi yang terpecahkan sampai sekarang karena terus berulang.

Menurut dia, pemimpin baru harus bisa hadir dan mengatasi permasalahan ini sehingga masyarakat tak lagi kesusahan. “Potensinya besar dan ini butuh komitmen untuk menyelesaikan,” katanya.

Disinggung mengenai masalah investasi, Endah mengakui Gunungkidul memiliki potensi yang sangat luar biasa. Sesuai dengan konsep yang dikembangkan Pemerintah DIY, Among Tani Dagang Layar keseluruhnya berada di Gunungkidul. Hal ini tidak lepas dari kepemilikan garis pantai yang terpanjang di seluruh DIY, sehingga keberadaannya sangat pas dengan karakteristik geografis di Bumi Handayani. “Pemimpin baru juga harus bisa menjabarkan program ini dan yang terpenting, masyarakat bisa dilibatkan sehingga tidak hanya menjadi penonton di rumah sendiri,” katanya.

Bupati Gunungkidul Badingah, saat dikonfirmasi terkait tentang pilkada enggan berbicara panjang lebar. Ia berdalih kepemimpinannya masih lama sehingga akan fokus terhadap kinerja di sisa masa jabatannya yang ada. “Kalau pilkada tidak, nanti paling akan tanya dukung siapa. Yang jelas, saya akan fokus bekerja untuk masyarakat di Gunungkidul,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Patahan Pemicu Gempa Membentang dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur, BRIN: Di Dekat Kota-Kota Besar

News
| Kamis, 28 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement