Advertisement
Ribuan Warga di Gunungkidul Mulai Kekurangan Air, Ini Sebarannya
Advertisement
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Sedikitnya 101.181 warga di Gunungkidul mulai terdampak kekeringan. Diperkirakan jumlah itu bakal terus bertambah saat memasuki puncak musim kemarau.
Kepala Pelaksana BPBD Gunungkidul, Edy Basuki, mengatakan jajarannya sudah berkoordinasi dengan seluruh kapanewon untuk pendataan daerah rawan kekeringan saat kemarau. Hasilnya, saat ini ada 17.436 kepala keluarga (KK) yang terdampak kekeringan. “Kalau jumlah jiwanya ada sekitar 101.181 orang,” kata Edy saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (14/7/2020).
Advertisement
Menurut dia, jumlah ini bakal terus bertambah, terutama saat masuk puncak kemarau yang diprediksi terjadi pada akhir Agustus hingga September. Selain itu, hingga saat ini baru enam kapanewon yang melaporkan data pemetaan wilayah yang terdampak kekeringan. “Kami masih menunggu laporan dari kapanewon lainnya,” ungkapnya.
Kapanewon yang sudah melaporkan data kekeringan yakni Girisubo, Tepus, Rongkop, Saptosari, Paliyan dan Saptosari. “Nanti saat memasuki puncak kemarau kapanewon lain seperti Patuk, Gedangsari, Ngawen hingga Semin juga melapor dan meminta bantuan air bersih,” katanya.
Disinggung mengenai penyaluran bantuan air bersih, Edy mengakui Kapanewon Semanu sudah meminta bantuan. Namun untuk pelaksanaan masih berkoordinasi dengan tim dari kapanewon. Hal ini dilakukan untuk pembagian wilayah dropping karena di kapanewon juga memiliki anggaran sehingga bantuan tidak tumpang tindih. “Kami harus berkoordinasi. Setelah semuanya jelas, bantuan bisa disalurkan,” katanya.
Meski memiliki anggaran dropping, mulai tahun ini kapanewon tidak bisa menyalurkan bantuan secara langsung dan harus menggandeng pihak ketiga. “Untuk BPBD tetap sama. Alokasi untuk dropping BPBD mendapatkan anggaran sekitar Rp700 juta,” ujarnya.
Panewu Anom Girisubo, Arif Yahya, mengatakan wilayahnya merupakan daerah langganan kekeringan saat kemarau. Untuk pelaksanaan dropping jajarannya mengalokasikan anggaran Rp90 juta. Meski demikian, untuk penyaluran kapanewon harus menggandeng pihak ketiga. “Sudah ada aturannya,” kata Arif.
Menurut dia, dengan peraturan tersebut maka tangki yang dimiliki kecamatan sudah tidak digunakan lagi. “Truk tangki masih bisa digunakan, tetapi tidak ada alokasi anggaran untuk operasional sehingga tidak dijalankan,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
- 50 Tahun Eksis, PT Dan Liris Fokus pada Digitalisasi, Inovasi, & Keberlanjutan
- Prabowo-Gibran Sah Jadi Presiden-Wapres Terpilih 2024-2029, Kawal 17 Programnya
- Bawaslu Sragen Buka Pendaftaran Panwascam Pilkada 2024, Baru untuk Existing
- Giliran Komunitas Otomotif Jepara Dukung Kapolda Jateng Maju Cagub Jateng 2024
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Pelaku UMKM di Jogja Didorong Segera Urus Sertifikasi Halal Sebelum Oktober 2024
- Info Stok Darah dan Jadwal Donor Darah Rabu 24 April 2024 di PMI se-DIY
- 4 Produk Lokal DIY Mendapatkan Sertifikasi Indikasi Geografis, Ini Manfaatnya
- Budayawan di Jogja Dilibatkan Pembuatan Maskot Pilkada 2024
- Putusan MK Soal Sengketa Pilpres, Muncul Aksi Unjuk Rasa di Kantor KPU DIY
Advertisement
Advertisement