Advertisement
Penegakan Prokes Tingkat RT di DIY Terkendala Rasa Pakewuh

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA-Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DIY Noviar Rahmad sangat menyayangkan upaya penegakan protokol kesehatan di tingkat RT/RW di provinsi ini masih terkendala rasa sungkan atau pakewuh.
"Terutama di level bawah tingkat RT untuk mengingatkan warganya itu kan agak sulit karena masih terbentur budaya 'ewuh-pakewuh' [tidak enak hati]. Misalnya ada Pak RT mengingatkan warganya itu agak sulit, apalagi yang diingatkan itu tokoh," kata Noviar dikutip dari Antara--jaringan Harianjogja.com, Senn (2/8/2021).
Advertisement
Selama ini, Satpol PP DIY, kata dia, telah memberikan pendampingan bagi anggota "Jaga Warga" di level pedukuhan, salah satunya agar mampu menghilangkan budaya rasa sungkan atau pakewuh untuk menegakkan prokes sampai level RT/RW.
"Selama ini kami sudah melakukan pendampingan kepada Jaga Warga agar peran mereka betul-betul dioptimalkan dalam penegakan prokes di level bawah," kata dia.
Menurut dia, Jaga Warga merupakan kunci penegakan prokes hingga level bawah karena mereka yang mampu berdekatan langsung dengan masyarakat.
Baca juga: 20 Persen Rakyat Indonesia Tak Mau Divaksin, Mayoritas Khawatir Efek Samping
Meski demikian, menurut dia, jumlah Jaga Warga yang terdiri atas unsur tokoh masyarakat, tokoh pemuda, linmas, hingga pengurus RT/RW di DIY masih sedikit. Dari 4.667 pedukuhan di DIY, baru terbentuk di 1.224 pedukuhan.
Berdasarkan hasil penegakan selama perpanjangan PPKM Level 4, Noviar mengklaim tingkat penggunaan masker di DIY sudah mencapai 94 persen. Namun, persentase itu sebatas mengacu pemantauan di tempat atau fasilitas umum.
"Di tempat-tempat umum yang belum memakai masker paling satu atau dua orang. Tapi di lingkungan permukiman agak sulit mengontrolnya. Di perumahan-perumahan atau di perkampungan masih banyak yang tidak pakai masker," ujar dia.
Selain itu, kata dia, pelanggaran terkait jaga jarak serta memunculkan kerumunan juga masih tinggi, khususnya di rumah makan atau warung.
Menurut dia, ada atau tidaknya kerumunan cukup menjadi tolok ukur pemenuhan prokes di rumah makan karena pembatasan makan di tempat selama 20 menit sulit dilakukan.
"Dalam penerapan kan susah mengawasi 20 menit. Makannya yang kami lihat itu ada kerumunan atau tidak," kata dia.
Beradasarkan hasil penegakan sejak 3 Juli hingga 1 Agustus 2021, Noviar mencatat sebanyak 814 tempat usaha ditutup, 1.059 tempat usaha yang dibubarkan karena membuat kerumunan, dan 45 tempat usaha disegel karena sudah diperingatkan namun kembali melakukan pelanggaran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Pemerintah Indonesia Diminta Jadi Juru Damai Konflik India dan Pakistan
Advertisement

Jembatan Kaca Seruni Point Perkuat Daya Tarik Wisata di Kawasan Bromo
Advertisement
Berita Populer
- Belasan Peserta Seleksi PPPK Tahap II di Sleman Gugur Tanpa Lalui Seleksi Kompetensi
- Pria Paruh Baya Tersengat Listrik Saat Tengah Bekerja di Banguntapan Bantul
- Pembangunan Jalan Alternatif Sleman-Gunungkidul Segmen B Segera Dimulai, Pagu Rp73 Miliar
- Luncurkan SPPG di Tridadi Sleman, Menko Muhaimin Ungkap Efek Berantai Bagi Masyarakat
- Produk UMKM Kota Jogja Diminati Peserta Munas VII APEKSI 2025
Advertisement