Advertisement

Sensasi Petik Salak di Masa Pandemi

Bernadheta Dian Saraswati
Minggu, 24 Oktober 2021 - 23:47 WIB
Nina Atmasari
Sensasi Petik Salak di Masa Pandemi Wakil Ketua Kelompok Tani Salak Kusuma Mulya Sukorejo, Girikerto, Turi Sleman, Endang Setyomurni (kanan) mendampingi pengunjung yang sedang memetik salak sendiri di kebun, Jumat (22/10/2021) - Harian Jogja/Bernadheta Dian Saraswati

Advertisement

Petani salak di Sleman banyak yang hanya memanfaatkan buah salak untuk menghasilkan uang. Namun belakangan, ide menghasilkan pundi-pundi rupiah dari sisi wisatanya mulai muncul. Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Bernadheta Dian Saraswati.

“Bicara Sleman, pasti salak. Bicara salak, pasti Sleman”. Begitulah sepenggal kalimat yang dikutip dari seorang petani salak di Dusun Sukorejo, Kalurahan Girikerto, Kapanewon Turi, Kabupaten Sleman, Endang Setyomurni.

Advertisement

Saat berbincang dengan Harian Jogja pada Jumat (22/10/2021) lalu, perempuan yang menjadi Wakil Ketua Kelompok Tani Kusuma Mulya Sukorejo itu terlihat bersemangat menjelaskan bagaimana ia ingin menjadikan citra salak Turi membekas di hati konsumen Indonesia, bahkan dunia.

Endang paham betul, selama ini banyak petani salak hanya mendapatkan uang dari buahnya. Mereka tak berpikir apakah ada sisi lain dari perkebunan salak yang bernilai jual. Memang, dari penjualan buah salak saja bisa menghidupi puluhan keluarga petani yan ada di Sukorejo itu.

Bagaimana tidak? Sebelum pandemi, kelompok tani di dusun yang terletak 7 kilometer dari puncak Merapi ini rutin mengekspor salak ke Kamboja dan China. “Kirim seminggu bisa empat sampai lima kali. Sekali ngirim 250 kilogram,” tutur perempuan yang juga seorang perias manten ini.

Namun kegiatan itu mati total setelah virus Corona dinyatakan masuk Indonesia. Aktivitas ekspor dibatasi dan petani hanya bisa mengandalkan penjualan ke supermarket dalam negeri. Padahal, kebun salak seluas 2,4 hektare milik mereka selalu panen.

Selain buahnya dijual, mereka memang sudah mengolah sebagian kecil panenan menjadi makanan olahan. Seperti menjadi olahan dodol salak, karamel, hingga keripik. “”Tapi Jual olahan salak juga sulit [saat pandemi],” ungkap Endang.

Akhirnya ide muncul saat Endang duduk santai di kebunnya. Kepada suami yang saat itu menemaninya, Endang mengungkapkan betapa nikmatnya hawa sejuk yang mereka rasakan di tengah perkebunan itu. Celetukannya akhirnya memunculkan ide kreatif untuk mengubah kebun salaknya menjadi objek wisata alternatif.

Ia pun merapikan kebunnya. Dahan salak berduri yang tadinya doyong ke kanan kiri dirapikan sehingga membentuk lorong kebun yang indah dan teduh. Setiap lorong juga rajin disapu sehingga bersih dari daun-daun kering yang berjatuhan.

Batu-batu yang tertata rapi sebagai pagar kebun juga dicat. Ada pula spot jembatan bambu yang sengaja dibangun untuk area swafoto. Ada pula tempat cuci tangan di bagian kedatangan. “Dan yang menjadi ciri khasnya, kami menawarkan sensasi petik salak sendiri,” kata Endang.

Pengunjung yang ingin menikmati buah salak di tempat bisa membayar Rp20.000/orang. Dengan biaya sebesar itu, mereka bisa memetik dan memakan buah salak sepuasnya selama dua jam. “Kalau mau bawa pulang, hitungannya beli kiloan,” kata dia.

Pengunjung bisa memilih sendiri ingin memetik salak jenis pondoh, madu, atau gading. Semuanya adalah salak organik sehingga bebas dari unsur kimia.

Endro Atmojo Ketua Poktan Kusuma Mulya Sukorejo mengatakan, model wisata kebun salak petik sendiri ini ingin memberikan pengalaman yang berbeda bagi konsumen. Jika selama ini konsumen hanya membeli salak yang sudah dikemas, di kampung Sukorejo ini mereka bisa memiliki pengalaman cara memetik salak yang benar, cara budidaya, bahkan seputar rantai pemasarannya.

Wisata Petik Salak Kusuma Mulya menyita perhatian pengunjung. Ada yang datang dari kalangan pesepeda, ada pula yang memetik salak sekaligus sebagai ajang reuni. Bahkan Wakil Bupati Sleman Danang Maharsa dan beberapa anggota DPRD Sleman juga sudah menyambangi tempat ini.

Sayangnya, akses jalan yang sempit dan ketiadaan lahan parkir yang luas membuat pengunjung dalam jumlah besar belum bisa masuk.

Menurut Endang, di tengah pandemi orang-orang sangat merindukan wisata, salah satunya wisata alam. Untuk itu, wisata petik salak ini bisa menjadi solusi wisata alternatif bagi para keluarga yang bisa dilakukan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. ([email protected])

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Gempa Magnitudo 5,2 Guncang Mataram dan Bali, Warga Berhamburan

News
| Rabu, 08 Mei 2024, 06:17 WIB

Advertisement

alt

Piknik dan Camping di Nawang Jagad Kaliurang: Info Lokasi, Jam Buka, dan Biaya Tiket Masuk

Wisata
| Sabtu, 04 Mei 2024, 09:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement