Advertisement

Mengenal Pengaruh Belanda & China di Malioboro, Begini Pembagian Gaya Arsitektur dari Utara ke Selatan

Budi Cahyana
Rabu, 02 Maret 2022 - 14:27 WIB
Budi Cahyana
Mengenal Pengaruh Belanda & China di Malioboro, Begini Pembagian Gaya Arsitektur dari Utara ke Selatan Deretan pertokoan di Jalan Malioboro, Jogja, Rabu (9/2/2022). - Harian Jogja/Maya Herawati

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Fasad atau  muka bangunan di Jalan Malioboro akan dibenahi secara bertahap, dimulai dengan penyeragaman cat berwarna putih. Dalam perkembangan sejarahnya, bangunan di sepanjang jalan paling legendaris di Kota Jogja ini dipengaruhi tiga gaya arsitektur, yakni Belanda, China, dan modern.

BACA JUGA: Kembalikan Malioboro Seperti Zaman Dulu, Hampir Separuh Toko Sudah Dicat Putih

Advertisement

Sebagaimana dilansir dari situs resmi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, toko-toko di sepanjang Jalan Malioboro mulai dibangun pada akhir abad ke-19, dan mulai banyak bermunculan pada awal abad ke-20, yaitu antara tahun 1900 sampai dengan 1930-an.

Pertokoan yang ada di sepanjang Jalan Malioboro terdiri atas toko onderdil mobil, toko sepeda, apotek, toko musik, toko buku, salon, dan kantor asuransi. Corak bangunan yang menonjol adalah Indis transisional. Arsitektur Indis adalah campuran gaya Belanda dan Jawa. Corak tersebut juga banyak dipakai untuk bangunan-bangunan perkantoran yang ada di pusat Kota Jogja.

Sebagai pertokoan, corak yang menonjol pada bangunn di Malioboro adalah gable dengan bermacam ragam hias untuk memperkuat tampilan fasad. Corak menonjol di sudut utara Jalan Malioboro atau selatan Stasiun Tugu adalah dengan stepped gable. Di depan Grand Inna Malioboro (dahulu Hotel Garuda) terdapat bangunan dengan gable berbentuk lonceng yang mencolok yang dulu digunakan untuk Apotek Juliana. Di sebelah kirinya terdapat sebuah bangunan dengan fasad langgam arsitektur art deco.

Corak lainnya adalah arsitektur Tionghoa atau China yang menggunakan atap pelana dan mahkota dinding atap dengan model kopel atau rumah deret. Rumah bergaya Tionghoa di sepanjang Malioboro didominasi dengan model dua lantai dengan teras di bagian lantai atas. Rumah toko dua lantai dibedakan menjadi dua, yaitu lantai atas depan dengan pintu dan tanpa pintu. Lantai atas dengan pintu utama di depan terdapat dua buah jendela di sisi kiri dan kanannya, serta dilengkapi dengan pagar teras. Sementara, lantai atas depan tanpa pintu dan hanya dilengkapi dengan dua buah jendela.

Saat ini, pertokoan dengan fasad yang mempunyai karakteristik Indis dan Tionghoa tersebut sebagian besar tertutup baliho reklame toko sehinggacorak autentik bangunan tidak tampak karena tertupup fasad kontemporer.

Dominasi China

Sementara, dalam makalah berjudul Tipomorfologi Fasade Bangunan Pertokoan di Sepanjang Ruas Jalan Malioboro, Yogyakarta yang disusun Adinda Rafika Dani dan Djoko Wijono, pada 2017, bangunan di Malioboro disebut punya tiga corak. Adinda dan Djoko yang meneliti 87 bangunan pertokoan mengatakan langgam bangunan di Malioboro didominasi gaya China. Mereka menyebut langgam bangunan di Malioboro terdiri natas bangunan Pecinan (China) 52%, Indis 29%, dan modern 19%.

Pengaruh budaya Belanda dan China sangat mencolok dalam pembangunan fasad pertokoan di Jalan Malioboro.

Pengaruh Belanda mendominasi bangunan pertokoan di jalan Malioboro sisi utara.  Lokasi toko yang berdekatan dengan Stasiun Tugu yang dibangun oleh Belanda untuk memperkuat jalur transportasi berpengaruh pada bangunan

yang berada di sekitar stasiun. Sementara, pangunan pertokoan di area tengah mendapat pengaruh modern karena keberadaan Malioboro Mall sejak tahun 1998.

Adapun pengaruh budaya China mendominasi bangunan pertokoan di Malioboro sisi selatan. Pengaruh ini muncul karena keberadaan Kampung Ketandan yang merupakan kampung Pecinan di area ini. Kampung Pecinan di selatan Jalan Malioboro mulai terbentuk pada 1760-1831. Sejak 1916, kawasan Malioboro sebelah selatan

dikenal permukiman kaum Tionghoa di Kota Jogja. Permukiman ini berkembang lagi ke arah utara seiring dengan pembangunan Pasar Beringharjo pada  1925.

Wakil Wali Kota Jogja, Heroe Poerwadi, mengatakan saat ini Pemkot Jogja telah memulai proses pengecatan ulang. Berdasarkan koordinasi dengan peguyuban pemilik toko, mereka bersedia mengecat ulang toko secara mandiri.

Setelah adanya pengecatan ulang, Pemkot Jogja akan memikirkan langkah-langkah untuk menata fasad agar sesuai dengan corak Malioboro.

BACA JUGA: Warna Diseragamkan, Persiapan Malioboro Khusus Pejalan Kaki Kian Serius

“Pada saatnya fasad akan kami tata, sepanjang 1,2 kilometer, kiri kanan. Sekarang kami fokus perbaiki fasilitas-fasilitas dulu, yang rusak-rusak kami benahi semuanya,” kata Heroe.

“Langkah pertama pengecatan, kemudian baru dilakukan penataan fasad-fasadnya. Dalam tiga bulan seharusnya [pengecatan] bisa selesai juga, karena itu bagian dari penertiban fasilitas-fasilitas Malioboro.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Kejagung Bongkar Kasus Korupsi PT Timah Menyeret Harvey Moeis, Ini Komentar Kementerian BUMN

News
| Kamis, 28 Maret 2024, 19:07 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement