Advertisement

Geliat Para Perempuan di Jogja Menyuarakan Belenggu Kekerasan terhadap Kaumnya

Yosef Leon
Selasa, 08 Maret 2022 - 23:17 WIB
Bhekti Suryani
Geliat Para Perempuan di Jogja Menyuarakan Belenggu Kekerasan terhadap Kaumnya Suasana perayaan IWD di sejumlah titik di Kota Jogja pada Selasa (8/3/2022). Dalam aksi itu, peserta menyuarakan isu kekerasan seksual kepada perempuan hingga krisis perdamaian di Eropa Timur.-Harian Jogja - Yosef Leon

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Para mahasiswa, pekerja dan kelompok masyarakat rentan di Jogja merayakan Internasional Women Day (IWD) yang jatuh pada 8 Maret dengan menyuarakan sejumlah isu krusial yang mendesak untuk segera ditangani.

Dengan aksi damai, kelompok itu tidak hanya mengangkat tema penting yang kiwari membelenggu kaum hawa, namun juga krisis perdamaian yang kini bergejolak di Eropa Timur.

Advertisement

Cuaca terik dan panas matahari yang menyengat tak membendung semangat massa yang berkumpul di kawasan Tugu Pal Putih Jogja pada Selasa (8/3/2022). Di tengah lalu lalang kendaraan dan suara knalpot yang menderu, pekikan suara orator perempuan dengan lantang masih menggema kuat dibalik megapone yang ditentengnya. 

"Sahkan RUU PKS, terapkan Permendikbud No.30/2021 secara merata di tiap kampus. Hapus dominasi laki-laki terhadap perempuan," ujarnya, diiringi dengan seruan lain secara serentak dari sejumlah peserta aksi lain. 

Beberapa massa aksi lain dengan teratur mengelilingi bundaran kawasan Tugu sambil membentangkan poster tuntutan dengan beragam tulisan. "Perempuan Bukan Budak Sistem" atau "If you dong fight for all women, you fight for no women." Demikian bunyi yang disuarakan dalam perayaan IWD oleh Komite IWD Jogja yang merupakan gabungan dari mahasiswa sejumlah kampus dan anggota serikat pekerja. 

Menilik sejarahnya, IWD dicetuskan oleh Clara Zetkin seorang feminis sayap kiri Jerman yang mengusulkan agar setiap negara secara global punya satu hari dalam tahun kalender untuk menyuarakan tuntutan yang membelenggu kaum perempuan. Upaya ini juga dipicu oleh momentum pekerja perempuan di AS, yang menuntut tentang hak peningkatan standar upah dan pemangkasan durasi kerja serta akses politik pada awal abad ke 20 silam. 

Koordinator Umum Komite IWD Jogja, Laili mengatakan, ada 42 poin penting yang diangkat pihaknya dalam aksi bertajuk perempuan melawan diskriminasi, kapitalisme dan kekerasan seksual itu. Dua poin yang dinilai penting adalah terkait dengan pengesahan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dan komitmen perguruan tinggi dalam menerapkan Permendikbud No. 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. 

"Karena masih banyak sekali kasus kekerasan yang dilakukan oleh dosen dan bahkan mahasiswa tetapi belum ada penerapan aturan itu secara konsisten di kampus dan aturan turunan mengenai penanganan dan pemulihan korban," kata Laili. 

Menurutnya, pengesahan RUU PKS menjadi penting sebab mencerminkan kepedulian dan sikap politik negara terhadap posisi perempuan. Hanya saja, Laili menyebut bahwa bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan harus hadir lengkap dalam RUU itu. Pihaknya mencermati bahwa ada indikasi pemangkasan bentuk dan jenis kekerasan perempuan dalam RUU PKS yang baru. Oleh sebab itu, selain mendesak pengesahan segera dilakukan, massa aksi juga meminta agar sejumlah poin penting dalam RUU PKS utamanya jenis dan bentuk kekerasan seksual dipertahankan secara lengkap. 

"Dalam rancangan yang lama kalau tidak salah ada sembilan jenis dan bentuk kekerasan seksual, namun sekarang dipangkas hanya menjadi empat. Ini tentunya mereduksi semangat dari pembentukan RUU itu," ujarnya. 

Bagi Bunga di Nol KM

Perayaan IWD juga digelar di kawasan Titik Nol KM Jogja oleh sekelompok mahasiswa. Mereka membagikan sejumlah bunga kepada pengendara jalan dan pengunjung kawasan itu sebagai simbol perdamaian. Peserta aksi mendesak agar krisis perdamaian yang terjadi di Eropa Timur disetop karena berdampak secara langsung bagi perempuan sipil di kawasan itu. 

Selain membagikan bunga, para peserta aksi juga mengusung sejumlah poster bertajuk perdamaian. Mereka sedikitnya membagikan 200 kuntum bunga mawar sebagai simbol cinta dan kasih sayang dengan tema pokok Stop War, Keep Love. "Kami ingin menyuarakan perdamaian dunia, utamanya krisis yang saat ini terjadi Eropa Timur," Kata Ketua Aliansi Mahasiswa Nusantara, Altingia Arie. 

"Dengan aksi ini, we keep spreading kindness to everyone, everytime and everywhere. we just wanna peaceful," lanjut Arie. 

Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Jogja mencatat, pandemi Covid-19 menjadi salah satu faktor angka kekerasan terhadap perempuan meningkat. Berdasarkan catatan, sepanjang 2021 lalu terdapat 245 kekerasan terhadap perempuan di wilayahnya dengan Umbulharjo jadi kecamatan penyumbang terbanyak dengan 41 kasus. 

"Belakangan dengan maraknya penggunaan sosial media dan banyaknya akses layanan aduan kekerasan terhadap perempuan, memang menjadi faktor angka kasus meningkat. Tapi secara umum faktor dan akarnya beragam," kata Kepala Bidang Pemberdayaan Dan Perlindungan Perempuan DP3AP2KB Kota Jogja, Ria Rinawati. 

Menurutnya, pada tahun lalu kekerasan bersifat psikis masih mendominasi dari keseluruhan bentuk kekerasan terhadap perempuan dengan persentase sebanyak 45 persen. Fenomena itu biasanya berupa ucapan menyakitkan, kata-kata kotor, bentakan, hinaan atau ancaman terhadap perempuan yang dialami tidak saja dari lingkungan internal, namun juga eksternal maupun media sosial. 

"Sementara untuk kekerasan fisik dari total 245 kasus itu ada sebanyak 45 persen. Dan 50 persen perempuan yang mengalami kekerasan itu dari jenjang pendidikan SMA dengan 140 kasus dialami oleh rentang usia 25-59 tahun," jelasnya. 

Ria mengungkapkan, upaya penanganan dan juga pencegahan oleh pemerintah telah diupayakan dengan membentuk Satgas Siap Grak Atasi Kekerasan (Sigrak) yang telah aktif di tingkat kemantren dan kelurahan sejak 2016 silam. Mereka diterjunkan di masing-masing wilayah untuk memberi edukasi, memantau, menerima laporan dan melakukan pendampingan terhadap perempuan korban kekerasan. 

"Di kemantren kami tempatkan satu koordinator dan kelurahan dua. Koordinator yang ditunjuk merupakan warga setempat sehingga mengetahui dengan detail setiap persoalan dan cara pencegahannya," kata dia. 

Di sisi lain pihaknya juga akan memaksimalkan peran edukasi terhadap calon pengantin. Hal ini bertujuan untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan di lingkup rumah tangga. Sebab, menurut Ria kekerasan kepada perempuan biasanya juga dipicu akibat pembagian kerja domestik yang rancu pada tiap pasangan rumah tangga. Hal ini sedikit banyak bisa bisa menjadi pemicu dan faktor terjadinya kekerasan. 

"Salah satu kecenderungan penyebabnya memang adanya budaya patriarki karena itu masih jadi budaya dominan di kelompok masyarakat tertentu dan tidak bisa dilepaskan bergitu saja dari perempuan. Sehingga perlu pengarusutamaan gender sejak di lingkup keluarga yang bisa mulai diedukasi kepada calon pengantin," kata Ria. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

AS Disebut-sebut Bakal Memberikan Paket Senjata ke Israel Senilai Rp16 Triliun

News
| Sabtu, 20 April 2024, 17:37 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement