Di Sleman, Beli Minyak Goreng Wajib Belanja Kebutuhan Lain Rp400.000
Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN-Menindaklanjuti aduan masyarakat terkait temuan praktik tying dalam penjualan minyak goreng curah, Kanwil VII Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) DIY memeriksa sebuah distributor minyak goreng curah, PT Lestari Berkah Sejati (LBS), di jalan Kabupaten, Kronggahan I, Kalurahan Trihanggo, Kapanewon Gamping, Jumat (25/3/2022). Di situ ditemukan praktik tying di mana konsumen harus belanja kebutuhan lainnya senilai Rp400.000 jika mau membeli minyak goreng.
Kabid Penegakan Hukum Kanwil VII KPPU, Kamal Barok, menjelaskan dalam penjualan minyak goreng curah di PT LBS, ada kewajiban pembeli harus membeli produk lain senilai minimal Rp400.000 atau perbandingan 1 banding 1 dengan minyak goreng curah. “Misal minyak goreng satu jerigen dengan ukuran 18 liter seharga 14.000 per liter, wajib membeli misal satu karung gula, yang penting di atas Rp400.000. Kewajiban ini melanggar Pasal 15 ayat 2 UU No. 5/1999 [tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat],” ujarnya.
Advertisement
Dalam pemeriksaan lapangan ini, KPPU juga melibatkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sleman, Disperindag DIY, Satgas Pangan DIY dan Ombudsman RI perwakilan DIY. Praktik tying seperti ini menurutnya tidak diperbolehkan karena masyarakat sudah terbebani kesulitan mencari minyak goreng, masih diwajibkan membeli produk lain.
Di PT LBS ini, produk lain yang dilekatkan penjualannya dengan minyak goreng curah ini seperti gula pasir, tepung terigu dan lainnya. Meski produk tersebut termasuk dalam barang fast moving, praktik tying ini tetap membebani baik bagi penjual eceran maupun masyarakat yang membeli.
“Karena kewajiban tadi akan membebani pedagang, sehingga pedagang juga akan mewajibkan kepada konsumennya, akhirnya konsumen yang terbebani. Dalam perspektif KPPU, konsumen akan dirugikan di income saving. Konsumen yang seharusnya tidak perlu membeli produk lain misal tepung terigu, dia harus membeli itu untuk memperoleh minyak goreng,” ungkapnya.
Baca juga: Sebelumnya Migor Kemasan, Kini Minyak Goreng Curah Langka di Pasar Gunungkidul
Berdasarkan informasi yang diperoleh, PT LBS telah menjalankan praktik tying cukup lama, sejak terjadi gejolak pada minyak goreng kemasan beberapa waktu lalu. PT LBS kata dia, beralasan menjalankan praktik ini untuk mengatur agar konsumen bisa diatur dalam pembeliannya, di tengah distribusi minyak goreng yang tersendat.
Padahal, untuk mengatur pembelian, antrian dan sebagainya itu kewajiban pemerintah, mulai dari Polri hingga Disperindag. “Kalau misal dalam pendistribusian minyak goreng curah yang disubsidi pemerintah terjadi permasalahan dalam penjualannya atau pendistribusiannya, maka itu kewajiban dari pemerintah, tidak bisa pelaku usaha dengan alasan seperti itu untuk mencari keuntungan,” katanya.
Hasil pemeriksaan lapangan ini akan disampaikan ke pimpinan KPPU. Terkait sanksi, jika mengacu pada 2 UU No. 5/1999, sanksi minimal Rp1 miliar, dan paling banyak ada dua kriteria, bisa 10% dari penjualan atau 50% dari keuntungan bersih. Meski demikian, pimpinan KPPU akan mempertimbangkan efektivitas dalam penanganan perkara, sehingga bisa saja hanya diberi teguran.
“Dalam penanganan perkara ada sejumlah SDM [sumber daya manusia], biaya, waktu, dan sebagainya, komisioner akan mempertimbangkan apakah perlu dilakukan penegakan hukum atau model koordinasi lain, apakah teguran sehingga perubahan perilaku,” ungkapnya.
Di DIY kata dia, temuan praktik tying pada minyak goreng curah baru kali ini ditemukan. Sementara untuk minyak goreng kemasan, sudah ada 11 temuan, yang semuanya telah dipanggil KPPU. Dari jumlah tersebut, delapan di antaranya juga telah menghentikan praktik tersebut.
Pemilik Siap Hentikan Tying
Ketika menghubungi pemilik PT LBS, Kamal mengungkapkan pemilik telah menyampaikan akan menghentikan praktik tying. Pemilik juga menyampaikan agar dibantu dalam proses pendistribusian minyak goreng. ”Makanya kami koordinasi dengan Disperindag DIY dan Sleman, terkait adanya permasalahan di lapangan terkait pendistribusian ini,” ujarnya.
Salah satu pembeli minyak goreng curah di PT LBS, Ari Fidiah, mengatakan pembelian saat ini dibatasi hanya satu jerigen berkapasitas 18 liter sehari, seharga Rp252.000 atau Rp14.000 per liter. Pedagang sembako di Kapanewon Depok ini pun mengaku diwajibkan membeli produk lain seharga Rp400.000 sejak seminggu yang lalu.
Beberapa produk yang dilekatkan dalam pembelian minyak goreng curah ini diantaranya tepung terigu, tepung beras dan gula jawa. Ia pun terpaksa harus membeli barang-barang tersebut meski tidak membutuhkan. “Stok masih banyak. Tepung masih dua sak, gula jawa dua karung. Kita mumet sendiri,” ungkapnya.
Ia hanya membeli minyak goreng curah di PT LBS lantaran saat ini stok barang tersebut sedang langka dan di distributor maupun pasar banyak yang kosong. “Dimana-mana kosong, jadinya pada lari ke sini,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- KPU Sleman Targetkan Distribusi Logistik Pilkada Selesai dalam 2 Hari
- 20 Bidang Tanah Wakaf dan Masjid Kulonprogo Terdampak Tol Jogja-YIA
- Jelang Pilkada 2024, Dinas Kominfo Gunungkidul Tambah Bandwidth Internet di 144 Kalurahan
- Angka Kemiskinan Sleman Turun Tipis Tahun 2024
- Perluasan RSUD Panembahan Senopati Bantul Tinggal Menunggu Izin Gubernur
Advertisement
Advertisement