Balai Budaya di DIY Bisa Kembangkan Potensi Kalurahan
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Pemda DIY melalui Paniradya Kaistimewan DIY menyatakan balai budaya yang sudah dibangun menggunakan dana keistimewaan dapat dimanfaatkan warga untuk berbagai kegiatan yang tidak terbatas pada kesenian. Keberadaan balai budaya justru diharapkan dapat memunculkan sejumlah potensi di kalurahan.
Paniradya Pati Paniradya Kaistimewan DIY Aris Eko Nugroho menyatakan pemanfaatan balai budaya untuk objek kebudayaan secara luas sehingga tidak terbatas hanya pada kesenian. Luas lahan minimal 1.500 meter persegi menjadi syarat utama pendirian agar setelah dibangun balai budaya bisa menampung berbagai potensi kalurahan.
Advertisement
“Harapan kami balai budaya ini jadi bagian rumah warga yang terhimpun dari sejumlah padukuhan. Kalau di padukuhan ada balai padukuhan, tempat berkumpulnya bisa balai budaya. Aktivitasnya tentang objek kebudayaan karena ranahnya balai budaya itu objek kebudayaan. Tetapi kami berharap yang di lapangan tidak hanya terbatas pada kesenian. Bisa juga menjadi ruang ekspresi bagi yang di lapangan memiliki potensi,” katanya kepada Harian Jogja belum lama ini.
Ia menambahkan penggunaan balai budaya tidak harus berpikiran sempit sebatas pada kesenian. Namun bangunan tersebut tidak sekadar menjadi balai budaya melainkan menjadi ruang ekspresi berbagai potensi suatu desa atau kalurahan agar terkumpul atau dipamerkan di balai budaya.
Aris meminta agar masyaraat tidak terkotak-kotak dalam sub yang terbatas pada kesenian tetapi potensi desa yang ada bisa dikembangkan. Oleh karena itu jawatannya kerap menyosialisasikan ke level bawah agar jangan sekadar mengejar kalurahan mandiri budaya, jika kalurahan memiliki potensi wisata potensi itu sebaiknya dikembangkan dengan maksimal. Termasuk potensi pangan boleh saja dimunculkan lewat balai budaya ini dengan catatan ada organisasi perangkat daerah (OPD) DIY yang mengampu.
“Selain itu potensi di desa itu apa, kalau memang ada ternak pun sangat memungkinkan juga hasil peternakan susu kambing PE bisa dipamerkan, jadi tempat ekspresi dari seluruh objek kebudayaan sangat luas. Termasuk bisa digunakan untuk pameran produk UMKM lokal dari kalurahan budaya tersebut,” katanya.
Sosialisasi tentang adanya keberadaan balai budaya yang sudah dibangun juga terus dilakukan karena saat ini memang belum banyak masyarakat yang mengetahui. Hal ini menjadi tugas bersama di tim, baik dari Dinas Kebudayaan sebagai organisasi perangkat daerah (OPD) pendamping inti balai budaya.
Terkait dengan pengelolaan ia meminta agar ketua desa/kalurahan budaya bekerja sama dengan pemerintah kalurahan karena dari sisi kepemilikan balai tersebut adalah milik kalurahan. Maka perlu ada sinergitas antara ketua kalurahan budaya dan pemerintah kalurahan, bahkan perlu juga melibatkan pokdarwis, ketua desa prima yang juga menjadi program keistimewaan di DIY.
“Karena dibedakan BKK pada kalurahan, kalau kalurahan tidak menghibahkan pada ketua desa budaya ya sudah itu jadi bagian [milik] kalurahan. Kami berharap dalam hal pengelolaan ini bisa dilakukan bersama-sama, saling bersinergi,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
30 Orang Meninggal Dunia Saat Berebut Bagi-Bagi Makanan Gratis di Nigeria
Advertisement
Mulai 1 Januari 2025 Semua Jalur Pendakian Gunung Rinjani Ditutup
Advertisement
Berita Populer
- Perumda PDAM Tirtamarta Gelar Wayang Kulit Lakon Wahyu Pulung Warih
- Incar Mahasiswa, Kasus Penipuan Penggelapan Paling Banyak Terjadi di Sleman
- Pusat Oleh-Oleh Diharapkan Mampu Tumbuhkan Ekonomi Jogja
- Scoopy Serempet Sepeda Ayun di Kretek, Pembonceng Meninggal Dunia
- Tol Jogja-Solo: 15.600 Kendaraan Melintasi Ruas Jalan Tol Klaten-Prambanan di Hari Pertama Operasi
Advertisement
Advertisement