Advertisement

Kisah Pelestari Budaya di Sekitar Sumbu Filosofi Jogja

Triyo Handoko
Kamis, 18 Agustus 2022 - 16:57 WIB
Bhekti Suryani
Kisah Pelestari Budaya di Sekitar Sumbu Filosofi Jogja Aktivitas latihan Sanggar Bima Jaya yang diikuti anak-anak di Kelurahan Keparakan, Minggu (14/8 - 2022).

Advertisement

Di sekitar kawasan Sumbu Filosofi ada beberapa sanggar seni tradisi yang masih terus eksis, salah satunya Sanggar Bima Jaya di Kelurahan Keparakan. Sanggar ini turut melestarikan nilai filosofis tradisi lewat kesenian. Berikut laporan lengkap wartawan Harian Jogja, Triyo Handoko.

Jarak antara balai Kelurahan Keparakan dan Alun-alun Kidul tak sampai dua kilometer. Berada di sisi timur Alun-alun Kidul, balai kelurahan itu sudah diramaikan anak-anak, pada Minggu (14/8/2022). Kumpulan anak-anak di sore itu untuk belajar menari.

Advertisement

Meskipun mendung gelap menggantung di langit hingga turun grimis, anak-anak itu tetap antusias belajar menari. Total ada 32 anak yang dibagi dalam dua kelompok besar pada sore itu. Kelompok pertama untuk anak usia PAUD hingga SD, kelompok kedua untuk anak usia SMP.

Sanggar tari di Keparakan itu bernama Bima Jaya. Penggasnya adalah Bambang Satrio. “Awal mulanya karena pandemi pada 2020 itu kami bikinkan sanggar buat anak biar bisa bermain dengan aman dan tak kecanduan gadget karena sekolah kan daring semua,” jelasnya, Minggu sore.

Awalnya sekitar 85 anak mengikuti sanggar tersebut. “Sekarang pandemi sudah berangsur normal, jadi kami coba ganti tujuan untuk melestarikan seni tradisi,” ujar Satrio.

Melestarikan seni tradisi diambil, jelas Satrio, bukannya tanpa alasan. “Sebagai kelurahan yang berdekatan dengan Alun-alun Kidul, tentu harus punya peran dalam melestarikan nilai-nilai tradisi yaitu dengan sanggar ini,” jelasnya.

Satrio menyadari ada gejala memudarnya pelestarian seni tradisi pada kalangan generasi muda. “Tentu ini tidak bisa diabaikan begitu saja, harus direspons apalagi kelurahan kami segaris lurus dengan Sumbu Filosofi,” tegasnya.

Letak Keparakan tersebut, menurut Satrio, memiliki peran strategis dalam melestarikan nilai-nilai filosofis tradisi. “Jangan sampai bangunan fisiknya ada, tapi nilai dan filosofi tak kasat matanya malah pudar jadi harus diimbangi,” tuturnya sambil menyeruput kopinya.

Sementara itu berkurangnya peserta sanggar, jelas Satrio, sebagai proses seleksi alam. “Sekarang ada 35 anak itu sudah lumayan banyak, misi kami juga lebih kuat dengan melestarikan seni tradisi di tengah moderenitas zaman,” katanya.

Setidaknya ada berbagai jenis tarian Jawa klasik yang diajarkan di Sanggar Bima Jaya. Misalnya Nawung Sekar, Sekar Pudyastuti, Golek Ayun-ayun, Golek Kenyatinembe, hingga Lambangsari.

Sanggar Bima Jaya, jelas Satrio, bersifat sosial dan non-profit. “Semua kegiatan sanggar gratis, kami gotong royong untuk melestarikan seni tradisi ke generasi muda,” jelasnya.

Tawaran berbagai pentas sudah didapat sanggar ini. “Pada acara kemerdekaan ini kami diminta pentas di banyak tempat,” ujar Satrio dengan bangga. Tawaran pentas yang paling berkesan, menurut Satrio, adalah tawaran dari Dinas Kebudayaan Jogja.

“Itu sangat berharga bagi kami tawaran dari Dinas Kebudayaan itu, artinya kami diperhatikan pemerintah,” tuturnya sumringah. Satrio berharap bentuk perhatian dari pemerintah itu bisa berlanjut lagi.

“Misalnya dengan pendampingan atau bantuanan lainnya, karena kami benar-benar mandiri dan sifatnya sosial menjalankan sanggar ini,” ujarnya. Setidaknya, Satrio meminta pendampingan yang intensif terhadap sanggarnya.

BACA JUGA: BI Luncurkan 7 Pecahan Uang Rupiah Kertas Terbaru, Ingin Tukar?

Merancang Program Pendampingan

Kepala Kepala Balai Pengelolaan Kawasan Sumbu Filosofis (BPKSF) Dwi Agung Hartanto turut memperhatikan berbagai sanggar seni yang berada di sekitar kawasan Sumbu Filosofis. “Kami sedang koordinasikan dengan Kundha Budaya, khususnya bagian Atlas Pemeliharaan dan Pengembangan Adat, Tradisi, Lembaga Budaya dan Seni,” jelasnya, Senin (15/8/2022).

Agung menjelaskan akan ada program pembinaan pada sanggar-sanggar seni tradisi di sekitar kawasan Sumbu Filosofi. “Sementara ini masih kami godok bersama bentuk dan sistemnya,” ujarnya.

Seni tradisi non-fisik di kawasan Sumbu Filosofi, menurut Agung, harus dijaganya dengan warisan fisik Sumbu Filosofi lainnya. “Sebagai warisan tradisi yang pasti memiliki nilai dan filosofis penting dan harus untuk terus dilestarikan,” katanya.

Sanggar seni yang sudah berjalan secara mandiri, jelas Agung, patut mendapat apresiasi. “Artinya ada kesadaran menjaga nilai-nilai tradisi di masyarakat, khususnya yang dilintasi Sumbu Filosofi, ini perlu perhatian dan apresiasi,” tuturnya.

Hubungan antara nilai fisik Sumbu Filosofi dan nilai tradisi yang tak kasat mata dari seni tradisi, jelas Agung, di sekitar Sumbu Filosofis harus berjalan beriringan untuk saling menguatkan dan meneguhkan nilai filosofis yang dikandung keduanya. “Makanya gotong royong antar lembaga penting dilakukan untuk menunjang hal tersebut,” jelasnya.

Sukarela Melestarikan Tradisi

Salah satu guru tari di Sanggar Bima Jaya masih berumur 17 tahun. Ia adalah siswa SMKI Jogja jurusan Seni Tari, namanya adalah Dita Tamara. Motivasi utamanya mengajar adalah kecintaan akan seni tari tradisi.

“Awalnya bisa ngajar ini karena Kelurahan Keparakan ini bikin lomba tari dua tahun lalu, terus menang dan ditawari mengajar tari sama Pak Satrio,” cerita Dita. Tawaran tersebut disambut baik olehnya, Dita langsung menyanggupi tawaran tersebut.

Dita yang juga tinggal di Kelurahan Keparakan ini kebetulan juga bercita-cita jadi guru tari. “Cocok tawarnnya dengan kemauan saya, jadinya senang menjalaninya,” katanya sambil tersenyum.

Menyadari kemampuan tarinya juga terbatas karena masih belajar juga, jelas Dita, tapi hal itu malah memotivasinya untuk terus tekun belajar di sekolahnya. “Sekarang kelas dua di SMKI Jogja, guru-guru juga tahu saya mengajar di sanggar ini jadi mereka juga terus memotivasi saya,” ujarnya.

Harapannya, bukan hanya Dita saja yang terampil dan ikut melestarikan seni tari tapi juga anak-anak di kelurahannya juga. “Bawaanya seneng juga lihat anak-anak kecil disini belajar nari, gemes gitu dan sedikit terharu kalo latihan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Patahan Pemicu Gempa Membentang dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur, BRIN: Di Dekat Kota-Kota Besar

News
| Kamis, 28 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement