Advertisement

Jangan Salah, DIY Punya Varietas Kopi Sendiri, Bagaimana Nasibnya di Pasaran?

Lajeng Padmaratri
Senin, 03 Oktober 2022 - 07:57 WIB
Arief Junianto
Jangan Salah, DIY Punya Varietas Kopi Sendiri, Bagaimana Nasibnya di Pasaran? Barista di Omah Kopi Cokrowijayan, Gamping, Sleman saat meracik kopi Menoreh, salah satu kopi lokal DIY, untuk pelanggan pada Jumat (30/9). - Harian Jogja/Lajeng Padmaratri

Advertisement

Harianjogja, JOGJA — Setiap 1 Oktober Hari Kopi Sedunia diperingati. Sebagai negara dengan penghasil kopi terbesar keempat di dunia, Indonesia memiliki banyak jenis kopi berdasarkan wilayahnya, termasuk DIY yang memiliki kopi Menoreh dan kopi Merapi. Lalu apakah kopi lokal DIY tersebut bisa bersaing dengan kopi dari daerah lain di Indonesia? 

Secara umum, DIY memiliki dua jenis kopi, yaitu kopi dari lereng Gunung Merapi dan kopi dari Pegunungan Menoreh. Beberapa tahun terakhir kopi lokal ini semakin diminati masyarakat, khususnya penikmat kopi, di samping kopi-kopi Nusantara lainnya.

Advertisement

Sayangnya, belum banyak kopi lokal yang disuguhkan di kedai-kedai kopi yang ada di wilayah ini. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY bahkan mengungkapkan data bahwa kebutuhan kopi di DIY baru bisa tercukupi 10% dari kopi lokalnya. Sementara 90% lainnya tercukupi dari kopi luar DIY.

Salah satu penggemar kopi, Honey Intania, 25, menuturkan jika kopi lokal dari DIY sebenarnya sudah bisa bersaing dengan kopi-kopi dari daerah lainnya. Meski begitu, dia terhitung jarang sekali memesan kopi tersebut di kedai kopi di pusat kota.

Biasanya, ia memilih langsung mendatangi daerah penghasil kopi itu untuk menikmati kopinya secara langsung. Misalnya jika ingin menikmati Kopi Suroloyo, maka ia lebih senang langsung mendatangi kedai kopi di Suroloyo yang terletak di Pegunungan Menoreh, Kulonprogo secara langsung.

Perempuan asal Kalimantan itu mengaku jika dihadapkan pada berbagai jenis kopi di sebuah kedai kopi, ia cenderung memilih kopi dari luar DIY untuk bisa ia nikmati. Hal itu dipengaruhi oleh anggapan bahwa beberapa kopi dari suatu daerah punya kekhasan kopi tersendiri.

"Mungkin selera masyarakat top of mind-nya untuk kopi masih Aceh Gayo, Ijen, Flores, dan sebagainya. Dugaanku sih karena wilayah itu udah mem-branding diri bahwa mereka punya komoditas kopi yang bagus, jadi secara enggak langsung kami jadi lebih memilih kopi-kopi daerah itu. Meskipun aku juga senang dan tertarik kalau barista menyarankan manual brewing dengan kopi lokal Jogja," kata dia kepada Harianjogja.com, Jumat (30/9/2022).

Honey mengakui jika tren meminum kopi di Jogja saat ini terus meningkat. Untuk itu, dia berharap pemerintah setempat bisa berperan untuk membranding kopi lokalnya agar bisa populer di kalangan peminum kopi.

BACA JUGA: UMKM Didorong Miliki Produk Penuhi Standar SNI

Salah satu penikmat kopi yang lain, Muizz Sidiq, menuturkan jika pilihan seseorang untuk memilih jenis kopi sangat subyektif. Ia mengaku pernah menjajal kopi lokal dari Merapi beserta kopi dari daerah lain, namun ia tak ingin menyatakan kopi mana yang lebih baik dan lebih enak di lidahnya. "Potensi kopi lokal DIY itu menurutku bagus. Kalau pemerintah serius, tinggal wajibkan saja kedai-kedai kopi di Jogja untuk menyuguhkan kopi lokalnya di antara kopi luar daerah," kata dia.

Namun, persoalan kopi di Jogja menurutnya tak hanya sebatas tentang berapa jumlah produksi kopi dari petani. Ia beranggapan jika kedai kopi di Jogja belum banyak yang fokus menjual kopi, namun justru menjual suasana dan tongkrongan.

"Kopi lokal itu bisa jadi oke selama pengolahannya bagus. Selama lahannya bisa menghasilkan kopi yang bagus, tinggal roastery-nya yang bermain. Tapi sebenarnya kedai di Jogja yang menjual kopi yang fokus dengan manual brew dan mesin itu masih sedikit, lebih banyak 'jual' tongkrongan. Jadi itu yang perlu lebih dipikirkan, kenapa kedai pada nggak jual kopi lokal," urai pria asal Gunungkidul itu.

Mengusung Lokalitas

Dalam ajang Jogja Coffee Week beberapa waktu lalu, terungkap bahwa diperkirakan kedai kopi di Jogja berjumlah sekitar 1600 kedai. Namun, belum banyak kedai yang berupaya memperkenalkan kopi lokal dari DIY.

Salah satu kedai kopi yang mengangkat kopi lokal DIY ialah Toska Kahve, sebuah kedai di Wates, Kulonprogo. Kafe ini sejak awal berdiri pada 2017 lalu sudah menyuguhkan kopi robusta dari Suroloyo, Pegunungan Menoreh, Kulonprogo di samping kopi-kopi dari luar Jogja.

Salah satu peserta berkasi dalam kompetisi di Jogja Coffee Week 2, di JEC, Jumat (2/9/2022)./Harian Jogja-Lugas Subarkah

Pengelola Toska Kahve, Husein Martadi menuturkan jika mereka bangga menggunakan produk lokal Kulonprogo. Tak hanya kopi yang diambil dari Pegunungan Menoreh, bahkan gula arennya mereka juga ambil dari Kokap, Kulonprogo.

"Sebenarnya sebelum Toska berdiri, kami sudah kenal dengan petani kopi di Suroloyo. Setelah Toska buka, kami dengan semangat ingin memfasilitasi kopi lokal, kami ambil robusta Suroloyo karena kami rasa dari sisi kualitas bisa disandingkan dengan produk robusta di luar sana, seperti robusta Lampung dan Temanggung," urainya ketika dihubungi, Kamis (29/9/2022).

Di Toska, Kopi Suroloyo disuguhkan dengan inovasi yang kekinian, yaitu dijadikan menu kopi susu dengan gula aren. Dengan begitu, cara ini bisa menyasar kalangan peminum kopi yang kini masih didominasi penggemar kopi susu.

Husein terus berupaya memperkenalkan kopi lokal Kulonprogo kepada pelanggan. Jika ada pelanggan yang datang dan meminta varian kopi susu, ia akan tawarkan menu tersebut sebagai upaya mempromosikan komoditas lokal. "Kami beri nama menu kopinya Kali Progo, sangat lokal dan memang pengin kami jadikan signature di Toska. Menu ini bahkan jadi best seller nomor dua," ujarnya.

Kenikmatan kopi robusta dari Suroloyo rupanya juga dilirik oleh Omah Kopi Cokrowijayan, sebuah kedai di Gamping, Sleman untuk jadi menu unggulan yang ditawarkan. Di kedai tersebut, kopi ini disajikan dengan teknik manual brewing.

"Di sini kami menyuguhkan dua kopi lokal DIY, yaitu kopi robusta Suroloyo dan robusta Menoreh. Pelanggan yang ke sini kalau minta manual brewing memang pilih robusta Menoreh dibandingkan kopi daerah lain," kata manager Omah Kopi Cokrowijayan, Ronny Kusuma, Jumat.

Baginya, segmen pasar kedai tersebut yang menargetkan kalangan keluarga menjadikan kopi dengan manual brewing menjadi primadona. Di antara varian kopi robusta di kedainya, kopi robusta dari Suroloyo dan Menoreh diakui masih jadi unggulan.

Ronny menambahkan untuk varian arabika, dia belum mengambil kopi lokal dari DIY dan lebih memilih mengambil dari luar daerah. Namun, dia mengakui jika kedainya tetap mengambil banyak varian kopi dari daerah lain untuk menambah keragaman menu.

BACA JUGA: Jelang Pemilu 2024, Medsos ASN di DIY Akan Diawasi, Like atau Comment Dilarang

"Nama kedai kami kan Omah Kopi, jadi kalau hanya menyediakan salah satu jenis kopi saja bakal dirasa kurang lengkap. Jadi memang sejak awal kami tetap ngambil kopi dari luar daerah untuk keragaman menu, karena banyak pelanggan yang memang tertarik dengan berbagai pilihan kopi yang kami tawarkan," terangnya.

Meski demikian, Ronny menegaskan jika suatu kedai kopi sangat perlu untuk menyuguhkan varian kopi lokalnya. Selain untuk menambah keragaman jenis kopi yang ditawarkan dalam menu, upaya itu juga perlu dilakukan untuk membantu kesejahteraan petani lokal.

Banyak Keterbatasan

Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Sugeng Purwanto menuturkan jika kecepatan konsumsi kopi di DIY belum dapat diimbangi dengan kecepatan produksi komoditas kopinya. Hal itu berimbas pada pasokan kopi di DIY yang didominasi kopi dari luar daerah, bahkan mencapai 90%. "Kebutuhan kopi DIY baru bisa tercukupi 10%, sisanya 90% tercukupi dari luar DIY," kata dia, Sabtu (24/9/2022).

Dia tak menampik masih ada kendala untuk meningkatkan hasil panen perkebunan kopi di DIY. Salah satu kendalanya ada pada aspek produktivitas seperti pengolahan yang masih konvensional.

Terpisah, petani kopi di Sleman, Sumijo mengakui jika pasokan kopi di DIY didominasi kopi dari luar daerah lantaran produksi kopi lokal dari DIY masih minim. Ia juga menyebut jika luasan kebun kopi masih minim. "Di Sleman, lereng Merapi, luasannya sekitar 250 hektare sekarang. Dulu terkena erupsi Gunung Merapi itu tinggal 50 hektare," kata Sumijo ketika dihubungi pada Kamis (29/9/2022).

Menurut Ketua Koperasi Kebun Makmur, sebuah koperasi yang khusus mewadahi petani kopi di Kabupaten Sleman ini, masih banyak lahan di Sleman yang potensial untuk ditanami kopi, baik jenis robusta maupun arabika.

Menurutnya, salah satu solusi agar kopi lokal dari DIY, terutama kopi Merapi, agar bisa bertambah produksinya yaitu menambah lahan. Untuk itu, dalam waktu dekat, petani di Sleman akan menambah lahan kopi seluas 50 hektare. Dengan begitu, ia berharap bisa lebih banyak menyasar kedai-kedai kopi di DIY. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Patahan Pemicu Gempa Membentang dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur, BRIN: Di Dekat Kota-Kota Besar

News
| Kamis, 28 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement