Advertisement

Warung Sastra, Lebih dari Sekadar Jualan Buku

Sirojul Khafid
Minggu, 20 November 2022 - 23:27 WIB
Arief Junianto
Warung Sastra, Lebih dari Sekadar Jualan Buku Suasana Warung Sastra di Jogja. - Ist/Dok. Warung Sastra

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA — Bermodal memotret buku di salah satu toko buku kemudian dijual melalui di Instagram, Warung Sastra kini sudah bisa membuat tokonya sendiri. Dari penjualan 30 buku dalam sebulan, kini mereka bisa menjual ribuan paket buku.

Beasiswa Bidikmisi Ari Bagus Panuntun sudah dicabut. Memasuki semester ke-9, dia sudah tidak mendapat uang saku dari beasiswa saat kuliah di Sastra Prancis, UGM. Bagus akhirnya bekerja sebagai penjaga toko dan persewaan kamera di Jogja.

Advertisement

Sayangnya, pekerjaan delapan jam di toko itu kurang bagus secara finansial. Dengan gaji Rp1,1 juta per bulan, dia harus mengorbankan waktu, tenaga, dan yang paling besar, skripsi yang tidak kunjung selesai.

Bagus pun memilih berhenti menjaga toko rental. Dengan uang gaji di bulan terakhir, dia menjadikannya modal berjualan buku.

Awalnya, dia pergi ke salah satu toko buku di Jogja dan memotret berbagai buku yang ada. Setelah itu dia unggah di Instagram. Apabila ada yang berminat, Bagus baru membeli buku di Togamas tersebut. “Bulan pertama jualan laku 30 buku,” kata Bagus saat ditemui di Toko Warung Sastra di Tegalrejo, Jogja, Minggu (16/11/2022).

“Aku lupa detail tanggal awal aku jualan, tetapi kami memutuskan pada 11 Januari 2017. Pada 11 Januari karena ada lagunya Gigi,” kata dia.

BACA JUGA: Subsidi 50 Ton Sembako di Jogja Hampir Kelar Disalurkan

Setelah menggunakan model memotret di toko buku itu, Bagus mulai membeli beberapa buku dari sejumlah penerbit.

Dengan modal sekitar sejuta, buku pertama yang dia beli terbitan Mojok. Setelah itu berkembang ke penerbit-penerbit lain.

Penjualan semakin membaik. Dari penjualan 30 buku per bulan, di tahun awal beroperasi, toko yang kemudian bernama Warung Sastra ini bisa menjual 300 buku per bulan.

Penjualan mengandalkan Instagram yang kala itu memang sedang banyak pengguna. “Penghasilan bersih sudah lumayan, di atas Upah Minimun Regional Jogja,” katanya.

Penjualan buku memang sudah baik, tetapi Bagus merasa perlu menambah pekerjaan lain. Dia menjadi tulang punggung dan perlu melunasi hutang keluarga.

Setelah lulus kuliah pada 2018, dia bekerja untuk salah satu LSM asal Korea Selatan yang memiliki program bank sampah di Subang.

Agar Warung Sastra tetap berjalan, dia meminta bantuan teman satu kamar indekosnya, Andre. Pembagiannya, Bagus fokus di pengurusan media sosial, sementara Andre di lapangan.

“Sejak itu, aku fokus di konten, dan ternyata follower Instagram naik drastis. Sehari bisa naik Rp5.000-Rp10.000,” kata Bagus. “Kami konsisten sehari 12 konten, dan ikuti tren konten yang sedang naik.”

Kini follower Instagram Warung Sastra lebih dari 353.000 pengguna. Banyaknya follower ini juga mendongkrak penjualan. Dari yang awalnya menjual 30 buku sebulan, kini bisa menjual ribuan paket buku sebulan. Selain dari Jogja, penjualan terbanyak Jabodetabek, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Makassar.

BACA JUGA: Mahasiswa Stikom Yogyakarta Pamerkan Karya di Benteng Vredeburg

Setidaknya kini ada tiga buku best seller Warung Sastra yaitu Seni Perang karya Sun Tzu; Sebelum Filsafat karya Fahruddin Faiz; dan Seni Menulis Puisi karya Hasta Indriyana.

Selesai bekerja di Subang, Bagus kembali meninggalkan Jogja untuk mengambil kuliah master di Marseille, Prancis pada 2019.

Perdalam Ilmu

Meski kuliah Sastra Prancis, tetapi latar belakang sebagai penjual buku membuat Bagus sedikit banyak paham industri buku di Indonesia.

Hal ini yang membuatnya semakin paham saat mengikuti salah satu mata kuliah bernama Adventure Textual.

Sebagai contoh, dalam mata kuliah yang mempelajari hubungan buku dan indsutri ini, ada pembahasan bahwa cover buku di Prancis kebanyakan hanya tulisan. Namun ada satu buku yang cover-nya bersampul orang kulit hitam. “Buku itu sudah ada sejak 1955 dan diterbitkan terus-menerus. Ternyata menjual eksotisasi. Intinya buku yang dikeluarkan penerbit sudah disaring dan bisa juga menunjukkan sikap politik,” kata Bagus.

“Misal juga, buku-buku ‘kiri’ kebanyakan sampulnya merah, misal ada yang warnanya merah muda menjadi menarik untuk dibahas,” kata dia.

Sejak 2019, selang tiga tahun Warung Sastra berjalan, Bagus sudah bisa menyewa rumah untuk menjadi gudang sekaligus toko. Meski penjualan tidak seramai di online, adanya toko offline menjadi ladang pemasukan dan ruang berkumpul yang juga baik.

Meski toko offline Warung Sastra yang berada di Maguwoharjo berada di dalam perkampungan, tetapi tiap hari ada saja orang yang berkunjung. Tamu yang datang juga beragam, dari Soesilo Toer, Agus Noor, Puthut EA, sampai Fanny Soegiarto (vokalis Soegi Bornean).

Pada November 2022 ini, Warung Sastra pindah toko ke sekitar Tegalrejo, Jogja. Selain menjual buku, mereka juga membuka perpustakaan dan kafe. “Konsepnya Warung Sastra: Buku, Kopi, dan Penyetan. Kebetulan adik Andre kerjanya barista, adikku jualan ayam penyet. Ya sudah lah, sekalian difasilitasi. Toh tujuan Warung Sastra biar bisa bantu sesama anggota keluarga,” katanya.

Tentang Usaha:

Nama usaha:

Warung Sastra

Berdiri:

2017

Alamat:

Jalan Gotong Royong, Karangwaru, Tegalrejo, Jogja.

Instagram:

warungsastra

TikTok:

warungsastrajogja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus

News
| Jum'at, 26 April 2024, 10:57 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement