Advertisement

Mitigasi Bencana di Kawasan Wisata: Menjaga Kewaspadaan saat Bercengkerama dengan Semesta

Sirojul Khafid
Sabtu, 11 Februari 2023 - 19:17 WIB
Budi Cahyana
Mitigasi Bencana di Kawasan Wisata: Menjaga Kewaspadaan saat Bercengkerama dengan Semesta Sejumlah pengunjung bermain air di Blue Lagoon Jogja, Sleman, beberapa waktu lalu. - Istimewa

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJAWisata alam atau wisata luar ruang kian digandrungi terlebih sejak Pandemi Covid-19. Namun kejadian bencana alam di DIY juga semakin tinggi beberapa tahun belakangan. Apakah masih aman berwisata dalam kondisi seperti ini? Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Sirojul Khafid.

Wulan Yanuarwati bisa jadi salah satu orang yang beruntung. Meski sering “mencuri”, sejauh ini belum pernah ditangkap polisi. Memang, yang Wulan curi sepertinya belum diatur dalam KUHP. Benda yang dicuri berupa energi positif dari alam.

Advertisement

Sepekan sekali, dia akan berkunjung ke berbagai tempat, entah wilayah dengan pepohonan, sungai, tebing, atau pantai. Namun, yang paling sering adalah pohon. Mungkin ini ada kaitan masa kecil Wulan yang suka memanjat pohon. Di setiap kesempatan, terlebih saat suasana hati sedang buruk, dia akan mencari pohon dan berbincang dengannya. Saking sukanya pohon, dia sampai menamai salah satu pohon besar yang berada di selatan Jogja dengan panggilan Tom (tanpa diimbuhi Jerry).

“Waktu itu aku sedih banget, abis ada kejadian buruk, dan ngobrol sama Tom. Eh dia kaya jawab seperti goyang [pohonnya], mungkin kena angin, tapi aku percaya kalau kita bisa ngobrol sama pohon [dan tumbuhan lainnya],” kata perempuan asal Jogja ini, Rabu (8/2).

Kecintaan akan pohon merembet pada kecintaan unsur alam lainnya. Mungkin mayoritas tempat di DIY sudah Wulan kunjungi, dari yang popular sampai yang belum ada pengelolanya. Berbagai tempat ini, ada yang tergolong aman, ada pula yang berpotensi menimbulkan bencana.

BACA JUGA: Begini Foto Rancangan Jembatan Pandansimo yang Menyambungkan JJLS Bantul dan Kulonprogo

Sayangnya, tempat yang sudah ada pengelolanya, entah popular atau belum, tidak ada yang mengarahkan atau memberikan tata cara keselamatan apabila terjadi bencana. Misalnya saat Wulan berkunjung ke kafé yang tempat duduknya berada di atas sungai, tidak ada peringatan atau arahan dari pengelola. Padahal bisa saja sewaktu-waktu gelombang banjir datang.

“Saat ke tempat yang enggak terkenal, atau enggak ada pengelolanya, justru ada warga yang memberikan peringatan. Waktu itu pernah main ke sungai di Kulonprogo, ada petani yang bilang hati-hati kalau banjir,” kata perempuan berusia 34 tahun ini.

Arahan keselamatan menjadi penting mengingat bencana di DIY semakin meningkat dalam berbagai jenis. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, ada 1.817 kejadian kebencanaan di DIY selama 2022. Kejadian kebencanaan ini berupa angin kencang sebanyak 147 kejadian, longsor: 707, kebakaran: 114, banjir 74, gempa terasa dan tidak terasa 771 kejadian, dan gunung api dua.

Kepala Pelaksana BPBD DIY, Biwara Yuswantana, mengatakan sebagai tempat tujuan wisata, pengelola objek wisata perlu menyampaikan safety briefing pada para pengunjung. “Safety briefing ini menjadi bagian dari materi yang disampaikan pelaku wisata, pemandu wisata, dan sebagainya,” katanya.

Dengan adanya safety briefing, wisatawan yang berasal dari luar DIY dapat memahami tindakan yang diperlukan apabila terjadi kejadian kebencanaan. Sehingga tidak hanya rasa senang, harapannya rasa aman juga tercipta. Namun safety briefing sepertinya belum umum diterapkan. Saat berkunjung ke Blue Lagoon Jogja, Qorri Uyuni hanya membayar parkir dan karcis saja. Tidak ada arahan keselamatan atau sejenisnya. Padahal tempat yang dia kunjungi sejenis kolam renang yang menjadi bagian dari sungai.

“Enggak takut sih, meski aku ngerasanya kayak ada ombaknya gitu. Tapi lebih takut kedalaman sungainya aja, sama ada banyak batu-batu gitu,” kata mahasiswa kampus swasta di Jogja yang kini berusia 21 tahun. “Enggak ada pengarahan sama sekali dari pengelola.”

Apabila Qorri tak kenal jeri, berbeda lagi dengan Sakban Khusen. Tidak adanya arahan keselamatan atau fasilitas keamanan di beberapa tempat wisata bikin ia cukup khawatir saat berwisata. Sebut saja puncak Gunung Nglanggeran. Saat Sakban ke sana, tidak ada pembatas di area puncak, padahal di bagian samping-samping langsung berbatasan dengan tebing.

“Di bagian atas atau puncaknya itu batu,” kata laki-laki berusia 28 tahun yang juga karyawan swasta ini. “Malah lebih safety gunung-gunung kayak Merbabu, Andong, dan Prau, karena itu treknya tanah dan rumput.”

Meski mayoritas tempat wisata yang Sakban kunjungi masih minim arahan keselamatan, beberapa tempat sudah mulai memasang berbagai tanda. Di beberapa pantai misalnya, ada penanda jarak aman berenang. Sementara di wisata Kaliurang ada beberapa penanda jalur evakuasi.

“Kalau di Kebun Buah Mangunan paling kayak ada pagar pembatas tebing dan peringatan dilarang melewati pagar,” katanya.

Terlepas dari minimnya arahan dan fasilitas keselamatan di wisata yang berbasis alam, untungnya Sakban, Qorri, dan Wulan belum pernah mengalami kejadian buruk. Meski belum terjadi, bukan berarti tidak mungkin terjadi. Beberapa hari sebelumnya, tepatnya 3 Februari 2023, salah satu sisi talut di Tebing Breksi longsor.

BACA JUGA: Cerita Bulan dan Anwar Tampilkan Sederet Band Metal di Resepsi Pernikahannya

Pengelola Wisata Tebing Breksi, Kholiq Widiyanto, memastikan kegiatan wisata tidak terganggu dan masih berjalan normal. Bagian longsor hanya sedikit di sebelah barat area parkir. Talut yang merupakan milik warga tersebut masih tergolong baru. "Ini kan hanya sebagian kecil parkir, jadi parkir yang lain masih luas. Enggak ada masalah [aktivitas wisata berjalan normal]," katanya.

Dalam analisa awal, ada beberapa bagian pembangunan yang tidak sesuai kaidah konstruksi. Tidak sesuainya kaidah ini termasuk talut yang terlalu tegak dan tidak ada suling-suling air. Pengelola dan warga sedang dalam komunikasi untuk kemudian memperbaiki talut yang longsor. "Kalau dari kami sih secepatnya [perbaikannya]. Cuma ini kan berkaitan dengan biaya, perjanjian bagaimana, apakah si pemilik tanah ini kami cukupi dulu, atau syukur-syukur [sudah] punya uang," kata Kholiq.

Bencana ini salah satu gambaran potensi bencana yang ada di wisata berbasis alam. Selain sarana prasarana yang memadai dan menunjang keamanan, adanya tanda dan arahan keselamatan juga perlu menjadi perhatian penting. Agar nantinya Sakban bisa mendaki gunung dengan tenang, Qorri bisa berenang di sungai dengan nyaman, dan Wulan bisa bercengkerama dengan pohon secara leluasa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Pemerintah Pastikan Tidak Impor Bawang Merah Meski Harga Naik

News
| Kamis, 25 April 2024, 13:57 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement