Cara Arief Avicenna Haris Jalankan Bisnis sembari Pegang Teguh Filosofi Kopi
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA — Dengan konsep slow bar, Arief Avicenna Haris bisa mengajak pengunjung kafenya saling bertukar cerita dengan leluasa. Siapa pun bisa bercengkerama, mulai dari belajar tentang kopi hingga sebatas obrolan pelipur hati.
Selepas waktu asar, sudah ada dua orang yang berkunjung di Darat Coffee Lab. Salah satunya merupakan pengunjung dari Bima, Nusa Tenggara Barat yang sengaja ke Jogja untuk “recovery”.
Advertisement
Di tempat asalnya, usaha kopinya sedang gonjang-ganjing, dia merasa perlu merenung sejenak. Di Darat, orang itu berbincang banyak dengan Arief Avicenna Haris, pemilik kedai.
Hanya ada tiga orang. Darat memang bukan kedai kopi yang menargetkan banyak orang dalam sekali waktu. Dengan model bar yang terbuka, justru interaksi lah salah satu menu utamanya, selain tentunya kopi itu sendiri. Sesekali obrolan mereka terjeda oleh orang datang dan membeli biji kopi, kemudian langsung pergi.
Slow bar. Begitu Avis, panggilan akrabnya, menamai konsep kedai kopi yang bibitnya sudah tertanam sejak 2015.
Kala itu, dia masih kuliah semester akhir saat memulai usaha di bidang kopi. Kuliah jurusan arsitektur di Universitas Islam Indonesia (UII) ia lakoni sebagai hobi mencari ilmu.
BACA JUGA: Profil Orang Kaya Thailand yang Habiskan Miliaran Rupiah
Sementara kegiatan kesenian yang selama ini menghidupi, perlahan sepi dengan regulasi Dana Keistimewaan DIY yang berubah. Pentas pun semakin jarang.
Kopi menjadi pilihan lantaran unsur kedekatan. Lahir dan tumbuh di Pematang Siantar, Sumatra Utara, budaya ngopi sudah mandarah daging.
Pagi hari, menjelang istirahat siang, sore, bahkan malam, kebiasaan minum kopi terus ada. Saat merantau ke Jogja untuk kuliah, Avis juga sering membawa kopi. “Sering saat di kos, mbuatin kopi buat teman, ngolah pakai teflon,” kata Avis saat ditemui di Darat yang berada di Jalan Nangka, Sanggrahan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Sabtu (4/3/2023).
Keputusan membangun kedai kopi juga lantaran ada irisan dengan seni. Baginya, kopi dengan segala filosofi, bentuk, sampai proses pembuatan memiliki kenikmatan seni tersendiri. Terwujud lah kedai kopinya yang bernama Darat, dengan konsep kopi tradisional seperti di kampung halamannya.
Kopi tradisional artinya memakai kopi yang sudah menjadi bubuk, bukan memproses sedari biji kopi.
Selang dua pekan sejak buka, Avis merasa perlu rehat sejenak. Alasan utamanya, teman yang merupakan barista merasa kopi dan proses yang Avis tawarkan “bukan benar-benar kopi”. Perlu memakai jenis biji kopi tertentu, alat tertentu, sampai cara tertentu.
Temannya itu juga meminta Avis bertemu dengan para barista yang sudah lebih senior di Jogja. Belum lagi ada ulasan yang tertulis “Meskipun kopinya tidak menarik, tapi layak untuk dicoba,” dari salah satu konsumen yang menulis di blog.
Kejadian ini berulang. Segala sesuatu yang dilakukan Avis selalu salah di mata temannya yang barista.
“Kok aku salah terus, harus pakai air galon lah, pakai kompor lah, dan lainnya,” kata laki-laki berusia 30 tahun tersebut.
“Pernah juga bawa biji kopi dari berbagai daerah, dianggapnya enggak penting.”
Meski sering buka tutup dan belum mendapat untung dari pembukaan kedai sampai di tiga tahun awal, Avis terus mengulik tentang kopi.
Mulai dari membaca berbagai macam buku, belajar teknik roastery, sampai mencari biji kopi dari berbagai daerah.
Dalam satu tahun, sudah banyak akselerasi dalam pengembangan kopi. Bahkan dia menjadi juri sebuah kompetisi kopi di Jogja. Teman yang dahulu sering mengkritik menjadi salah satu pesertanya.
Mengenal Slow Bar
Kedai kopi milik Avis sering berpindah. Saat berada di Jalan Sardjito, dengan denah kedai yang cukup intim, interaksi dengan pelanggan mulai berjalan intens.
Pengalamannya memiliki pendangan yang berbeda dari komunitas juga membuatnya lebih vokal menyuarakan pendapatnya, salah satunya melalui media sosial.
Memasuki 2017, Darat semakin independen dalam mengolah kopinya sendiri. Avis membuat tempat roasting biji kopi. Sebelumnya, dia masih bergantung dengan orang lain. Hal ini semakin membuatnya liar, dengan menerapkan konsep yang sebelumnya belum lazim di Jogja.
“Slow bar ini lebih menekankan interaksi, mulai dari obrolan kopi bisa ke banyak hal. Pernah kami ngobrol kenapa Adam Suseno pakai baju minion. Enggak ada sistem antrean, interaksi bukan hanya konsumen dengan barista, tapi juga sesama pelanggan,” imbuh dia.
Slow bar juga tidak melulu owner yang harus berinteraksi dengan konsumen, tetapi bisa juga menggunakan sistem. Bisa dengan merekrut barista yang pada dasarnya memang suka berbincang.
Jam buka kedai juga fleksibel, akan diperbaharui di media sosial Darat. Menu kopi pun menyesuaikan yang disediakan oleh barista. Tidak ada menu pasti setiap harinya.
Dengan konsep open bar, memungkinkan konsumen melihat atau justru belajar cara membuat kopi.
Kedai seperti ini juga menjadi penyaring jenis konsumen. Semisal ada pelanggan yang datang di luar jam yang ditentukan, atau memesan yang tidak ada, serta lainnya, konsumen dipersilakan untuk datang lain kali atau ke tempat lain.
BACA JUGA: Kafe Main-main Beri Klarifikasi Terkait Pencopotan Spanduk
Memang konsumen kemudian cenderung sepi, namun lebih baik seperti ini daripada ramai tapi orangnya random.
Barista dan pengunjung berpotensi banyak berbicara tentang kopi. Ini sebagai cara Avis dan tim memberikan pengetahuan yang mereka miliki.
Sempat terseok saat membuka kedai di awal-awal, termasuk dari sisi akses, kini saatnya dia membantu orang lain.
Namun, apabila barista yang sedang berjaga tidak tahu beberapa hal tentang kopi, maka dia akan jujur. “Kalau baru belajar, ya barista kami akan bilang baru belajar, enggak apa-apa bilang enggak tahu. Konsumen jadi tahu enggak semua barista itu jago, justru tamu bisa sharing semisal dia lebih paham,” katanya.
Tempat kopi dengan konsep slow bar membuat banyak pertemuan dan cerita yang tak terduga. Pernah ada anak SMA yang sengaja datang dari Purwokerto ke Darat. Dia baru saja putus cinta dan meminta saran pada Avis. Tentu Avis pun bingung harus menanggapi seperti apa. Tetapi setidaknya si anak SMA patah hati punya teman bercerita.
Begitu pun orang Bima yang sudah beberapa jam singgah di Darat. Dari yang sebelumnya buntu hendak melangkahkan ke mana lagi kedai kopinya, dia terpikir untuk membuat konsep slow bar yang sama, namun dengan menu kopi yang berbeda.
BIODATA:
Nama lengkap:
Arief Avicenna Haris
Usia:
30 tahun
Pekerjaan:
Pemilik Darat Coffee Lab
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Pemerintah Inggris Dukung Program Makan Bergizi Gratis Prabowo-Gibran
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Pilkada Bantul: TPS Rawan Gangguan Saat Pemungutan Suara Mulai Dipetakan
- BPBD Bantul Sebut 2.000 KK Tinggal di Kawasan Rawan Bencana Longsor
- Dua Bus Listrik Trans Jogja Senilai Rp7,4 Miliar Segera Mengaspal
- Akan Dipulangkan ke Filipina, Begini Ungkapan Mary Jane Veloso
- Lima Truk Dam Asal Jogja Buang Sampah ke Saptosari Gunungkidul, Sopir Diamankan Polisi
Advertisement
Advertisement