Advertisement

Sejauh Mana Keterlibatan Ormas dalam Kasus Penutupan Patung Bunda Maria di Kulonprogo?

Tim Harian Jogja
Jum'at, 24 Maret 2023 - 19:17 WIB
Bhekti Suryani
Sejauh Mana Keterlibatan Ormas dalam Kasus Penutupan Patung Bunda Maria di Kulonprogo? Sasana Adhi Rasa di Padukuhan Degolan, Kalurahan Bumiorejo, Lendah, Kulonprogo, lokasi berdirinya patung Bunda Maria, ditutup, Jumat (24/3 - 2023). / Harian Jogja

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA–Kasus penutupan patung Bunda Maria di Padukuhan Degolan, Kalurahan Bumirejo, Lendah, Kulonprogo pada Rabu (22/3/2023) lalu menimbulkan polemik. Narasi yang disampaikan polisi ke publik mengklaim penutupan itu dilakukan murni inisiatif pemilik rumah doa Yacobus Sugiarto, bukan karena tekanan ormas Islam yang keberatan adanya patung yang berdekatan dengan sebuah masjid di lokasi tersebut.

Kapolres Kulonprogo AKBP Muharomah Fajarini menggelar jumpa pers di Mapolres Kulonprogo pada Kamis (23/3/2023) malam. Dia meminta maaf atas kesalahan penulisan narasi oleh anggotanya dalam penutupan patung Bunda Maria.

Advertisement

Dalam narasi aawal laporan polisi yang tersebar di media berisi, penutupan patung di rumah doa Sasana Adhi Rasa S.T Yacobus itu sebagai tindak lanjut atas kedatangan ormas Islam yang pada waktu sebelumnya datang menyampaikan aspirasi masyarakat atas ketidaknyamanan sebagian warga dengan keberadaan patung tersebut karena menganggu umat Islam yang melaksanakan ibadah di Masjid Al-Barokah menjelang ramadan 2023.

Adapun Kapolres AKBP Muharomah Fajarini justru menyebut tidak ada tekanan dari ormas Islam.

“Berita yang beredar adalah kesalahpahaman atau gagal paham dari anggota kami dalam menulis laporan. Pada prinsipnya pembangunan rumah doa perlu adanya sosialisasi dari keluarga kepada masyarakat, tokoh desa serta FKUB [Forum Kerukunan Umat Beragama],” kata Fajarini.

“Mohon maaf, anggota kami salah dalam penulisan narasi dan kami telah mendapat perintah dari Bapak Kapolda DIY, bahwa tidak ada ormas yang mengganggu keamanan dan ketenteraman. Bila ada ormas yang mengganggu keamanan, kenyamanan, dan ketenteraman khusunya di wilayah Kulonprogo, maka akan kami tindak,” katanya.

Kendati demikian, Fajarini mengakui pernah ada ormas yang mendatangi rumah doa tersebut.

“Memang ada orang yang mengaku dari ormas yang hadir di sana [tempat doa Sasana Adhi Rasa]. Dia berupaya menyampaikan masukan dari warga. Tidak ada tekanan yang memaksa untuk menutup patung Bunda Maria tersebut apalagi menggunakan terpal,” ucapnya.

Namun kesaksian sejumlah narasumber yang diwawancarai media ini justru menujukkan hal berbeda. Ada indikasi kuat keterlibatan ormas dalam penutupan patung simbol agama bagi umat Katolik itu.

Patung Bunda Maria ditutup beberapa hari setelah kedatangan perwakilan ormas yang memprotes keberadaan patung tersebut.

Penyelenggara Agama Katolik Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Kulonprogo Yohanes Setiyanto mengatakan keluarga pemilik tempat doa berinisiatif menutup patung Bunda Maria dengan kesadaran penuh supaya masyarakat lebih tenang.

“Salah satu cara yang dipilih oleh keluarga itu adalah menutup [patung Bunda Maria],” kata Yohanes melalui sambungan telepon kepada Harianjogja.com, Jumat (24/3/2023) siang.

Yohanes kemudian menerangkan kronologi penutupan patung Bunda Maria.

Awalnya, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) menyampaikan informasi kepada Kemenag Kulonprogo terkait adanya rumah doa di Padukuhan Degolan, Bumirejo, Lendah, Kulonprogo. Usai didalami, Kemenag Kulonprogo menyatakan bahwa tempat tersebut bukan rumah doa maupun tempat ziarah, melainkan rumah pribadi.

Rumah itu dimiliki Yacobus Sugiarto yang saat ini menetap di Jakarta. Ia membeli di tanah kelahirannya di asalnya Kulonprogo agar di kemudian apabila sudah meninggal dunia, dia dan istrinya bisa dikuburkan sana.

“Dulu namanya rumah doa, sekarang sudah tidak lagi, diganti nama jadi Sasana Adhi Rasa,” ujar dia.

Akhir Desember 2022, keluarga Yacobus Sugiharto mendirikan sebuah patung Bunda Maria setinggi enam meter di halaman rumah. Patung itu mengarah persis ke sebuah masjid yang berada di seberangnya. Pada 11 Maret 2023, keluarga Yacobus Sugiharto menyerahkan pengelolaan tempat itu kepada Paguyuban Damarjati Marganingsih. Kemudian, ada sekelompok orang yang mengaku dari ormas Islam mendatangi Sasana Adhi Rasa. Mereka mengaku ingin menyampaikan aspirasi dari masyarakat yang meminta agar patung tersebut diturunkan.

Pengurus Paguyuban Damarjati Marganingsih mengatakan tidak bisa menurunkan patung itu tanpa persetujuan sang pemilik.

“Seminggu kemudian, ormas itu datang lagi dengan tiga mobil,” kata Yohanes.

Seorang yang mengetahui kedatangan ormas tersebut mengatakan salah satu orang yang mengaku dari ormas datag pada 11 Maret untuk meminta patung itu dipindahkan atau dibongkar agar tidak terlihat dari masjid. Alasannya, umat Muslim akan menjalankan ibadah puasa Ramadan. Sepekan berselang, orang-orang ormas itu datang kembali untuk mempertanyakan pembongkaran patung Bunda Maria, atau Dewi Maria dalam istilah Kristen Jawa.

Warga setempat juga mengatakan rombongan orang datang dua kali.

“Benar ada ormas ke sini. Pertama kali pada tanggal 11. Ada 20-an orang pakai sepeda motor dan satu mobil bukaan sekitar jam 12 siang. Mereka luhuran dulu. Lalu seminggu lalu ada tiga mobil dengan 18 sampai 20 orang pas pengajian jam 8.30 malam,” kata dia, Jumat (24/3/2023).

Dia mengatakan salah satu dari rombongan itu mengaku datang dari Kota Jogja.

“Warga di sini sendiri damai, tidak menolak tempat doa atau patung Bunda Maria itu,” ucap dia.

Beberapa hari setelah dua kali kedatangan rombongan orang yang mengaku dari ormas tersebut, Yacobus Sugiharto mengirimkan terpal dari Jakarta untuk menutup patung.

Yohanes Setiyanto mengatakan niat keluarga Yacobus Sugiharto untuk menutup Patung Bunda Maria supaya tidak mencolok sudah dijalankan.

“Tetapi ini bukan kriminalisasi dari ormas tertentu, melainkan keluarga memang bertekad, jadi sudah ada kesepakatan untuk mencari langkah-langkah agar aman, nyaman, tenteram,” ujar Yohanes.

Tidak hanya dari pengakuan Yohanes, adanya unsur ormas dalam polemik kasus dugaan intoleransi ini juga disampaikan Kepala Polsek Lendah AKP Agus Dwi Sumarsangko pada Kamis (23/3/2023) tak lama setelah ramai beredarnya video penutupan patung tersebut.

Agus Dwi mengatakan ormas tersebut datang menyampaikan aspirasi masyarakat atas ketidakyamanan mereka tentang keberadaan Bunda Maria. “Mereka menganggapnya mengganggu umat Islam yang melaksanakan ibadah di Masjid Al-Barokah,” kata Agus.

Agus menegaskan patung tersebut tidak ditutup polisi, tetapi oleh pemilik tempat doa. “Kami hanya menyaksikan. Terpal itu juga dipesan oleh pemilik tempat doa dari Jakarta,” katanya.

Foto-foto yang memperlihatkan aparat kepolisian berdiri bersama beberapa orang di depan patung Bunda Maria yang sudah ditutup terpal biru juga beredar luas.

Sejumlah organisasi masyarakat mengecam tekanan dari ormas Islam yang membuat pemilik Sasana Adhi Rasa menutup patung Bunda Maria.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jogja meminta kepolisian tegas menindak kelompok intoleran. Kepala Divisi Pendidikan dan Pengkaderan LBH Jogja Kharisma Wardhatul Khusniah menjelaskan kepolisian kerap bias dalam menangani masalah intoleransi. “Polisi seringnya bias memandang siapa yang harus dilindungi siapa yang harus ditindak dalam masalah intoleransi, cara pandang bias ini harus dihilangkan,” katanya.

Kharisma menyebut masalah intoleransi bukan perkara sulit untuk ditangani. “Karena sudah kelihatan siapa menyerang siapa, siapa pelakunya siapa korbannya jelas. Tapi karena cara pandangnya keliru, penangananya jadi tidak tegas,” jealsnya.

Polri, menurut Kharisma, sudah memiliki Peraturan Kapolri No.8/2013 tentang Penanganan Konflik Sosial yang salah satu poinnya menjunjung nilai hak asasi manusia atau HAM.

BACA JUGA: Duduk Perkara Penutupan Patung Bunda Maria: Penjelasan Polisi Serta Pengakuan Warga dan Saksi Mata

“Salah satu nilai HAM yang mutlak adalah kebebasan berkeyakinan dan beragama, artinya kebebasan itu harus dilindungi dalam konflik sosial,” kata dia.

Dia mengatakan dalam banyak kasus, kelompok minoritas malah ditepikan. “Seperti di Lendah, Kulonprogo. Cara meredam konflik dengan memenuhi ego kelompok intoleran hanya melahirkan tindakan intoleransi selanjutnya, ini harus diputus dengan polisi yang tegas,” ujarnya.

“Pedoman menangani kasus intoleransi juga perlu dibuat spesifik, karena konflik sosial sering dipahami sebagai benturan fisik. Sementara, intoleransi itu dalam banyak kasus kasat mata tak ada benturan fisik, dengan aturan yang spesifik polisi punya panduang yang baik untuk menangani kasus intoleransi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Kejagung Tetapkan 5 Tersangka Baru Kasus Korupsi Timah, Bos Maskapai Penerbangan Terlibat

News
| Sabtu, 27 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement