Advertisement

Kementerian Kominfo Gencarkan Literasi Digital Cegah Konten Negatif

Ujang Hasanudin
Sabtu, 03 Juni 2023 - 23:07 WIB
Bernadheta Dian Saraswati
Kementerian Kominfo Gencarkan Literasi Digital Cegah Konten Negatif Ketua TP PKK DIY, GKR Hemas (ketiga dari kiri) saat berfoto bersama para narasumber dalam Talkshow Pemuda Berkarakter Pancasila Dalam Dunia Digital di Lapangan Timbularjo, Kapanewon Sewon, Bantul, Jumat (2/6 - 2023).

Advertisement

Harianjogja.com, BANTUL—Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terus berupaya menggencarkan literasi digital kususnya kepada kalangan anak muda untuk mencegah konten-konten negatif. Sebab anak-anak muda generasi milenial dan generasi Z saat ini yang lebih dekat dengan digital.

Direktur Pemberdayaan informatika, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Kominfo, Bonifasius Wahyu Pudjianto mengatakan berdasarkan data statistik dari We Are Social 2023, Indonesia memiliki jumlah pengguna internet sebesar 212,9 juta. Angka tersebut menandakan bahwa 77% masyarakat sudah menggunakan internet. 

Advertisement

Dari banyaknya pengguna internet tersebut, masih banyak ditemukan konten-konten negatif. Ia menyebut selama tahun ini sampai 16 Mei 2023, tercatat ada 1.937.896 konten negatif di internet.

“Kasus paling banyak di digital adalah bagaimana kita take down konten-konten negatif, ada pornografi, perjudian, penipuan, HKI, ada juga yang terkait dengan terorisme, ini harus kita eliminir dari ranah digital. SARA dan hoaks juga masih tinggi,” katanya dalam acara Talkshow Pemuda Berkarakter Pancasila Dalam Dunia Digital di Lapangan Timbularjo, Kapanewon Sewon, Bantul, Jumat (2/6/2023) malam.

Baca juga: Long Weekend di Jogja, Ada Kotabaru Selain Malioboro Lho

Talkshow tersebut menghadirkan ketua TP PKK DIY Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, Peppy Petrus dari Tular Nalar, Direktur Pengembangan Kekayaan Intelektual Industri Kreatif Robinson Sinaga. Acara yang dihadiri ribuan warga tersebut juga dimeriahkan dengan Ndarboy Genk.

Boni-sapaan akrab Bonifasius Wahyu Pudjianto menjelaskan dalam statistik penanganan konten internet negatif paling banyak adalah konten pornografi sebanyak 1.182.996 konten, disusul perjudian sebesar 720.430, penipuan 17.138 konten.

Selain itu ada pula konten terorisme dan radikalisme sebanyak 527, konten SARA sebesar 189 konten, dan masih banyak lagi termasuk pencemaran nama baik, berita bohong atau hoaks dan lain-lain. “Paling tinggi pornografi, paling banyak dan perlu setiap saat kita take down. Jika tidak, itu akan mencemari generasi muda kita,” ujarnya.

Konten negatif itu diakuinya tersebar di sejumlah platform media sosial. “Platform itulah yang kita cermati dan kita identifikasi paling banyak konten negatif dan yang harus kita take down. Kita deteksi, ketika ada konten melanggar UU ITE kita kerjasama dengan platformnya untuk take down,” ucapnya.

Masih banyaknya konten negatif di internet, kata Boni, maka diperlukan literasi digital. Terdapat empat pilar literasi digital untuk membuat masyarakat Indonesia cakap digital yang terus digencarkan, yakni digital skill, digital safety, budaya digital dan etika digital.  Pilar ketiga dan keempat, menurutnya, tak kalah penting agar masyarakat dapat memanfaatkan teknologi digital secara positif.

“Karena apa? Karena kita justru sering lupa di dunia digital kita harus layaknya di dunia nyata, ada etika di dunia digital, jadi tidak boleh sembarangan menggunakan kata-kata kasar, bahkan berita hoaks, semua ada tuntutan hukum, demikian juga tindakan kriminal atau cyber crime,” terangnya.

Sementara Peppy Petrus dari Tular Nalar menyatakan bahwa dunia digital tak lepas dari media sosial. Ia menyebut warganet Indonesia adalah warganet terbarbar se-Asia Tenggara. Peppy mengajak warga masyarakat untuk lebih memperhatikan apa yang diunggah di media sosial. “Jejak digital tidak bisa dihapus. Dengan adanya UU ITE semoga teman-teman bisa berpikir kritis sebelum membuat konten atau menyebarkan konten,” katanya.

Saring Informasi

Peppy meminta masyarakat untuk menyaring terlebih dahulu informasi yang diperoleh sebelum menyebarkannya. Karena tidak sedikit masyarakat mendapat informasi, melalui aplikasi percakapan Whatsapp misalnya dan belum dicek kebenarannya sudah disebarkan.

Adapaun GKR Hemas lebih banyak mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Menurutnya meski komunikasi lewat media sosial namun harus mengedepankan etika dan budaya serta menjunjung tinggi ideologi bangsa.

“Semua harus hati-hati, menjaga bangsa yang luar biasa besar ini agar tidak terpecah belah. Kita harus tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, kita punya ideologi Pancasila sebagai pemersatu bangsa, jangan sampai Indonesia terpecah-pecah,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Jelang Lebaran, PLN Hadirkan 40 SPKLU Baru di Jalur Mudik untuk Kenyamanan Pengguna Mobil Listrik

News
| Jum'at, 29 Maret 2024, 11:07 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement