Advertisement
Olah Sampah Mandiri, Kelurahan Caturharjo Tak Lagi Andalkan TPA Piyungan

Advertisement
Harianjogja.com, BANTUL—Sejak setahun terakhir warga di Kalurahan Caturharjo, Kapanewon Pandak, Kabupaten Bantul sudah tidak lagi mengandalkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan untuk mengolah atau membuang sampah.
Warga mengolah sampah mandiri dengan gerakan 5.000 jugangan dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) tingkat kalurahan. Bahkan residu dari sampah tidak dibuang tetapi diolah menjadi asap cair sisa pengembunan pembakaran sampah yang punya nilai ekonomi mahal.
Advertisement
Lurah Caturharjo Wasdiyanto mengatakan gerakan memilah sampah masif sejak setahun terakhir dengan biaya dari dana desa atau kalurahan. Gerakan tersebut salah satunya dengan membuat 5.000 jugangan di semua dusun dan masyarakat diminta untuk mengelola sampah mandiri.
“Sampah organiknya dimasukkan ke jugangan dan sampah nonorganiknya diambil Badan Usaha Milik Kalurahan [BUMKal]. Lambat laun kesadaran masyarakat terbangun dengan membuat rumah kumpul sampah di tiap dusun,” katanya di Rumah Edukasi Sampah Caturharjo di Dusun Kuroboyo, Caturharjo, Kamis (3/8/2023).
Sampah nonorganik yang dikumpulkan dari warga kemudian dipilah kembali pengurus BUMKal. Sampah yang laku jual kemudian dijual ke pengepul. Hasil penjualan tersebut sebagian menjadi pendapatan BUMKal dan sebagian lainnya dikembalikan ke warga untuk kas dusun dan kas RT.
BACA JUGA: Malioboro Jadi Jalur Pedestrian, Ini Gedung dan Bangunan yang Hilang
Adapun sampah yang tidak bernilai ekonomis kemudian dihancurkan melalui alat pembakaran yang diklaim ramah lingkungan. Alat pembakaran yang disebut waster terminator tersebut merupakan bantuan dari Warkaban atau paguyuban warga Bantul yang merantau di berbagai daerah.
Kesadaran Masyarakat
“Asapnya ditampung dan dialirkan ke tabung jadi asap cair. Asap cair ini mahal dengan harga satu liter bisa mencapai jutaan rupiah. Asap cair ini dianggap bisa jadi bahan untuk menghilangkan bau,” ucap Wasdiyanto.
Tempat pembakaran sampah residu yang dinilai ramah lingkungan ini memanfaatkan lahan wakaf Muhammadiyah. Lahan seluas sekitar 1.300 meter tersebut awalnya adalah SMP Muhammadiyah.
Rumah Edukasi Sampah tersebut kini menjadi laboratorium mini pengelolaan sampah yang bisa dikunjungi masyarakat yang ingin belajar mengolah sampah. Sebab, ada aneka kerajinan dari sampah juga di rumah itu.
Dosen UAD dan anggota Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UAD, Dedi Wijayanti, mengaku sudah mendampingi pengelolaan sampah di Caturharjo sejak 2022 lalu.
Bahkan, saat ini UAD telah memberikan bantuan alat pengelolaan sampah. “Caturharjo ini termasuk berhasil dalam mengelola sampah. Akademisi hanya membantu. Selebihnya adalah kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Tren Baru Libur Sekolah ke Jogja Mengarah ke Quality Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Tidak Dapat Murid Baru, 10 SD di Gunungkidul Tak Langsung Ditutup
- Operasi Patuh Progo di Jogja Segera Dimulai, Ini Sasaran Pelanggaran yang Ditindak
- Baru Diluncurkan, Koperasi Desa Merah Putih Sinduadi Dapat Ratusan Pesanan Sembako
- DIY Bakal Bentuk Sekber Penyelenggara Haji-Umroh, Upayakan Direct Flight dari Jogja ke Makkah
- Sasar 2 Terminal di Gunungkidul, Kegiatan Jumat Bersih Jangan Hanya Seremonial Semata
Advertisement
Advertisement