Advertisement
Musim Hujan Tiba, Pusat Kedokteran Tropis UGM Ingatkan Masyarakat Waspada Penyakit

Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Direktur Pusat Kedokteran Tropis UGM, dokter Riris Andono Ahmad mengungkapkan ada sejumlah penyakit yang patut diwaspadai selama awal musim penghujan. "Seperti biasa, flu, DBD dan apabila banjir leptospira," jelas Riris, Senin (6/11/2023).
Khusus DBD, Riris menyoroti faktor suhu dalam perkembangan nyamuk Aedes aegypti. Bila suhu di lingkungan cocok, Aedes aegypti bisa berkembang meski di dataran tinggi. "Sebenarnya faktor yang lebih berpengaruh bukan ketinggiannya, tetapi suhu lingkungan," katanya.
Advertisement
Apalagi dengan faktor global warming turut menciptakan suhu yang mungkin lebih hangat di dataran tinggi. "Sehingga dengan pemanasan global, sangat mungkin nyamuk bisa berkembang di ketinggian tersebut. Ketika suhu menjadi lebih hangat dan ada pemukiman manusia yang relatif padat," ungkapnya.
Sebelumnya Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P) Dinkes Sleman, Khamidah Yuliati menyebut angka kasus DBD cenderung mengalami penurunan pada saat musim kemarau. Hal itu dapat terjadi lantaran minimnya genangan sebagai salah satu tempat berkembangnya sektor DBD saat musim kemarau. "Biasanya pada saat musim kemaraunya itu sendiri memang turun kasusnya," ujarnya.
Namun saat nanti musim hujan tiba, kasus DBD patut diwaspadai di sejumlah wilayah Sleman. "Kalau masuk musim penghujan mungkin juga kita harus waspada dengan DB atau penyakit penyakit yang vektor nyamuk," ujarnya.
BACA JUGA: Piala Dunia U-17 Mulai 10 November, Ini Daftar Stadion, Grup dan Jadwal Lengkapnya
Pasalnya, tibanya musim hujan biasanya akan diikuti dengan munculnya genangan-genangan air yang muncul. Padahal genangan tadi kata Yuli menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya nyamuk.
"Karena terus muncul genangan-genangan air, terus ada nyamuk bertelur di sana. Nanti ada siklus hidupnya nyamuk, dari telur sampai jadi nyamuk itu kan butuh waktu juga," katanya.
Dinkes mencatat kasus DBD pernah ditemukan di dataran tinggi seperti di Turi. Namun setelah ditelusuri, diduga kuat pasien tersebut terpapar DBD di daerah lain, bukan di Kapanewon Turi yang berada di ketinggian.
Hingga saat ini, Yuli belum menemui adanya wabah atau persebaran kasus DBD di suatu wilayah dataran tinggi di Sleman. Kasus yang ditemukan diduga besar impor saat pasien mobilitas ke wilayah lainnya. "Jadi impor bukan dari habitatnya di situnya," ungkapnya.
"Kalau di daerah atas karena memang ketinggiannya ya dengan suhu udara yang memang tidak mendukung kehidupan nyamuk, ya jadi memang jarang [kasusnya]. Kalaupun ada satu dua itu biasanya kasusnya kasus impor karena memang mereka mobilitasnya ke kota atau bekerja atau atau kuliah atau apapun itu."
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement

Amerika Serikat Keluarkan Peringatan Perjalanan untuk Warganya ke Indonesia, Hati-Hati Terorisme dan Bencana Alam
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal Terbaru KRL Solo Jogja Hari Ini, Minggu 11 Mei 2025, Berangkat dari Stasiun Palur hingga Lempuyangan
- Jangan Sampai Telat, Jadwal SIM Ditlantas Polda DIY Selama Mei 2025
- Jadwal Prameks Jogja-Kutoarjo Terbaru Hari Ini, Minggu 11 Mei 2025, Naik dari Stasiun Tugu hingga Kutoarjo
- Jadwal dan Lokasi SIM Keliling di Sleman Selama Mei 2025
- Jadwal KA Bandara Jogja Terbaru Hari Ini, Minggu 11 Mei 2025, Naik dari Stasiun Tugu Jogja hingga YIA
Advertisement