Advertisement

Bermodal Teknologi Tepat Guna & Kekompakan, Petani di Daerah ini Omzetnya Capai Miliaran

Triyo Handoko
Kamis, 11 Januari 2024 - 23:57 WIB
Mediani Dyah Natalia
Bermodal Teknologi Tepat Guna & Kekompakan, Petani di Daerah ini Omzetnya Capai Miliaran Sukarman, 63, petani lahan pasir di pesisir Kulonprogo duduk di bibir sumur untuk lahan pertanian cabainya, saat diwawancara pada Selasa (9/1/2023). Harian JOgja - Triyo Handoko

Advertisement

Harianjogja.com, KULONPROGO—Awal musim hujan 1985, tanpa disengaja Sukarman, 63, melihat sebuah mukjizat. Masa-masa itu, Sukarman tengah putus asa lantaran hasil perantauannya di Jakarta tak membuahkan hasil. Mukjizat yang dilihatnya itu adalah dua tanaman cabai di antara rumput dan semak belukar yang merajalela, tak lebih dua kilometer dari bibir pantai di Kalurahan Bugel, Panjatan.

Mukjizat dua tanaman cabai yang tumbuh subur dan berbuah banyak itu memberikan harapan pada Sukarman. Dua tanaman cabai itu dipastikan Sukarman tidak ada yang sengaja menanamnya. Meski tidak ditanam dan dirawat, cabai-cabai itu mampu bersaing dengan rumput dan semak belukar untuk mendapat kesuburan lahan pasir pantai pesisir Kulonprogo.

Advertisement

Sebelumnya, di lahan pasir pesisir Kulonprogo tak ada yang menanam cabai, apalagi semangka atau melon yang kini jadi primadona. Dulunya lahan pasir itu hanya dipakai buat cari pakan ternak karena banyak rumput. “Tidak ada yang kepikiran menanam apapun, paling cuma kacang itupun hasilnya tidak maksimal, lalu kebanyakan pada merantau,” terangnya, Selasa (9/1/2023).

Melihat cabai tumbuh dengan subur, kala itu Sukarman langsung menanam cabai di lahan pasir pesisir Kulonprogo itu. “Enggak banyak berpikir, langsung besoknya menanam cabai. Cari bibitnya ke pasar, banyak orang sempat heran kenapa tiba-tiba tanam cabai,” ingatnya.

Selang dua bulan setelah menanam cabai itu, Sukarman menuai hasilnya. Ia panen cabai itu dengan hasil yang membuatnya bergembira. “Sejak itu mulai banyak yang meniru saya, semuanya menanam cabai. Sampai sekarang,” tuturnya dengan bangga karena merasa jadi inisiator pertanian lahan pantai di Kulonprogo.

Hingga milenium baru, pada 2001, teknologi pertanian lahan pesisir masih seadanya. “Waktu itu serba seadanya, sebagian ada yang sudah punya sumur. Tapi hanya sumur timba, tapi ya lumayan juga hasilnya,” terangnya.

Sering waktu dari hasil pertanian seadanya tersebut, jelas Sukarman, para petani lahan pasir ini mulai mengemabngkan teknologi yang digunakannya. “Perkembanganya sampai sekarang, ada yang pakai panel surya untuk pengeringan cabai, ada yang bawa listrik PLN sampai ke pesisir untuk pompa air sumur,” ungkapnya.

Penggunaan teknologi pertanian di lahan pesisir itu, menurut Sukarman, jadi salah satu kunci sukses pertanian di wilayahnya. “Kunci lainnya adalah kekompakan, kami para petani lahan pasir ini dari Galur di timur sampai dulu hingga Temon di barat ini kompak. Sekarang baratnya cuman sampai Wates, masih juga tetap kompak,” ujarnya.

Kekompakan itu jadi kunci kesuksesan pertanian lahan pasir, sambung Sukarman, karena dapat mengatasi hama secara bersama. “Ini pelajaran dari kami, kalau semuanya kompak memulai musim tanam, kompak koordinasi bersama, ternyata hama itu dapat diminimalisir. Kami dapat pelajaran ini dari berbagai daerah lain yang para petaninya tidak kompak sehingga hama tidak mudah dikendalikan,” jelasnya.

Omzet hingga Ratusan Juta

Buah dari kekompakan antarpetani dan penggunaan teknologi pertanian yang tepat guna itu membuat mereka jadi jutawan. Kalkulasinya untuk pertanian cabai dalam satu hektare lahan dapat menghasilkan rata-rata 25 ton dalam satu siklus tanam. Harga jual cabai yang para petani lakukan akhir 2023 kemarin Rp50.000 per kilogramnya, sehingga omzetnya Rp1,25 miliar.

Biaya pertanian untuk satu hektare cabai, kata Sukarman, sekitar Rp100 juta. “Ya kalau disebut jutawan, bisa juga lah,” katanya sambil tersenyum simpul.

Tak hanya cabai yang membuat para petani ini jadi jutawan, melon juga membuat mereka makin kaya. Perhitungannya satu hektare melon bisa menghasilkan 25 bungkusan bibit, di mana hasil panen satu bungkusan bibitnya kini harganya Rp7,5 juta. Maka sekali panen melon bisa beromzet Rp187,5 juta, modal untuk beli bibit satu bungkusnya Rp1,25 juta.

Ratusan juta dari pertanian itu hanya diperoleh dalam sekali panen. Padahal setahun, misalnya, cabai bisa panen dua kali, melon bisa empat kali, semangka juga bisa empat kali. “Jelas kami sejahtera dengan pertanian ini, bisa membiayai keluarga, menyekolahkan anak kuliah, beli kendaraan, dan lainnya,” kata Sukarman saat diwawancarai di rumahnya dimana saat itu di garasinya ada empat kendaraan di mana terdapat satu mobil dan tiga sepeda motor.

Kondisi perekonomian dari sektor pertanian yang memakmurkan ini, menurut Sukarman, sangat membagakan kalangannya. “Kami tidak malu sebagai petani, kami bangga bahkan para anak-anak kami, generasi muda di sini lebih berminat jadi petani daripada karyawan di kota-kota,” ungkapnya.

Sukarman mencontohkan Sarwono, 32, yang dipanggilnya sebagai juragan melon. “Saya mengelola dua hektare melon, hasilnya lumayan sekali,” kata juragan melon itu, Selasa siang.

Tak hanya menyejahterakan dirinya dan keluarganya saja, jelas Sarwono, juga menyejahterakan orang lain. “Bisa buka lapangan pekerjaan juga, kami mengajak teman-teman lain buat bantuan pertanian ini,” katanya sambil mengawasi lima pekerjanya yang sedang menyiangi rambatan melon agar tidak banyak tergenang air.

Sarwono yang sebelumnya berprofesi sebagai sopir ini membanting setirnya dengan bertani melon. “Kalau dibanding hasil dari nyopir, jelas tidak ada apa-apanya. Hasil pertanian di sini jauh lebih mensejahterakan, sampai kapanpun enak jadi petani begini,” tandasnya.

Regenerasi Petani Lahan Pasir Kulonprogo

Tak hanya Sarwono yang merupakan generasi muda di pesisir Kulonprogo ini yang ingin terus bertani, Agus Setiawan, 25, juga demikian. Pilihannya jadi petani jauh dari karena tingkat pendidikannya rendah atau keluarganya dari ekonomi bawah.

Tiga tahun yang lalu, Agus adalah lulusan UNY. Ia lulus dari Fakultas Ilmu Keolahragaan dengan jurusan pendidikan guru jasmani, dengan sadar ia memilih jadi petani meneruskan kesuksesan orang tuanya yang sudah terbukti dari lahan pasir di Kulonprogo ini.

Agus adalah anak terakhir dari Sukarman. Ia meneruskan lahan pertanian bapaknya yang sudah mulai sepuh itu. “Mengelola sekitar sepertiga hektar, saya kelola mandiri, hasilnya saya kelola sendiri juga,” tuturnya.

Menyatakan diri sebagai petani tak membuat Agus kurang percaya diri, ia justru bangga. “Justru bangga karena nanti kalau saya ceritakan hasil pertanian ini berapa uangnya, takutnya yang tahu malah kaget,” katnaya sambil tertawa.

Di luar karena hasilnya yang besar, menurut Agus, jadi petani juga lebih santai karena tidak terikat dengan orang lain atau perusahaan. “Selain karena penghasilan juga lebih enak aja, tidak banyak tekanan, tidak punya atasan juga,” ujarnya.

Penjaga Inflasi

Upaya para petani di lahan pesisir Kulonprogo ini semata-mata tidak hanya untuk kalangannya sendiri. Mereka terbukti bisa membantu menahan inflasi. Saat harga cabai melambung tinggi, kehadiran mereka membantu mengendalikan harga cabai. Tak hanya di Kulonprogo, cabai produksi petani pesisir ini juga menjaga inflasi di berbagai daerah lain di Jawa.

Panen cabai akhir 2023 lalu, petani pesisir Kulonprogo menyumbang ribuan ton hasil buminya ke berbagai daerah lain. Sumbangan itu karena sebagian besar petani pesisir mengikuti program Champion Cabai milik Kementerian Pertanian.

Sukarman yang juga Ketua Champion Cabai Kulonprogo ini menjelaskan hasil panen cabai Bumi Binangun tertinggi di seluruh Indonesia pada akhir 2023 lalu. “Jadi yang tertinggi karena banyak petani cabai lain, terutama dari program Champion Cabai ini gagal panen karena El-Nino, sedangkan kami tak terdampak El-nino,” terangnya.

Tak terdampaknya petani pesisir Kulonprogo dari siklus cuaca El-Nino, jelas Sukarman, karena mereka tak mengandalkan air dari hujan atau irigasi. “Di bawah tanah pasir Kulonprogo ini air sangat melimpah, tinggal mengangkatnya ke atas jadi sumber pertanian kami, jadi kami dapat konsisten produksinya,” jelasnya.

Dari November hingga Desember, 2023 lalu Sukarman rutin mengikuti bazar cabai murah yang diadakannya lewat program Champion Cabai. “Ada beberapa tempat, di Pemda DIY, di Sleman, dan lainnya, kami bikin bazar cabai. Senang juga bisa membantu masyarakat luas saat harga cabai sedang tinggi-tingginya, sedangkan kami jual dibawah harga itu,” ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

AS Setop Suplai Senjata ke Israel Setelah Rafah Dibombardir

News
| Kamis, 09 Mei 2024, 12:47 WIB

Advertisement

alt

Grand Rohan Jogja Hadirkan Fasilitas Family Room untuk Liburan Bersama Keluarga

Wisata
| Senin, 06 Mei 2024, 10:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement