Advertisement

Antraks Kayoman Bukan dari Gunungkidul, Pemkab: Kambing dari Sleman Sudah Lebih Dulu Positif

Andreas Yuda Pramono
Minggu, 17 Maret 2024 - 16:27 WIB
Arief Junianto
Antraks Kayoman Bukan dari Gunungkidul, Pemkab: Kambing dari Sleman Sudah Lebih Dulu Positif Gejala Antraks - ilustrasi - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) menegaskan bahwa kambing yang dibawa dan dikuliti dari Sleman ke Gunungkidul positif antraks. Dengan begitu, kasus antraks di Padukuhan Kayoman, Kalurahan Serut, Gedangsari tidak murni berasal dari Gunungkidul.

Kepala DPKH Gunungkidul, Wibawanti Wulandari mengatakan bahwa kasus antraks yang terjadi di Padukuhan Kayoman berasal dari Sleman.

Advertisement

Dia menjelaskan bahwa kambing dalam kondisi telah disembelih yang dibawa S dari Sleman ke Gunungkidul pada 24 Februari 2024 terlebih dahulu positif antraks. Kambing tersebut sempat dikuliti di Padukuhan Kayoman dan dimakan oleh beberapa orang. “Kambing yang dibawa S dari Sleman ke Gunungkidul positif antraks,” kata Wibawanti dihubungi, Minggu (17/3/2024).

Pada Kamis 7 Maret 2024, DPKH Gunungkidul menerima laporan adanya satu warga Gunungkidul, tepatnya Padukuhan Kayoman, Kalurahan Serut, Gedangsari berinisial S suspek antraks dan dirawat di RSUD Prambanan. DPKH lantas melakukan pelacakan dan surveillans bersama Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat. 

Hasil sampel darah sapi dan sampel dari dua kambing yang mati mendadak kemudian dikirim ke Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates, Kulonprogo. Pada 10 Maret 2024, hasil tes darah dari BBVet menyatakan bahwa sapi milik S positif antraks. Beberapa hari setelahnya, hasil penyelidikan untuk dua kambing yang juga mati mendadak milik S positif antraks. 

Sebelumnya, Plt Kepala Dinkes Gunungkidul, Dewi Irawaty mengatakan ada 53 warga Gunungkidul yang terpapar hewan ternak positif antraks. Dari jumlah itu ada 19 warga bergejala. Dari 19 warga itu sebanyak 17 orang di antaranya telah diambil sampel darah dan hasilnya ada satu orang mengalami kelainan kulit dan 16 sisanya mengalami gejala diare dan demam. 

Dengan begitu kelainan kulit menyasar tiga warga yaitu S dan istrinya lalu satu warga lain dari Padukuhan Kayoman. Menurut Dewi, kelainan kulit itu khas antraks.

BACA JUGA: Siapkan Perda Baru Atasi Antraks, Pemkab Gunungkidul Bakal Sanksi Pengonsumsi Daging Bangkai

Lurah Serut, Sugiyanta juga telah menjelaskan luka kulit khas antraks berbentuk bulat dan di bagian tengahnya seperti berlubang tetapi kering. Pinggirannya memiliki warna merah seperti terkena cacar. Penanganan telah dilakukan sejak 7 Maret 2024.

Sugiyanta mengaku selain dari sisi kesehatan, penanganan antraks juga dilakukan dari sisi edukasi menggunakan kelompok informasi masyarakat (KIM) yang dibentuk Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo). “KIM itu kan program baru . Memang sudah ada tetapi belum maksimal,” kata Sugiyanta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Lindungi Rumah Ibadah dari Mafia Tanah, AHY: Program Sertifikat Wakaf Penting

News
| Sabtu, 27 April 2024, 20:07 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement