Advertisement

Promo November

Ini Cacatan Kritis PSHK UII Terkait Putusan MA Tentang Syarat Usia Calon Kepala Daerah

Catur Dwi Janati
Sabtu, 01 Juni 2024 - 10:17 WIB
Abdul Hamied Razak
Ini Cacatan Kritis PSHK UII Terkait Putusan MA Tentang Syarat Usia Calon Kepala Daerah Ilustrasi Pilkada / Antara

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN— Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), memberi sejumlah catatan atas Putusan Nomor 23/P/HUM/2024 tentang syarat usia calon Kepala Daerah (Pilkada)

Sejumlah ekomendasi juga diusulkan oleh PSHK UII terkait putusan ini di antaranya agar seluruh lembaga negara agar tidak menggunakan hukum sebagai tameng kepentingan politik dan oligarki semata.

BACA JUGA: PSI Pastikan Putusan MA Tidak Berkaitan dengan Kaesang

Advertisement

Peneliti PSHK FH UII, Retno Widiastuti berpendapat bahwa pengujian peraturan perundang-undangan di MA ingin agar peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang tidak bertentangan dengan undang-undang.

Adapun norma di undang-undang lanjut Retno adalah norma yang umum-abstrak yang karenanya membutuhkan penjabaran dalam bentuk peraturan teknis/delegated legislation.

"Karena itu, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) memang merupakan aturan teknis untuk menjabarkan ketentuan yang di undang-undang," kata Retno dalam rilis tertulis Jumat (31/5/2024).

Selain itu Putusan MA merupakan pengujian materiil terhadap Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU No. 9/2020  yang mengatur syarat usia calon Kepala Daerah berusia paling rendah 30 tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak penetapan Pasangan Calon, dipandang bertentangan dengan Pasal 7 ayat (2) huruf e UU. No 10/ 2016 (UU Pilkada).

"Sayangnya pertimbangan hukum (ratio decidendi) yang dikonstruksikan di dalam Putusan Nomor 23/P/HUM/2024 dibangun atas pertimbangan hukum yang sangat lemah," ujarnya.

Secara kuantitas, Putusan Nomor 23/P/HUM/2024 dinilai  PSHK UII hanya didasarkan pada analisis yang sangat minimalis yakni sekitar empat halaman. Padahal dampaknya begitu besar pada penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah.

Pertimbangan hukum pada awalnya mengamini bahwa UU. No. 10/2016 tidak secara tegas mengatur mengenai tahapan dalam pemilihan kepala daerah yang mana sebagai titik penghitungan usia calon kepala daerah dan pertimbangan hakim juga mengakui bahwa hal ini bukan merupakan permasalahan sistem tata negara atau aspek konstitusionalitas.

"Tetapi pada akhirnya MA melakukan penafsiran hukum dengan cara menambahkan rumusan norma bahwa syarat usia calon kepala daerah dihitung ketika pelantikan, yang secara teoritis dan normatif bukanlah kewenangan MA melainkan sebagai kewenangan Pembentuk Undang-Undang (open legal policy). Sehingga, sejatinya MA telah melampaui kewenangannya," lanjutnya.

Selain itu Peneliti PSHK FH UII lainnya, M Erfa Redhani menilai alasan yang digunakan untuk mengabulkan Putusan Nomor 23/P/HUM/2024 hanya didasarkan pada rasionalisasi tidak adanya kepastian hukum atas titik penghitungan usia, kelaziman bahwa makna sejati dari usia minimum jabatan adalah ketika pelantikan dan untuk memberikan keadilan bagi warga negara atau partai politik yang tidak dapat mencalonkan diri. 

"Bahwa dalil pertimbangan hukum yang ala kadarnya tersebut, dapat secara mudah dimentahkan dengan beberapa argumentasi hukum," imbuhnya. 

Terhadap beberapa catatan diatas, PSHK FH UII menyampaikan sejumlah rekomendasinya. Pertama PSHK UII merekomendasikan kepada Mahkamah Agung, meskipun kewenangan MA dalam melakukan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang merupakan amanat Pasal 24A ayat (1) UUD NRI 1945 dan atribusi dari Undang-Undang MA serta Undang-Undang tentang Pembentukan Perundang-undangan, tetapi dalam memutus pengujian materiil tersebut, MA harus tetap berlandaskan pada pertimbangan hukum yang kuat sebagai bentuk akuntabilitas, transparansi, independensi dan imparsialitas, sehingga tidak menimbulkan prasangka buruk dari Publik. 

Sementara itu PSHK UII juga merekomendasikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk segara melakukan konsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan memberikan sikap yang tegas untuk mengambil upaya hukum atas Putusan MA Nomor 23/P/HUM/2024 sehingga tetap dapat berpedoman pada Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada dan Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU 9/2020 yang asli.

"PSHK UII merekomendasikan kepada seluruh lembaga negara agar tidak menggunakan hukum sebagai tameng kepentingan politik dan oligarki semata (autocratic legalism) dan tetap melanjutkan komitmennya dalam penyelenggaraan pesta demokrasi yang luberjurdil," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

687 Warga Negara Asing Terjaring Operasi Jagratara, Pelanggaran Izin Tinggal Mendominasi

News
| Jum'at, 22 November 2024, 12:27 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement