Pakar Ekonomi Energi UGM Sebut Ormas Penerima Konsesi Tambang Ambil Keputusan Berisiko
Advertisement
Harianjogja.com, SLEMAN—Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmy Radhi menilai keputusan ormas untuk ambil bagian dalam pengelolaan tambang adalah keputusan yang salah dan berisiko. Selain keliru, ormas jelas tidak punya pengalaman di bidang pertambangan.
"Saya kira itu keputusan yang salah dan berisiko karena enggak mudah mengelola tambang tadi dan saya kira Muhammadiyah tidak punya pengalaman dan kapabilitas di bidang tambang itu," tegas Fahmy, Senin (29/7/2024)
Advertisement
Fahmy mengatakan hampir semua tambang khususnya tambang batu bara pasti pelaksanaanya mencemari lingkungan. Untuk itu pengelola tambang mestinya melakukan reklamasi, setelah selesai menambang.
Sayangnya biaya reklamasi begitu besar sehingga banyak pengusaha tambang tidak melakukan tindakan tersebut. Ujung-ujungnya bekas tambang tersebut dibiarkan saja terbengkalai.
"Jadi kalau Muhammadiyah mengatakan bahwa pertimbangannya untuk memperbaiki lingkungan saya kira suatu hal yang mustahil ya. Saya justru khawatir Muhammadiyah akan terseret pada kejahatan-kejahatan tambang hitam tadi yang itu enggak bisa dihindari," katanya.
Malahan Fahmy mengatakan seharusnya sejak awal mestinya ormas berhitung dan membuat a cost-benefit analysis.
Lantaran menurut Fahmy biaya yang diperlukan untuk pengelolaan tambang begitu besar sedangkan benefitnya itu tidak cukup besar.
"Artinya dia akan menggandeng kontraktor, kontraktor yang akan membiayai punya peran dan sebagainya kalau bagi hasil barang kali Muhammadiyah hanya akan dapat 20 persen," ujarnya.
Jika dikelola dengan konsep seperti di atas, Fahmy menyebut jika secara teoritis skema semacam itu masuk dalam pemburu rente. "Masak Muhammadiyah juga jadi pemburu rente kan enggak elok," katanya.
Selain analisa biaya dan manfaatnya, dari segi ekonomi tambang yang akan diberikan merupakan tambang bekas. Potensi kandungan yang ada di dalamnya pun kemungkinan hanya tinggal sisa-sisa saja.
BACA JUGA: Gedung Kantor Presiden di IKN Diberi Nama Istana Garuda
"Tambang yang diberikan tambang bekas, yang sudah dieksploitasi oleh perusahaan tambang, barang kali hanya tinggal sisa-sisanya saja," katanya.
Jangka Waktu Pendek
Fahmy juga menyoroti pemberian waktu izin yang diberikan dalam konsesi tambang kepada ormas. Dengan jangka waktu yang pendek, Fahmy menyebut pengelolaan tambang terbilang belum cukup memadai.
"Jangka waktu yang diberikan kepada ormas itu hanya lima tahun, nah lima tahun bagi tambang itu tidak memadai sama sekali, dia butuh 10-20 tahun," katanya.
Dengan tambang bekas dan jangka waktu yang singkat, Fahmy beranggapan pemerintah sebenarnya tidak begitu serius dalam pemberian izin tambang ini.
"Dengan kedua hal tadi saya menyimpulkan bahwa sesungguhnya pemerintah tidak serius-serius amat untuk memberikan konsesi tambang tadi pada ormas dan ormasnya saya kira dibohongi dan mau dibohongi," tegasnya.
Di sisi lain Fahmy menilai pemberian izin tambang kepada ormas lebih kental dengan unsur politis dari pada ekonomi.
Lebih jauh Fahmy menilai tindakan ini juga membungkam ormas agar tidak terlalu kritis terhadap kebijakan pemerintah.
Padahal kerusakan ekologis yang ditanggung dalam pengelolaan tambang tidak bisa dihindari. Dampak dari kerusakan ekologis akan dirasakan dalam jangka waktu lama khsususnya masyarakat di sekitar tambang.
"Kalau itu terjadi, kalau Muhammadiyah NU itu jadi [mengelola tambang], mereka akan menanggung dosa terhadap ekologi yang membahayakan bagi umat manusia itu. Ini kan bertentangan dengan misi dari NU dan Muhammadiyah," tegasnya.
Dosa ekologis menjadi salah satu muatan unjuk rasa yang disampaikan mahasiswa Muhammadiyah yang tergabung dalam kelompok Anak Muda Peduli Muhammadiyah.
Pada unjuk rasa yang dilakukan pada Sabtu (27/7/2024) para pengunjuk rasa berdemo di seberang gedung lokasi Konsolidasi Nasional Muhammadiyah.
Koordinator aksi pengunjuk rasa, Siti Mauliani menilai tidak perlu suatu ormas menerima izin tambang. "Kami menyepakati tidak perlu organisasi Kemasyarakatan atau ormas itu mengelola tambang," ungkapnya
Massa aksi berpendapat nantinya akan ada dosa ekologis yang bakal ditanggung Muhammadiyah bila terlibat dalam pengelolaan tambang.
"Walau kami percaya Muhammadiyah mungkin adil dalam mengelola tambang, tapi dosa ekologi ini menyebabkan satu permasalahan besar yang mungkin saja organisasi kemasyarakatan akan turut andil pada dosa ekologi," tegasnya.
Pengelolaan tambang kata Siti jelas bukan ranah fokus Muhammadiyah sebagai organisasi masyarakat. Terlebih dosa-dosa ekologis justru mengintai dan menjadi alat politik dari ormas untuk mendapat keberpihakan terhadap pemerintah.
"Ini [aksi] juga salah satu bentuk, bentuk kami yang tidak sepakat bahwa ketika organisasi terutama Muhammadiyah sebagai organisasi yang sangat kami cintai ini memegang tambang dan di mana ini sudah jelas itu sudah bukan ranah fokusnya yang sebagai organisasi masyarakat, juga dosa dosa ekologi lain yang kemudian bisa saja jadi alat politik dari ormas untuk mendapat keberpihakan terhadap pemerintah," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Profil dan Harta Kekayaan Setyo Budiyanto, Jenderal Polisi yang Jadi Ketua KPK Periode 2024-2029
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Tok! Eks Dirut PT Tarumartani Divonis 8 Tahun Penjara atas Dugaan Korupsi Rp8,7 Miliar
- 500 Kiai dan Nyai Sebut Harda-Danang sebagai Pilihan Tepat untuk Sleman Baru
- Beranda Migran Nilai Pemindahan Penahanan Mary Jane ke Filipina Langkah Maju untuk Keadilan
- Kampanye Akbar di Pilkada Sleman, Paslon Boleh Berikan Hadiah Barang Maksimal Senilai Rp1 Juta
- Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Inggris Diharap Jadi Pembuka Pengembalian Aset HB II
Advertisement
Advertisement