Film Laila Bawa Pesan Cegah Pernikahan Dini
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Sebuah film pendek berjudul Laila yang disutradarai oleh Wucha Wulandari tayang perdana di Indonesia di JAFF 2024 dalam program Special Screening - SEA to Remember.
Film ini mengambil jalan distribusi berbeda dibandingkan film lain di JAFF, yaitu melakukan tour melalui program BLOOM (Becoming Limitless with Opportunities and Meaning). Merupakan inisiatif non-profit internasional untuk memberdayakan kaum muda untuk menghindari dan mengatasi pernikahan dini.
Advertisement
Wucha Wulandari menuturkan film tersebut terinspirasi dari kejadian nyata di pesisir calon Ibu Kota Negara. Laila adalah sosok anak perempuan laut yang memiliki ketahanan, pengetahuan, kepemimpinan, kohesi sosial, dan kesiapsiagaan.
"Saya ingin film ini bisa memberi gambaran mengenai potensi yang dimiliki oleh anak-anak perempuan di daerah yang sering terabaikan, yang harus berjuang untuk memilih masa depan mereka," katanya dalam rilisnya, Selasa (10/12/2024).
BLOOM mengemas film Laila sebagai media advokasi untuk meningkatkan kesadaran tentang pernikahan anak dan memperluas wawasan remaja mengenai peluang masa depan yang dapat mereka raih. Misinya adalah untuk menginspirasi kaum muda agar membuat pilihan yang bijak dan berjuang melawan pernikahan dini.
"Kami ingin membuka mata mereka terhadap berbagai peluang yang tersedia, agar mereka dapat meraih kehidupan yang lebih baik," ujar Siska Raharja, produser film Laila.
Pernikahan dini tetap menjadi kenyataan yang menyedihkan bagi jutaan gadis di Indonesia. Di Indonesia, sekitar 45% gadis menikah sebelum usia 18 tahun, dengan 2% menikah bahkan sebelum mereka berusia 15 tahun. Praktik ini tidak hanya merugikan secara pribadi, tetapi juga memperburuk kemiskinan, membatasi akses pendidikan, dan menghancurkan potensi sosial-ekonomi komunitas.
"Akar permasalahan pernikahan usia anak, terutama di daerah rural, sangat kompleks. Ada banyak kerentanan berlapis pada diri anak perempuan, seperti kemiskinan ekonomi, tradisi, serta keterbatasan akses pendidikan dan sumber daya. Mereka terjebak dalam situasi tanpa pilihan, yang akhirnya membawa mereka pada resiko berbahaya, seperti kekerasan, penculikan, atau bahkan perdagangan anak," ungkap Kalis Mardiasih, aktivis perempuan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Polisi Ungkap Masalah Asmara sebagai Motif Penculikan di Antapani Bandung
Advertisement
Mingguan (Jalan-Jalan 14 Desember) - Jogja Selalu Merayakan Buku
Advertisement
Berita Populer
- Diskominfo DIY Raih Skor Tertinggi, Bisa Dicontoh Daerah Lain
- Pakar Vulkanologi UGM Dorong Penguatan Mitigasi Bencana di Area Gunung Lewotobi Laki-Laki
- Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, Bersama Cegah Kekerasan Demi Cerahnya Masa Depan
- Tingkatkan Kesadaran Generasi Muda Tentang TPPO, Kantor Imigrasi Yogyakarta Gelar Talkshow
- Inovasi Instansi, Karantina Yogyakarta Inisiasi DIY Cloud
Advertisement
Advertisement