K'wari Ampak-ampak Ing Panolan Garapan Asitantra Jadi Medium Harmoni Pasca Kontestasi
Advertisement
SLEMAN—Pementasan sandiwara Ketoprak Wayang Tari (K'wari") dengan lakon Misteri Bengawan Sore "Ampak-ampak Ing Panolan" garapan Asosiasi Pertunjukan Seni Nusantara (Asitantra) DIY sukses digelar. Pertunjukan yang disuguhkan dengan harapan menjadi wadah berkumpulnya beragam kesenian ini ingin mengajak masyarakat harmoni pasca serangkaian pesta demokrasi.
Pentas K'wari Misteri Bengawan Sore "Ampak-ampak Ing Panolan" yang digelar pada Jumat (13/12/2024) malam di Ndalem Sekarwangi Resto, Sleman riuh dihadiri penonton. Panitia mengestimasi ratusan penonton dari berbagai kalangan usia hadir menyaksikan pentas yang kental unsur kolaboratif ini.
Advertisement
Sesuai pentas, sejumlah pakar di bidang pengetahuan seni menyampaikan tanggapannya akan pertunjukan K'wari yang disajikan Asitantra. Guru Besar Filsafat Universitas Gadjah Mada sekaligus Kepala Pusat Kajian Filsafat Wayang UGM, Prof Lasiyo menilai pentas kolaborasi antara ketoprak, wayang dan tari yang disuguhkan Asitantra merupakan pertunjukan yang luar biasa. Wayang sebagai budaya tak benda yang telah diakui oleh UNESCO kata Lasiyo harus dijaga kelestariannya.
Selain pengakuan itu harus dijaga dan dilestarikan secara terus-menerus, namun jika wayang berdiri sendiri beberapa beranggapan akan menjadi kurang menarik. Agar dapat menarik bagi beragam kalangan, Lasiyo berpendapat kolaborasi wayang dengan ketoprak dan tari menjadi terobosan baru.
“Ini merupakan suatu terobosan baru, bahwa wayang yang menurut para ahli ini merupakan tontonan, tuntunan dan tatanan memang tidak hanya berada di dalam kotak tetapi harus dipergelarkan dan disampaikan kepada publik, kepada masyarakat,” ungkapnya.
BACA JUGA: Kendaraan Besar Dilarang Melitas di Jalur Cinomati Saat Libur Natal dan Tahun Baru
Dari segi cerita, K'wari yang dipentaskan Asitantra memiliki cerita yang amat padat menurut Lasiyo. Menurutnya pemahaman akan ceritanya tak bisa dilakukan sepintas saja namun memerlukan perenungan.
“Memerlukan pemahaman yang lebih lanjut apa sebenarnya makna yang bisa diambil dari pertunjukan atau kolaborasi pada malam hari ini,” ujarnya.
Lasiyo juga menyinggung beberapa adegan dalam K'wari yang kental dengan kritik sosial. Sindiran aktual yang disampaikan tak hanya sebagai lelucon, tetapi sebagai kritik sosial. Kritik yang ditujukan kepada pemerintah maupun masyarakat secara luas.
“Tadi kalau melihat maknanya itu banyak kritik-kritik yang diberikan baik kepada pemerintahan maupun masyarakat yang harus cermati dan inilah langkah kita untuk lebih maju,” tegasnya.
Ulasan tak kalah menarik juga disampaikan Guru Besar Ilmu Sastra di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Prof. Suminto A. Sayuti akan penampilan K'wari berdurasi kurang lebih 2,5 jam garapan Asitantra. Suminto, mengawali ulasannya dengan analogi telur dan suwir ayam yang acap kali ditawarkan penjual gudeg kepada penikmatnya.
“Saya terbiasa di Jogja kalau ditanya makan gudeg pakai apa telur atau suwir? Saya pilih dua-duanya. Sama dengan malam ini kita disuguhi beberapa genre yang disatukan,” ungkapnya.
Analogi telur dan suwir pada hidangan gudeg lanjut Suminto memiliki kemiripan akan suguhan ketoprak, wayang dan tari yang ditampilkan dalam satu panggung pentas. Sama halnya seperti makanan yang bagi Suminto hanya ada penilaian enak dan enak sekali, penampilan seni juga sama hanya ada bagus dan bagus sekali.
“Pentas itu adanya baik dan baik sekali, nah hari ini kalau kita bekerja pada model dulu yang penting leading dongeng apa makna dibalik itu semua,” tuturnya.
Dari pertunjukan K'wari kali ini, Suminto seakan diajak belajar ikhlas ketika terjadi peralihan idiosinkrasi masing-masing genre yang dimakan oleh kesenian lainnya. Dari pengikhlasan itu, Suminto sebagai penonton dibawa kepada esensi lain yang muncul usai pengikhlasan-pengikhlasan yang terus berlanjut.
“Bagi saya hari ini kita belajar ikhlas ketika idiosinkrasi ketoprak hilang dimakan wayang, wayang hilang dimakan musik dan seterusnya, itu pelajaran yang paling berharga bahwa kita mengikhlaskan sebagian untuk yang lain, itu esensi dari saya menonton malam ini,” katanya.
Akademisi di Prodi Seni, Drama, Tari, dan Musik (Sendratasik) Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) ISI Yogyakarta, Nur Iswantoro merasa datang ke sebuah pesta di kampung yang tengah menanggap pentas kesenian saat hadir di lokasi pementasan K'wari. Sebagai insan yang punya banyak pengetahuan di bidang disiplin teater, Nur mencoba menikmati sebuah sajian alternatif yang ditampilkan Asitantra. “Ketoprak sebagai drama kesukaan rakyat masih enak dinikmati tadi penontonnya,” ujarnya.
Pada aspek wayang, K'wari tidak hanya menampilkan wayang yang pakem artinya wayang kulit purwa namun juga memainkan wayang dari bahan aluminium yang disebut Nur sebagai wayang milenium. Menariknya, Nur melihat ada dimensi di gambar-gambar Wayang yang sangat ekspresif pada wayang milenium itu. Berbeda dengan wayang purwa yang sangat rapi, sangat rumit. “Tapi itulah sebuah kolaborasi yang menarik,” ungkapnya.
“Secara ilmu estetika bagi saya sudah bisa dinikmati dengan enak, artinya komposisi di panggung kemudian unity, kesatuannya dari awal tengah sampai akhir sudah memadai,” lanjutnya.
Selain itu dari sisi cerita yang mengeksplorasi topik kuasa terutama berebut kuasa di keluarga, topik itu membuat nilai dramatik dalam K'wari kata Nur kian menguat.
“Sebagaimana ketika di koran [Harian Jogja] yang dibagikan itu habis pesta demokrasi kitanya harmoni, itu kuasa itulah sebetulnya yang membuat dramatik atau konflik peristiwa kayavtadi menguat,” katanya.
Walaupun, pada akhirnya di dalam seni tradisi itu biasanya adalah damai atau tenteram kemudian konflik, goro-goro dan kembali lagi damai.
“Saya kira malam hari ini di Ampak-Ampak ing Panolan ini mencerminkan itu, spirit bagaimana terus ingin bersemangat berkuasa tapi pada akhirnya juga harus menerima pinjaman istilah yang sampaikan Prof. Minto tadi, ikhlas,” kata Nur.
Lakon Misteri Bengawan Sore "Ampak-ampak Ing Panolan" berkutat tentang polemik perebutan kekuasaan kerajaan. Raden Pangesthi Kujana yang merasa haknya dibegal oleh Waliyul Amri lantaran memberikan tahta keprabon kepada Suljama, sesama anak raja namun beda ibu. Ia merasa dilangkahi bahkan jauh ketika Waliyul Amri memilih Adipati Unus menggantikan ayahnya sebagai sultan.
Singkat cerita Raden Pangesthi dicegat oleh keponakannya sendiri, Raden Permada di tepi Bengawan Sore. Merasa kalah digdaya Raden Permada menghimpun puluhan tokoh sakti untuk mengeroyok pamannya. Hasilnya Raden Pangesthi terkapar bersimbah darah. Sejarah ini selanjutnya terulang kembali kala Surenggana anak semata wayang Raden Pangesthi merasa lebih berhak untuk menjadi ratu. Cerita lalu akan berjalan dari kiprah Surenggana dalam menunaikan ambisinya.
Di sisi lain dari segi teknis, pertunjukan K'wari ini akan dimainkan oleh 42 orang anggota Asitantra yang ada di DIY. Sutradara pertunjukan, Nano Asmorodono menerangkan naskah panggung dari Joko Santosa dituangkan dalam format K'wari. Pentas ini juga menghadirkan bintang tamu Yati Pesek, Dalijo Angkring dan Pritt Timothy.
Pimpinan Produksi Pertunjukan K'wari, Sigit Sugito menaruh rasa hormat kepada para penonton yang hadir dan mengapresiasi seni pertunjukan tradisi. Sigit menjelaskan pentas ini untuk mewujudkan harmoni pasca kontestasi.
"Malam ini kita bisa berkumpul dalam rangka untuk mengkonsolidasikan ulang ketika kita lelah dalam Pilpres dan Pilkada," ujarnya
"Waktu itu kita saling berbeda hal tapi dengan kebudayaan kita satukan kembali bahwa kita adalah satu keluarga besar Indonesia, Nusantara," imbuhnya.
Pertunjukan K'wari yang disuguhkan Asitantra kata Sigit ini diharapkan dapat membuat seni budaya mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di masyarakat.
"Ini salah satu niat baik dari teman-teman seniman yang bergabung dalam Asitantra untuk bagaimana seni budaya ini bisa menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di kita," katanya. (***)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Kejaksaan Tahan Panglima Komando Pertahanan Korsel, Diduga Terlibat Kudeta
Advertisement
Mingguan (Jalan-Jalan 14 Desember) - Jogja Selalu Merayakan Buku
Advertisement
Berita Populer
- Puluhan Unit Rusak, Tahun Depan Cuma 1 Puskesmas Pembantu di Bantul Diperbaiki Tahun Depan
- Popularitas Diakui Warga, 2 Tersangka Jual Beli Bayi Jogja Ternyata Tak Punya SIP Bidan
- Minimarket di Paliyan Dibobol Maling, Karyawan Temukan Etalase Rokok Kosong
- Ini Dia Nama-Nama Pemenang Kompetisi Foto dan Videografi Sumbu Filosofi Jogja
- Belasan Kalurahan di Kulonprogo Dirancang Bersih Narkoba
Advertisement
Advertisement