Advertisement

100 Hari Prabowo-Gibran, Performa HAM dalam Peraturan Perundang-Undangan Dinilai Suram

Lugas Subarkah
Kamis, 30 Januari 2025 - 22:27 WIB
Maya Herawati
100 Hari Prabowo-Gibran, Performa HAM dalam Peraturan Perundang-Undangan Dinilai Suram Presiden Prabowo Subianto didampingi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka saat pengumuman menteri dan wakil menteri Kabinet Merah Putih, di Istana Negara, Minggu (20/10 - 2024). / Youtube Setkab RI

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Pemerintahan Prabowo-Gibran genap berusia 100 hari pada 28 Januari 2025. Dalam 100 hari pertama ini, pemerintahan Prabowo-Gibran telah mengesahkan 155 peraturan perundang-undangan. Namun, pada periode yang sama, belum terlihat keseriusannya dalam mengurusi bidang hak asasi manusia (HAM).

Hal ini mendasari PUSHAM UII untuk menilai dan mengevaluasi performa HAM dalam peraturan perundang-undangan pemerintahan Prabowo-Gibran. Di tengah ramainya pemantauan yang dilakukan masyarakat sipil untuk pemerintahan Prabowo-Gibran pada 100 hari pertama, riset ini berkontribusi untuk mengisi kekosongan penjelasan terstruktur untuk konteks peraturan perundang-undangan dan hak asasi manusia.

Advertisement

Penilaian PUSHAM UII menunjukkan bahwa skor indikator untuk performa HAM dalam peraturan perundang-undangan pemerintahan Prabowo-Gibran hanya berkisar 0,1 dari skala 0-1. Hal ini menandakan orientasi HAM yang sangat lemah dari peraturan perundang-undangan yang disahkan dalam 100 hari pertama.

BACA JUGA: Belajar Melawan Rasa Malas dari Budaya Jepang

Peraturan perundang-undangan pada 100 hari pertama juga ditemukan tertutup pada keberadaan hukum HAM. Peneliti PUSHAM UII, Heronimus Heron, menjelaskan terdapat dua alasan yang membuat kajian ini relevan.

“Pertama, Presiden Prabowo saat pelantikan pada 20 Oktober 2024 tidak menyebutkan satu kata pun tentang hak asasi manusia. Kedua, performa hak asasi manusia Indonesia dinilai menurun selama tiga tahun terakhir,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (30/1/2025).

Ia melihat, pengakuan hak-hak masyarakat adat dalam undang-undang penetapan provinsi, kabupaten, dan kota tidak berbasis pada kepemilikan hak masyarakat adat. “Penggunaan frasa Melindungi Segenap Bangsa Indonesia dan Tumpah Daerah Indonesia dan Memajukan Kesejahteraan Umum hanyalah sebuah klise,” kata dia.

Peneliti PUSHAM UII lainnya, Said Dadi, mengatakan peraturan perundang-undangan pemerintahan Prabowo-Gibran memiliki orientasi HAM yang sangat lemah. “Dari segi performa hak asasi manusia, peraturan perundang-undangan pemerintahan Prabowo-Gibran memperlakukan hak asasi manusia sebagai elemen minoritas. Tentu saja, ini bukan merupakan langkah yang baik untuk masa depan hak asasi manusia di Indonesia,” katanya.

Menurutnya, perundang-undangan pemerintahan Prabowo-Gibran juga memungkinkan terjadinya eksklusi bidang HAM dari bidang-bidang lain seperti investasi dan bisnis, perdagangan, kehutanan, dan lain-lain.

“Padahal, hak asasi manusia seharusnya menjadi jiwa dan pemandu di segala bidang dalam urusan pemerintahan, termasuk pemerintahan Prabowo-Gibran,” ungkapnya.

Pemerintahan Prabowo-Gibran perlu memperbaiki cara memperlakukan HAM dalam peraturan perundang-undangan yang dihasilkan. “Yaitu dengan menginkorporasikan hak asasi manusia dan hukum hak asasi manusia secara formal dan eksplisit di setiap unsur peraturan perundang-undangan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Lima Sandera Warga Thailand Dibebaskan di Gaza

News
| Kamis, 30 Januari 2025, 23:47 WIB

Advertisement

alt

Hindari Macet dengan Liburan Staycation, Ini Tipsnya

Wisata
| Senin, 27 Januari 2025, 18:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement