Advertisement
40 Barongsai dan Naga Liong Tampil Bareng Menutup Gelaran PBTY 2025
![40 Barongsai dan Naga Liong Tampil Bareng Menutup Gelaran PBTY 2025](https://img.harianjogja.com/posts/2025/02/12/1203991/barongsai-pbty2025.jpg)
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) resmi ditutup pada Rabu (12/2/2025) malam. Ribuan pengunjung mulai memadati kawasan Ketandan sejak sore hari.
Tampak sebagian pengunjung merupakan keturunan Tionghoa. Namun, tak sedikit pula warga Jogja dan wisatawan yang antusias dan membaur merayakan perayaan Imlek dan Cap Go Meh. Semakin malam, kawasan ini semakin ramai. Bahkan pengunjung berebut untuk bisa masuk ke kawasan panggung utama.
Advertisement
Penutupan PBTY ditandai dengan berbagai penampilan seni pertunjukan. Diawali dengan penampilan sejumlah penyanyi yang menyanyikan berbagai lagu berbahasa Mandarin. Lalu, ada juga penari dari kelompok seni Hoo Hap Hwee yang berlenggak-lenggok membawakan modern dance Jiu Tian Lan Yue. Ada pula pertunjukan opera oleh penari solo yang membawakan tarian 1.000 wajah. Setidaknnya ada 14 paguyuban yang turut serta memeriahkan gelaran ini.
Di pengujung acara, naga liong dan 40 barongsai tampil bersama. Naga liong dan barongsai itu naik panggung, hingga menyapa langsung pengunjung yang hadir di PBTY 2025. Tak sedikit penonton yang juga memberikan angpao.
Barongsai yang tampil malam itu bukanlah barongsai biasa. Sebab, barongsai yang tampil merupakan anggota Federasi Olahraga Barongsai Indonesia (FOBI) yang juga sempat memenangi kompetisi PON beberapa waktu lalu.
Gelaran PBTY diinisiasi oleh Jogja Chineese Art and Culture Center (JCACC). Ketua JCACC, Tandean Harry Setio, mengatakan PBTY menjadi wadah meleburnya berbagai macam latar belakang manusia, mulai dari etnis, budaya, agama, hingga usia. Dari aspek etnis misalnya, PBTY mencoba menghadirkan stan kuliner dari India di tengah keberadaan stan kuliner khas Tionghoa, Indonesia, ataupun khas Jogja.
Akulturasi budaya kuliner juga terlihat dari keberadaan Lontong Cap Gomeh yang dijajakan di sepanjang Jalan Ketandan. Meski PBTY dilaksanakan untuk memperingati Cap Gomeh, tapi berbagai seni budaya khas Jawa tarian tradisional Jawa hingga musik keroncong Jawa turut ditampilkan.
"Orang Tionghoa dan Indonesia tidak harus dipermasalahkan. Sudah sejak abad 4, sudah ada di sini. Semangat dari kami penuh dengan warna, penuh dengan keindahan, tanpa harus melukai. Pluralis tempatnya di Ketandan," ujar Harry.
Tahun ini PBTY kembali menghadirkan pameran seni budaya di Rumah Budaya Kampung Ketandan Tionghoa. Lokasi ini dulunya merupakan rumah Kapiten Tan Jin Sing atau dikenal Kanjeng Raden Tumenggung Secodiningrat. Rumah Budaya juga dinilai berkontribusi terhadap sejarah di Yogyakarta dan salah satu pendukung keberadaan Sumbu Filosofi Yogyakarta.
Harry mengatakan gelaran PBTY menjadi salah satu event favorit wisatawan dan menjadi event besar skala Asia. Pada setiap pelaksanaannya, tidak kurang dari 10.000 orang hadir. Tentunya, ini akan memberikan dampak yang positif bagi perekonomian di Jogja.
Sektor UMKM, jasa akomodasi, hingga transportasi akan tumbuh subur. Tak hanya itu, keberadaan PBTY kali ini juga secara tak langsung memperkenalkan destinasi baru, yakni Teras Malioboro yang juga berlokasi di Ketandan.
"Sebenarnya tidak promosi, tapi dengan sendirinya akan promosi karena dalam sehari tidak kurang dari 10.000 orang hadir. Ini festival besar di Indonesia apalagi dilaksanakan selama tujuh hari dan sudah wonderful Asia."
BACA JUGA: Semua Ribut Efisiensi Anggaran, Kemenpar Malah Minta Tambahan Rp2,25 Triliun
Lontong Cap Go Meh
Salah satu pengunjung, Annisa, mengaku sudah datang ke kawasan Ketandan bersama teman-temannya sejak sore hari. Dia datang di hari terakhir untuk mengikuti puncak acara sekaligus penutupan PBTY 2025. Mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta ini sempat berkeliling mengitari berbagai stan yang ada. Annisa juga menyempatkan diri untuk membeli kudapan yang hanya ada pada saat gelaran PBTY. "Tadi sempat mencicipi Lontong Cap Go Meh. Rasanya unik ya, ini benar-benar perpaduan percampuran budaya Indonesia dengan Tionghoa," jelasnya.
Annisa mengaku kali pertama dia datang ke PBTY. Sebelumnya, dia mendapatkan informasi lewat media sosial. Annisa terkesan dengan pelaksanaan PBTY. Menurutnya, tak ada sekat apa pun dalam gelaran ini. Tua, muda, dengan latar belakang etnis, agama, dan jenis kelamin apa pun dapat berbaur dengan baik. Di sisi lain, dia juga terkesan dengan keberadaan booth Gembira Loka Zoo yang hadir dengan membawa koleksi ular. Ini sejalan dengan shio Ular Kayu pada tahun 2025. "Benar-benar mengesankan. Harapannya tahun depan bisa diselenggarakan lagi. Tentunya dengan lebih meriah lagi, berbagai pertunjukan lebih menghibur, lebih banyak lagi kuliner khas Tionghoa mungkin masih banyak yang belum tahu," ungkapnya. (***)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
![alt](https://img.harianjogja.com/posts/2025/02/12/1203994/pilkada-ilustrasi-antara2.jpg)
Massa Pendukung Calon Bupati dan Wakil Bupati di Puncak Jaya Ribut, Satu Orang Meninggal
Advertisement
![alt](https://img.harianjogja.com/posts/2025/02/11/1203856/innside.jpg)
Iftar Menu Nusantara dan Timur Tengah di INNSiDE Yogyakarta, Mulai dari Rp155.000
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal Terbaru Kereta Bandara Xpress Rabu 12 Februari 2025, Berangkat dari Stasiun Tugu, Wates dan YIA
- Jadwal Terbaru KRL Solo-Jogja Rabu 12 Februari 2025: Berangkat dari Stasiun Palur, Jebres, Stasiun Balapan dan Purwosari
- Jadwal Terbaru Bus Damri dari Bandara YIA Kulonprogo ke Jogja Rabu 12 Februari 2025
- Jadwal SIM Keliling Ditlantas Polda DIY Rabu 12 Februari 2025: Di Kapanewon Godean
- Jadwal Terbaru Kereta Bandara Rabu 12 Februari 2025, Berangkat dari Stasiun Tugu dan YIA
Advertisement
Advertisement