Advertisement
KAWASAN CAGAR ALAM GEOLOGI: Selaras dari Atas Sampai Bawah

Advertisement
JOGJA—Keberhasilan penerapan Kawasan Cagar Alam Geologi (KCAG) di DIY bergantung dari banyak hal, termasuk keselarasan desain dan aturan tata ruang dari tingkat provinsi hingga tingkat terbawahnya.
Kepala Bidang Pengaturan dan Pembinaan Tata Ruang Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY, Muhammad Dzulhanif Harahap, mengatakan proses pengajuan KCAG melibatkan diskusi lintas sektor.
Advertisement
Meski saat ini Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Bantul, Kulonprogo, dan Gunungkidul, sedang direvisi, namun secara garis besar tata ruang di DIY sudah memiliki semangat yang selaras. Pengaturan RTRW DIY, lanjut Dzulhanif, akan diacu dan dipedomani oleh RTRW kabupaten dengan lebih detail.
"Kebijakan RTRW yang ada di DIY hingga kabupaten sudah inline. Jangan sampai kita sudah menetapkan KCAG, tapi RTRW-nya belum inline," katanya.
Muhammad Dzulhanif Harahap
Di samping keselarasan, situs geologi di DIY juga beririsan dengan status lainnya. Contohnya Batugamping Eosen di Ambarketawang, Gamping, Sleman. Selain masuk dalam KCAG, lokasi tersebut juga tergolong Taman Wisata Alam atas penatapan Kementerian Kehutanan. Pola yang sama juga terjadi di Kompleks Batuan Merapi Tua Turgo-Plawangan Pakem di Purwobinangun dan Hargobinangun, Pakem, Sleman, yang beririsan dengan Taman Nasional Gunung Merapi dalam naungan Kementerian Kehutanan.
"Ada irisan-irisan antar sektor, tetapi Alhamdulillah masih satu fungsi, sama-sama melindungi," katanya.
Dalam kondisi inilah tata ruang menjadi penting. Terlebih dalam 20 situs KCAG, tidak semuanya milik pemerintah. Beberapa titik situs geologi berada dalam kepemilikan pribadi oleh masyarakat. Edukasi serta sinergi antara masyarakat dan pemerintah perlu semakin erat dan sejalan. Hal ini agar situs geologi bisa lestari, sembari berpotensi memberdayakan ekonomi masyarakatnya.
Transformasi Tebing Breksi
Sekitar 2012, masyarakat sekitar Tebing Breksi, Prambanan, Sleman, masih menambang bebatuan di sekitar. Pada tahun 2014, penambangan Tebing Breksi ditutup pemerintah. Penelitian menunjukkan bahwa bebatuan di Tebing Breksi merupakan bagian dari Gunung Api Nglanggeran di Patuk, Gunungkidul. Maka ada nilai yang tinggi secara geologi.
Pemda DIY dan Pemkab Sleman berupaya hadir untuk mengubah aktivitas masyarakat di Tebing Breksi. Sempat ada pemberian program ternak, namun kurang berhasil. Beberapa program lainnya juga tidak maksimal. Hingga kolaborasi banyak sektor menemukan pola yang cocok, yaitu dengan pengembangan wisata.
"Dengan diubah menjadi objek wisata, Tebing Breksi tetap lestari, tetapi masyarakat sejahtera, bahkan lebih sejahtera dari sebelumnya [saat menambang batu]," kata Dzulhanif.
Saat ini, tidak perlu lagi melarang masyarakat sekitar untuk menambang atau merusak situs geologi di sana. Justru masyarakat yang menjadi pengawas kelestarian situs tersebut. Apabila situs geologi rusak, maka akan mengganggu sektor wisata, yang menjadi tumpuan ekonomi ratusan warganya.
"Sekarang Tebing Breksi diperindah ada ukiran. Seluruhnya menjadi bagian dari pelibatan masyarakat dalam melestarikan situs geologi di DIY," katanya. (***)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Simak Cara Membayar Zakat Fitrah Online, Praktis dan Tepercaya dari Baznas
Advertisement

Masjid Sultan Eyup, Masjid di Istanbul yang "Dijaga" Sahabat Nabi Muhammad SAW
Advertisement
Berita Populer
- Puluhan Atlet Gateball Kota Jogja Siap Tanding Porda 2025
- Pembangunan Rumah Sakit di Patuk Ditunda, Begini Alasan Dinas Kesehatan Gunungkidul
- BKAD Sleman Siapkan Rp14 Miliar untuk Gaji Calon ASN
- Pemkot Jogja Cek Keamanan Takjil di Pasar Ramadan Jogokaryan
- Kemantren Wirobrajan Jogja Pasang Spanduk Larangan Buang Sampah Sembarangan
Advertisement
Advertisement