Advertisement

Kolcai Jogja, Menangkap Situasi dalam Guratan Cat Air

Sirojul Khafid
Minggu, 17 Agustus 2025 - 09:47 WIB
Sunartono
Kolcai Jogja, Menangkap Situasi dalam Guratan Cat Air Komunitas Lukis Cat Air Indonesia (Kolcai) Jogja. - Istimewa.

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Kolcai Jogja menjadi ruang belajar sekaligus menenangkan diri. Melalui seni lukis media cat air, anggota komunitas ini melatih kepekaan dirinya menangkap situasi.

Di salah satu sisi ruang pameran Bentara Budaya Yogyakarta, Gondokusuman, Kota Jogja, terdapat 10 karya cat lukis air. Komunitas Lukis Cat Air Indonesia (Kolcai) Jogja jadi bagian dalam Pameran Lawatan Nusayara: Ritus Raya. Seniman Kolcai Jogja merespon ritus budaya, seperti upacara, perayaan, tradisi daur hidup, hingga ruang cagar budaya tempat manusia beraktivitas.

Advertisement

Anggota Kolcai Jogja, Alfi Ardyanto, mengatakan respons itu tergambar dalam gambar bangunan bersejarah di Kotabaru (Masjid Syuhada, Rumah Pattimura 1, Rumah Budaya), uborampe, kelahiran, dan panen raya. "Karya yang ditampilkan berupa print out dan animasi, gambarnya dibikin bergerak," kata Alfi, Kamis (7/8/2025).

"Akhir pekan ini, kami juga ada workshop lukis cat air, melukis on the spot di Rumah Budaya."

Dalam rentang waktu tertentu, Kolcai Jogja memang rutin mengadakan plein air, atau melukis cat air on the spot. Waktunya bisa dadakan atau terencana. Tempatnya bisa di perkotaan Jogja, atau tempat yang banyak unsur alam seperti Imogiri, Bantul.

BACA JUGA: Tak Digelar di IKN, Peringatan HUT RI ke-80 di Jakarta Dimeriahkan 1.000 Penari

Alfi mengatakan dalam plein air, anggota Kolcai Jogja akan berkumpul di satu titik, kemudian menggambar bersama. Meski objek lukisnya sama, namun ketertarikan dan manifestasi dalam gambar antar anggota bisa berbeda. Setelah itu ada sesi sharing. Satu sama lain akan saling memberikan masukan.

Agenda rutin lain berupa pameran. Di awal-awal Kolcai Jogja berdiri, setahun bisa tiga sampai empat kali pameran. “Ada juga Sowan Maestro. Kami menjalin komunikasi [dengan para pelukis senior]. Misalnya sowan ke Nasirun, Bayu Wardhana, sampai Putu Sutawijaya,” kata Alfi, laki-laki berusia 57 tahun ini.

Semua Boleh Bergabung

Para penikmat seni cat air ini awalnya tersebar di berbagai daerah. Kegiatannya juga khas masing-masing. Hingga pada 2012, Handogo Sukarno merasa perlu mengumpulkan pecinta lukis cat air dalam wadah grup Facebook. Di salah satu kesempatan, dia mengundang beberapa perwakilan daerah untuk berkumpul di Jakarta.

Perkumpulan itu menghasilkan Komunitas Lukis Cat Air Indonesia (Kolcai). Para undangan pulang ke daerah masing-masing. Mereka mengumpulkan dan menghidupkan pecinta lukis cat air di daerah. Ketua Kolcai Jogja, Aida Makmur, mengatakan tidak semua komunitas daerah bertahan dan berjalan.

Namun banyak juga yang aktif, dan justru menjadi besar. Idho, panggilan akrabnya, mengatakan Kolcai Jogja salah satu yang aktif sampai hari ini. “Tentu ada naik turun jumlah anggota, tapi antusiasnya makin hari makin kelihatan. Anggotanya lebih dari 100, yang aktif dan rutin ikut kegiatan sekitar 30-50 orang,” kata Idho.

Tidak ada syarat khusus untuk bergabung dengan Kolcai Jogja. Sesuatu yang penting, orang tersebut perlu suka dengan seni gambar atau lukis. Tidak ada iuran atau standar keahlian. Banyak yang belajar cat air mulai dari nol di Kolcai Jogja.
Tidak harus juga anggota tersebut nantinya menjadi pelukis profesional. Meski beberapa anggota berprofesi sebagai pelukis, banyak anggota Kolcai Jogja yang bukan menjadikan seni lukis sebagai pekerjaan utamanya. Ada anggota komunitas yang berprofesi sebagai PNS, guru, pekerja lepas, mahasiswa, sampai murid SMA.

“Kebanyakan belajar melukis cat air secara autodidak,” katanya. “Anggota Kolcai Jogja kebanyakan awalnya hobi [melukis], jadi hampir semua orang punya pekerjaan utama. Ini dilakukan di waktu senggang dan jadi healing kami.”

Bisa Lebih Awet

Apabila berbicara pasar penjualan karya cat air, kondisi di Indonesia masih kurang semarak. Penikmat dan kolektor masih cenderung sedikit. Misalpun ada kolektor seni lukis cat air, biasanya dia tergolong yang maniak.

Bisa jadi karena ukuran karya cat air di kertas, yang biasanya berukuran lebih kecil dibanding dengan media lain. Bisa jadi juga karena perawatan karya yang cukup rumit. “Penanganan karya [seni lukis cat air] lebih ribet. Harus dipigura kaca agar tahan dari lembab. Meski sebenarnya medium kertas dan kanvas, misal dirawat dengan baik bisa sama awetnya, bahkan bisa lebih awet cat air,” kata Alfi.

BACA JUGA: Di Kota Jogja Masih Ada 2.323 Pengangguran, Didominasi Lulusan SMK

Contoh kertas yang lebih awet terlihat pada teks proklamasi. Kondisinya saat ini masih tergolong utuh. Sementara beberapa lukisan dari kanvas tidak jarang sudah rusak, dan perlu restorasi. “Jadi salah kaprah apabila [menganggap] kertas lebih lemah dari kanvas,” katanya.

Hal ini dengan asumsi, perawatan dan lingkungan penyimpanan kertas berada dalam kondisi yang ideal. Terlebih apabila diletakkan di suhu museum, yang memang didesain untuk mempertahankan karya, maka keawetan kertas serta cait air di atasnya bisa bertahan lama.

Membawa Seni Lukis Cat Air Naik Kelas

Cat air merupakan perkenalan pertama banyak anak-anak pada seni lukis. Setidaknya itu yang Aida Makmur alami. Saat TK dan SD, dia mendapat seperangkat alat cat air untuk melukis di sekolah. Dugaannya, cat air sebagai media lukis yang murah dan mudah. Alas lukis berupa kertas juga banyak jenisnya, mulai dari kertas HVS sampai buku gambar umum.

Meski menjadi pengenalan pertama anak pada seni lukis, yang mestinya punya ikatan emosional tersendiri, justru itu menjadi semacam bumerang. Saat ada orang dewasa yang bermain cat air, beberapa orang menganggap itu dolanan bocah.

“Apalagi medianya kertas, dianggap enggak tahan [lama] seperti pada media kanvas, mungkin itu [alasan] cat air pada kertas tidak se-booming lukis akrilik atau oil pada kanvas,” kata Idho, panggilan Aida Makmur.

Semakin mengulik, Idho semakin sadar anggapan apabila seni lukis cat air yang murah dan mudah tidak selamanya benar. Pada tahap dan kondisi tertentu, peralatan lukis cat air bisa lebih mahal dari bahan akrilik dan cat minyak. Teknik juga bisa lebih rumit.

Idho mengatakan lukis cat air bisa jadi murah atau mahal, bisa gampang atau susah. "Banyak teknik dan pertimbangan, dengan cat air, kami melukis dengan air, bukan dengan tintanya dalam membuat warna [di kertas], tapi bagaimana mengendalikan air, udah seperti waterbender (pengendali air),” kata perempuan yang saat ini berusia 46 tahun itu.

BACA JUGA: Hasil Heracles vs Nijmegen: Skor 1-4, Calvin Verdonk Main Penuh

Semua itu bisa langsung dibuktikan di Kolcai Jogja. Semua orang terbuka untuk belajar di komunitas yang sudah berusia 13 tahun ini. Sebagai wadah belajar dan bersenang-senang, Kolcai Jogja berharap bisa bertahan dan semakin dikenal orang.
Dalam langkah yang lebih panjang, mereka ingin membuat seni lukis cat air memiliki ruang apresiasi yang lebih tinggi. “Ingin bikin pameran cat air yang cukup bikin orang makin sadar [keberadaan seni lukis cat air],” kata Idho.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

Narapidana Terorisme Kibarkan Bendera Merah Putih pada Upacara HUT ke-80 RI di Lapas Cipinang

Narapidana Terorisme Kibarkan Bendera Merah Putih pada Upacara HUT ke-80 RI di Lapas Cipinang

News
| Minggu, 17 Agustus 2025, 12:47 WIB

Advertisement

Perayaan HUT Kemerdekaan RI, Semarak Merah Putih Berkibar di Candi Prambanan, Borobudur dan Ratu Boko

Perayaan HUT Kemerdekaan RI, Semarak Merah Putih Berkibar di Candi Prambanan, Borobudur dan Ratu Boko

Wisata
| Sabtu, 16 Agustus 2025, 11:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement