Advertisement

Kisah Petani Ikan di Sleman, Pasrah pada Cuaca

Sunartono
Selasa, 22 April 2014 - 16:54 WIB
Nina Atmasari
Kisah Petani Ikan di Sleman, Pasrah pada Cuaca

Advertisement

Matahari tepat berada di atas kepala. Seorang petani ikan lele tengah sibuk berada di dalam kolam berair keruh di Dusun Jetis Kaliurang, Sumberagung, Moyudan, Sleman. Tubuhnya hanya terbungkus celana setengah panjang yang melingkar di perutnya.

Menggunakan dua jala kecil bergagang besi, ia menggarukannya ke dalam air. Sekali garukan saja, pria itu mendapatkan belasan ekor ikan lele di jala kanan dan kiri tangannya. Kemudian dimasukkannya ke dalam ember besar yang disiapkan di pinggiran kolam.

Advertisement

Begitu seterusnya, Haryono, 40, saat memanen lele siang itu. Dua pelanggannya membawa drum tempat penyimpan ikan yang berada di pinggir kolam. Dua teman sesama petani lele turut membantu menghitung dan memisahkan antara ikan lele konsumsi rumah tangga, lesehan kaki lima dan konsumsi perhotelan.

Setiap hari, pembeli yang rata-rata pedagang lesehan datang silih berganti ke kolam tersebut. Dalam sehari, Haryono memenuhi permintaan pembeli minimal tujuh kuintal lele untuk tiga jenis ukuran. Dalam sebulan, setidaknya dia menjual tak kurang dari 210 kuintal lele konsumsi, dengan harga berkisar antara Rp17.000 hingga Rp18.000 per kilogram.

Jika hasil panenannya kurang, maka ia akan meminta stok kepada petani lain di dusun tersebut. "Memang seperti itu, kalau kehabisan minta ke teman petani lain yang punya stok. Kalau saya sendiri permintaan minimal tujuh kuintal," terangnya saat ditemui akhir pekan lalu.

Ikan-ikan itu bisa dipanennya setelah merawat dua bulan. Satu kolam minimal 7.000 ekor. Menyesuaikan dengan jumlah ikan, tapi dalam satu kolam ia menghabiskan 20 kilogram pelet untuk makanan sehari.

Semakin berani memberi makan, berat lele yang dihasilkan juga menyesuaikan. "Kalau makanannya satu ton, berat yang dihasilkan juga satu ton," ucap petani lain yang tengah memisahkan lele di dekat Haryono.

Cuaca merupakan kendala yang paling sering dihadapi petani. Kadang sekali tanam 50.000 ekor hanya mati 10 ekor atau menebar benih puluhan ribu tapi tak tersisa juga pernah dirasakan.

Kalau sudah persoalan cuaca, sebagai petani ikan ia hanya bisa pasrah. "Kalau musim hujan malah tidak apa-apa. Yang parah kalau habis panas tapi tiba-tiba hujan," ucap Haryono.

Di kolam yang ditanami lele, selain ada yang milik pribadi ada juga yang di bawah binaan kelompok. Warga memanfaatkan melimpahnya air dari Selokan Mataram di dusun tersebut. Mereka memanfaatkan lahan yang tidak efektif untuk ditanami padi kemudian disulap jadi kolam ikan.

Seperti yang dilakukan pengurus Kelompok Tani Dusun Jetis Kaliurang, Buang Sarono. Ia memiliki belasan kolam di area bawah pepohonan rindang. "Kalau saya hanya khusus melayani pemancingan saja, tidak dijual keluar," ujar dia.

Menjadi petani ikan butuh kedisiplinan, terutama saat merawat dan memberi makan ikan. Menjadi petani ikan bisa dilakukan siapa saja. Jika tak memiliki lahan bisa sistem sewa tidak permanen menggunakan terpal. "Saya di rumah hanya ngurusi ikan, sudah puluhan tahun," kata Buang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Badan Geologi Menyebut Ketinggian Tsunami Akibat Erupsi Gunung Ruang Diprediksi hingga 25 Meter

News
| Kamis, 18 April 2024, 12:57 WIB

Advertisement

alt

Sambut Lebaran 2024, Taman Pintar Tambah Wahana Baru

Wisata
| Minggu, 07 April 2024, 22:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement