Advertisement
BANDARA KULONPROGO : Warga Terdampak Bandara Khawatir Pohon Rambutan Hanya Dihargai Rp16.000
Advertisement
Bandara Kulonprogo masih menimbulkan kekhawatiran warga yang terdampak
Harianjogja.com, JOGJA - Warga terdampak pendukung bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) mengkhawatirkan kinerja tim appraisal independen yang akan menilai tanah dan aset yang masuk dalam lahan calon bandara pekan depan.
Advertisement
Kekhawatirkan ini berdasarkan adanya keluhan akan hasil penilaian yang diberikan oleh tim yang sama atas lahan jalan underpass Kemiri-Jogoyudan, Wates pada 2015 lalu.
Lelang yang telah dilakukan oleh PT Angkasa Pura I untuk tim pelaksana appraisal independen menghasilkan tim yang sama sebagaimana proyek underpass Kemiri-Jogoyudan, Wates. Nanang Hudiriyanto, salah satu warga Dusun Ngringgit, Palihan menyatakan bahwa warga khawatir bahwa hasil penilaian yang diberikan tidak proporsional sebagaimana yang terjadi di daerah tersebut.
“Kami sudah mengadakan studi banding ke Jogoyudan, khawatirnya hal serupa akan terulang,” ujarnya pada Kamis (28/4/2016).
Berdasarkan studi banding tersebut, ia menguraikan bahwa saat itu aset pohon rambutan hanya dihargai sebesar Rp16.000. Faktanya, pohon tersebut bisa memberikan penghasilan sebesar Rp300.000 untuk satu kali petik bagi pemiliknya. Menurutnya, warga khawatir bahwa harga yang diberikan akan jauh dari perkiraan maupun harga pasar.
Warga sendiri memiliki persepsi bahwa harga tegalan, sawah, dan pemukiman sendiri sama. Perbedaannya hanya terletak pada bangunan yang berdiri di atas lahan tersebut. Lebih lanjut, warga sendiri ingin lahannya dihargai berdasarkan peruntukkannya sebagai pembuktian bahwa keberadaan bandara NYIA memang memberikan manfaat bagi warga sekitar.
Selain itu, penolakan warga akan tim appraisal independen juga disebabkan bahwa hingga kini belum ada jawaban yang pasti akan semua tuntutan yang telah diajukan. Sementara itu, pemerintah juga menyatakan bahwa warga yang enggan asetnya dinilai terpaksa harus menerima hasilnya begitu saja.
Selain tuntutan yang belum ada solusinya, proses pengukuran calon lahan bandara sebelumnya juga dianggap masih cacat. Pasalnya, ada sejumlah lahan yang memiliki luas yang berbeda berdasarkan hasil pengukuran dan sertifikat yang telah dimiliki oleh warga sebelumnya.
Sumaryadi, warga Ngringgit, Palihan menyebutkan bahwa hasil pengukuran oleh BPN di lahannya memiliki selisih hingga 600 meter dibandingkan sertifikat tanah yang dimiliknya.
Selisih tersebut sampai saat ini belum diberikan solusi apapun. Warga Dusun Palihan I sendiri sebelumnya sepakat membagi secara proporsional selisih luas lahan warga.
Namun, Sumaryadi menjelaskan bahwa hal tersebut tidak bisa diberlakukan di daerahnya. Pasalnya, lahan miliknya tersebut berada di daerah yang sama dengan sejumlah warga penolak bandara tanpa syarat.
”Selain tetangga lahan adalah warga penolak, mereka juga pasti tidak mau karena akan merugi,”ujarnya. Permalasahan yang masih menggantung inipula yang menambah kekhawatiran warga akan proses appraisal yang akan datang.
Perwakilan tim appraisal dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) MBPRU Jogja, Uswatun Khasanah menjelaskan bahwa selama ini hasil kerjanya selama ini cukup memuaskan secara umum. Ia menguraikan bahwa lebih banyak warga yang setuju atas penilaian yang dilakukan oleh timnya dibanding yang tidak setuju.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Dirut Garuda Larang Karyawan Gunakan Jatah Tiket Gratis saat Libur Nataru
Advertisement

Jelang Natal Saatnya Wisata Ziarah ke Goa Maria Tritis di Gunungkidul, Ini Rute dan Sejarahnya
Advertisement
Berita Populer
- DP3AP2KB Beberkan Penyebab Stunting di Kota Jogja
- 10 Kandidat Pemilu Jogja Diduga Langgar APK, Paling Banyak di Umbulharjo
- Kampanye Bagi-bagi Susu dan Minyak Goreng, Bawaslu Jogja Bilang Begini
- Antisipasi Kemacetan Saat Libur Nataru, Ini yang Dilakukan Pemkot Jogja
- Libur Natal dan Tahun Baru 34 Simpang di Kota Jogja Diatur Otomatis
Advertisement
Advertisement