Advertisement

Ini Alasan Mengapa Warga Jogja Tak Perlu Panik atas Kasus Difteri

I Ketut Sawitra Mustika
Selasa, 12 Desember 2017 - 04:20 WIB
Nina Atmasari
Ini Alasan Mengapa Warga Jogja Tak Perlu Panik atas Kasus Difteri Menteri Kesehatan melihat proses imunisasi Measles Rubella di Madrasah Tsanawiyah Negeri 10, Jl. Damai, Sleman, Selasa (1/8/2017). Pemerintah berkomitmen untuk menghilangkan penularan dan populasi virus campak dan rubella di tahun 2020 serta mengkampanyekan pemberian imunisasi tersebut pada anak usia sembilan bulan sampai usia di bawah 15 tahun, untuk menekan kejadian kasus campak (measles) dan rubella. (Gigih.M. Hanafi/JIBI - Harian Jogja)

Advertisement

Seorang siswa di Prambanan Sleman dinyatakan suspect difteri, Senin (11/12/2017)

Haranjogja.com, SLEMAN- Seorang siswa di Prambanan Sleman dinyatakan suspect difteri, Senin (11/12/2017) namun Dinas Kesehatan DIY meminta masyarakat tidak panik dalam menanggapi kabar tersebut.

Advertisement

Baca juga : http://m.harianjogja.com/?p=875880">Seorang Pelajar di Sleman Suspect Difteri

Kepala Dinas Kesehatan DIY Pembayun Setyaningastutie mengatakan dari kondisi yang berkembang, ia menyatakan suspect difteri biasanya ditemukan di daerah-daerah yang cakupan imunisasinya belum di atas 95%.

Pembayun sendiri mengklaim cakupan imunisasi di DIY sudah mencapai 98% sebab dilaksanakan melalui Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).

Namun tetap saja ada beberapa orang tua yang belum sadar dengan pentingnya imunisasi sehingga menolak mengikutsertakan anaknya. Alasan yang paling banyak muncul adalah vaksin dianggap tidak halal sehingga ada daerah-daerah tertentu yang cakupan imunisasinya masih dibawah 95%.

Pembayun mengaku usaha penyadaran memang tidak mudah, tapi berbagai upaya tetap harus dilaksanakan. Sebab, imunisasi adalah kunci untuk menghindari berbagai penyakit. Ia menyatakan, berdasarkan evaluasi nasional, diatas 65% (ia menyebut sekitar 67 atau 68%) orang terjangkit penyakit-penyakit tertentu karena tidak melakukan imunisasi.

Sedangkan 31% lainnya mengidap penyakit karena imunisasi yang diterima tidak lengkap. Sisanya, kata Pembayun, dikarenakan saat seseorang diimunisasi kondisi tubuhnya kurang baik sehingga vaksin tidak bekerja dengan optimal.

“Sekolah dan komunitas perlu disadarkan dan dingatkan. Difteri kan penyakit yang menular. Teman-teman turun ke lapangan, dicari siapa anak-anak yang pernah kontak dengan yang bersangkutan. Dengan kejadian ini mudah-mudahan mereka terbuka setelah diberitahu ‘Ini lo dampaknya kalau tidak imunisasi’,” jelasnya, Senin.

Lebih lanjut ia menerangkan, anggapan beberapa orang tua yang menyatakan anaknya tetap baik-baik saja walaupun tidak terimunisasi adalah hal yang keliru. Sebab, yang bersangkutan tidak terpapar berbagai penyakit karena lingkungannya sudah kebal.

Jika keluar dari lingkungan yang sudah kebal menuju masyarakat yang belum terimunisasi maka kemungkinan besar tubuh anak itu akan diserang berbagai virus dan bakteri. “Mudah-mudahan tidak ada anak di sekolah itu yang suspect difteri sehingga si pasien [bisa dikatakan] tidak terjangkit di sana,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Badan Geologi Menyebut Ketinggian Tsunami Akibat Erupsi Gunung Ruang Diprediksi hingga 25 Meter

News
| Kamis, 18 April 2024, 12:57 WIB

Advertisement

alt

Sambut Lebaran 2024, Taman Pintar Tambah Wahana Baru

Wisata
| Minggu, 07 April 2024, 22:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement