Advertisement
Pramugari Cantik Saudia Airlines dari Gunungkidul Ini Sempat Dikira TKW

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Pramugari adalah profesi yang banyak diminati. Meski risikonya besar, gajinya tak kalah gede. Di Hari Penerbangan Nasional yang diperingati tiap 9 April, harianjogja.com membuat profil pramugari asal Gunungkidul dan beberapa pemudi yang tertarik dengan pekerjaan ini.
Febriyana Purwantari sudah 12 tahun menjadi pramugari di maskapai Saudia Airlines, dulunya lebih populer dengan nama Saudi Arabian Airlines. Oleh orang tuanya, dia diarahkan untuk bekerja di bidang lain. Namun Anna, begitu dia biasa dipanggil, sudah memendam cita-cita menjadi pramugari sejak kecil.
Advertisement
“Supaya bisa kerja sambil jalan-jalan ke luar negeri, melihat dunia luar, dan yang pasti bisa bantu keluarga,” ujar dia lewat aplikasi berbagi pesan, Sabtu (7/4/2018).
Pada 2006, beberapa bulan selepas mentas dari sekolah menengah atas, Anna mewujudkan impian tersebut. Lulusan Pelatihan Pramugari Pramugara Nusantara (P3N) ini melamar ke maskapai dalam negeri, tetapi gagal.
“Akhirnya setelah dua kali gagal tes di beberapa maskapai domestik, justru saya malah keterima di maskapai internasional,” ucapnya.
Anna sudah punya banyak pengalaman tatkala melayani beragam jenis penumpang pesawat, termasuk penumpang genit. “Jadi kalau di pesawat, mereka ganjen paling mentok cuma ngasih nomor telepon dengan harapan saya hubungi,” katanya.
Profesi yang dia geluti bukan pekerjaan mudah. Dia harus jauh dari keluarga karena jadwal pekerjaan yang padat, bolak-balik Jeddah, Arab Saudi, dan Jakarta. Anna jarang merayakan Lebaran di rumahnya. Dia juga sering melewatkan momen penting bersama keluarga, misal pernikahan saudara. “Jarang bisa menikmati hari penting bareng mereka,” ujar dia.
Anna paham betul risiko menjadi pramugari. Tak berselang lama setelah dia bekerja di dunia aviasi, banyak kecelakaan pesawat terbang terjadi. Namun, Anna tak pernah risau.
“Saya tipe orang yang menerima apa pun risiko dari sesuatu yang saya sukai. Saya selalu berpikiran posotif saat terbang, dan doa dari ibu juga enggak pernah ketinggalan. Itu saja modal saya sampai sekarang,” ujar Anna.
Apa yang dicita-citakan Anna sebenarnya kurang sejalan dengan yang diinginkan ibunya, Giriyanti, 52. Ketika ditemui di rumahnya di Desa Ngawu, Playen, Gunungkidul, Jumat (6/4/2018), Giriyanti mengaku sangat getol menyekolahkan Anna di akademi perawat kesehatan selepas anaknya tamat SMA.
Namun, Anna menolak. Dia kemudian menanyakan apa yang diinginkan Anna. “Saat itu dia baru ngomong kalau memiliki minat jadi pramugari,” ujar dia.
Yanti teringat, mendiang paman Anna pernah bercerita ihwal anaknya yang ingin jadi pramugari. Yanti tidak menyangka cita-cita anaknya tersebut begitu kuat. Pada akhirnya Yanti pun luluh. Ia memberi restu kepada Anna. “Sangat jarang ada orang desa seperti anak saya yang bisa jadi pramugari apalagi di luar negeri,” ujar dia.
Saat Anna mulai menjadi pramugari dan pergi ke Arab Saudi, beberapa tetangganya mengira anaknya menjadi buruh migran. “Banyak yang menyangka anak saya jadi TKW karena di sini tidak ada yang menjadi pramugari.”
Minat Tinggi
Menurut data Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), selama kurun 2010 hingga 2016, terjadi 212 insiden pesawat terbang di Indonesia. Ada 519 orang yang menjadi korban, 375 meninggal dunia.
Tahun lalu, KNKT mencatat tujuh kecelakaan pesawat. Banyak korban kecelakaan merupakan awak pesawat, termasuk pramugari. Kendati demikian, pekerjaan ini masih banyak diminati.
Salah satu peminat profesi tersebut adalah Devy Tri Cahyanti, 23. Perempuan asal Saptosari, Gunungkidul, ini mengaku ingin menjadi pramugari sejak kecil. Menurut dia, pramugari mencerminkan sosok wanita yang anggun dan rapi serta bisa bekerja sembari jalan-jalan.
Pendapatan yang gede juga menjadi daya tarik. “Gaji menjadi pramugari kan lumayan, bisa buat bantu-bantu orang tua,” ujar dia.
Kendati demikian, impian dara yang kini berstatus sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di Jogja ini terganjal oleh restu orang tua. Ibu Devy secara terang-terangan tidak setuju dia menjadi pramugari.
“Ibu kurang setuju, karena risikonya besar, apalagi dulu sering terjadi kecelakaan pesawat, jadi sekarang aku lebih memilih kuliah, tapi kalau besok orang tua berubah pikiran, aku tetap mau coba.”
Devy tidak sendiri. Fransiska Putri, 20, lajang asli Patuk, Gunungkidul, ini juga sejak lama bercita-cita menjadi pramugari. “Saat SMP, saya ke Jakarta naik pesawat dan lihat pramugari, jadinya pengin kayak mereka,” ujarnya.
Siska tak terlalu risau dengan tingginya risiko yang dihadapi. “Setiap pekerjaan juga ada risikonya.”
Pendapatan yang diperoleh pramugari di maskapai penerbangan, baik domestik maupun internasional, berkisar Rp8 juta hingga puluhan juta rupiah. Menurut data gaji yang dihimpun dari website qerja.com, pramugari dari Nam Air mendapat gaji Rp8 juta. Itu baru gaji pokok, belum uang terbang yang dihitung selama melayani penerbangan sejak pintu pesawat ditutup hingga mendarat.
PT Garuda Indonesia menggaji pramugarinya sebesar Rp14,5 juta. Adapun pramugari di Cathay Pacific Airways Ltd. setiap bulan mengantongi Rp25,5 juta. Tak ayal tingginya gaji tersebut membuat banyak orang menjadi pramugari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement

Wujudkan Pariwisata Berbasis Budaya, InJourney dan Kementerian Kebudayaan Sinergi Melakukan Pengelolaan Kompleks Candi Borobudur
Advertisement
Berita Populer
- Mahfud MD Sebut Amnesti dan Abolisi Menunjukkan Kedua Kasus Kental Nuansa Politik
- DPRD Kulonprogo Dorong Pemkab Bangun Rumah Sakit Daerah di Wilayah Utara
- Siswa Kulonprogo yang Keracunan Setelah Menyantap MBG Masih Rawat Inap, Pemkab Tanggung Semua Biaya
- 14.792 Warga Sleman Dinonaktifkan Kepesertaannya dari PBI JKN
- Fishum UIN Sunan Kalijaga Kini Miliki Program Magister Psikologi
Advertisement
Advertisement