PBTY 2019 Usai, Waktunya Fokus Lagi pada Penataan Kawasan Pecinan
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Gelaran Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) tahun ini resmi ditutup, Selasa (19/2/2019) malam. Penutupan itu juga membuka lembar baru, terkait kelanjutan revitalisasi kawasan Ketandan sebagai kawasan Pecinan.
Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Wisata Dinas Pariwisata DIY, Arya Nugrahadi mengatakan perhelatan PBTY masuk dalam salah satu agenda wisata Kementerian Pariwisata, Wonderful of Indonesia. Tak salah jika event tahunan tersebut selalu mendapat dukungan penuh dari Dispar DIY.
Advertisement
Selain dinilai memberi manfaat yang besar, kegiatan yang tahun ini digelar pada 13-19 Februari 2019 dinilai memberi berkontribusi positif bagi Jogja sebagai Kota Pariwisata. "Kami selalu support itu. Karena event ini tidak hanya menyajikan aneka kuliner Tionghoa tetapi juga menampilkan akulturasi kesenian dan kebudayaan," katanya, Rabu (20/2/2019).
Agenda wisata yang masuk dalam program Wonderful of Indonesia tidaklah mudah. Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi di antaranya kegiatan tidak hanya menampilkan sisi budaya saja tetapi juga memiliki unsur pendukung yaitu budaya, pemberdayaan masyarakat, ekonomi kreatif, hingga mendukung pengembangan pariwisata.
Selain itu, budaya yang ditampilkan tidak hanya mewakili budaya lokal saja tetapi juga budaya dalam cakupan yang lebih luas. “PBTY mampu menampilkan tidak hanya budaya Tionghoa saja tetapi juga berbagai penampilan budaya Nusantara,” katanya.
Ketua Umum PBTY XIV 2019 Tri Kirana Muslidatun menilai penyelenggaraaan event tahunan yang digelar sejak 13 Februari tersebut tergolong sukses. Masuknya PBTY dalam Wonderful of Indonesia tidak lepas dari usaha keras bersama panitia, Paguyuban Warga Tionghoa dan masyarakat Jogja dalam membesarkan event yang rutin diselenggarakan menyambut pergantian tahun baru Imlek itu. “Penilaian agar bisa masuk [Wonderful of Indonesia] dilakukan selama tiga tahun terakhir,” kata dia.
Kawasan Pecinan
Ketua Jogja Chinese Art And Culture Centre (JCACC) Harry Setio menyampaikan setelah PBTY
bukan berarti tugas mereka usai. Masih ada seabrek kegiatan yang menjadi pekerjaan rumah, salah satunya, terkait dengan kelanjutan program revitalisasi Ketandan sebagai kawasan Pecinan yang menampilkan kembali fasad-fasad bernuansa Tionghoa.
"Di sini ada rumah budaya Tionghoa yang sudah dibeli Pemda. Namun secara fisik belum diapakan dan kegiatannya bagaimana. Ini juga menjadi perhatian kami," kata dia.
Sekadar diketahui, program revitalisasi kawasan Ketandan sebagai kawasan Pecinan yang kental dengan nuansa budaya Tionghoa dimulai sejak 2014 lalu. Sedikit demi sedikit bangunan fasad di kawasan itu menampilkan corak dan kekhasan bangunan Thionghoa. "Sebenarnya sudah ada grand design untuk menampilkan fasad-fasad bernuansa Tionghoa. Cuma harus jelas mana yang menjadi kewenangan pemerintah dan mana yang bisa dilakukan oleh warga. Jadi perlu diasosiasikan," katanya.
Tahun ini, Pemkot Jogja melanjutkan revitalisasi tahap II yang difokuskan pada fasad bangunan dengan mengecat muka bangunan, memperbaiki teras rumah, mengganti kayu yang rusak, hingga mengganti jendela agar sesuai dengan gaya arsitektur bangunan asli. Pasalnya bangunan di kawasan Ketandan biasanya bergaya arsitektur yang khas yaitu gabungan arsitektur Tionghoa, Portugis, Belanda dan Jawa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Bawaslu Bakal Terapkan Teknologi Pengawasan Pemungutan Suara di Pilkada 2024
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Tarik Uang Taruhan dari 10 Orang, Pemain Judi Online asal Bantul Ditangkap Polisi
- Awasi Masa Tenang, Bawaslu Siagakan Semua Petugas Pengawas
- Selamatkan Petani karena Harga Cabai Anjlok, Pemkab Kulonprogo Gelar Bazar dengan Harga Tinggi
- Kantor Imigrasi Yogyakarta Catat 26.632 Turis Asing Masuk Yogyakarta via YIA pada Agustus-Oktober 2024
- Bawaslu dan KPU Kulonprogo Bersiap Masuki Masa Tenang dan Pemilihan
Advertisement
Advertisement