Berbuat Klithih Disebut sebagai Syarat Masuk Geng Pelajar
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA-Melakukan aksi klithih bagi pelajar yang belakangan marak di Jogja disebut sebagai salah satu syarat untuk masuk geng.
Hal itu terungkap dalam Focus Group Discussion dengan tajuk Mengurai dan Mencari Solusi Masalah Klitih, di Hotel Grage Malioboro, Kamis (23/1/2020) yang digelar Kantor Kesatuan Bangsa Kota Jogja.
Advertisement
Kepala Kantor Kesatuan Bangsa Kota Jogja, Zenni, menjelaskan awal 2020 Kota Jogja kembali diresahkan dengan sejumlah aksi klitih yang semua pelakunya merupakan pelajar sekolah. "Dari data yang kami peroleh, di Kota Jogja terdapat setidaknya 24 geng sekolah dari SMP, SMA dan SMK," kata dia.
Meskipun secara kuantitatif jumlah kasus cenderung menurun, yakni 18 kasus pada 2018 dan 16 kasus pada 2019, namun fenomena klitih tetap mencederai nama Jogja sebagai Kota Pelajar dan Kota Wisata. Maka dalam diskusi ini pihaknya juga mengundang sekolah untuk turut mencari solusi penanganan klithih.
Klithih kembali ramai diperbincangkan setelah awal tahun ini polisi mengungkap dua kejadian, pertama penganiayaan di tiga lokasi dalam satu malam yang berujung ditangkapnya 10 remaja anggota street geng di wilayah Sleman oleh Polda DIY.
Kedua, rencana balas dendam antargeng yang berujung ditangkapnya 10 remaja anggota geng sekolah di Kota Jogja oleh Polresta Jogja. Dari penangkapan ini, disita pula 14 senjata tajam berbagai jenis yang ditemukan di rumah pelaku yang sering digunakan berkumpul anggota geng.
Sempat beredar pula pesan bersumber anonim di media sosial yang menunjukkan daftar geng sekolah di Jogja dan sekitarnya, mulai dari SMP hingga SMA sederajat. Di situ lengkap dicantumkan data alamat sekolah, tempat nongkrong, jumlah anggota dan geng yang menjadi musuhnya.
Di masyarakat, bermunculan sejumlah spanduk yang menunjukkan penolakan pada aksi klithih dan mengimbau warga untuk menindak tegas jika mendapati sekelompok remaja berpotensi melakukan klithih.
Komandan Kodim 0734 YKA, Kolonel Zaenudin, mengatakan klitih memiliki latar belakang yang terdiri faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi kurangnya perhatian dari keluarga, tingkat pendidikan, kondisi spiritual dan emosional.
Sedangkan faktor eksternal meliputi pergaulan dengan geng di sekolah, dianggap tidak keren kalau tidak masuk geng, pengaruh miras, lingkungan yang individualis, sekolah hanya mengutamakan aspek akademis, terlalu dimanja dan makin maraknya kafe atau tempat nongkrong.
"Media juga turut menjadi penyebab semakin maraknya klithih. Mereka kalau tidak tertangkap justru menunggu beritanya keluar. Seolah gradenya naik setelah aksinya ramai di media sosial. Maka media juga perlu memanajemen pemberitaannya agar ikut meredam klithih," ungkapnya.
Adapun motif remaja melakukan klithih kata dia, di antaranya adalah untuk balas dendam dan bisa juga sebagai syarat masuk geng. Bagi anggota baru, sudah lumrah dalam dunia geng ditugaskan untuk mengasah nyali dan komitmennya dengan melakukan tindakan kriminal.
Adapun sejumlah solusi yang telah ia rumuskan di antaranya mengoptimalkan siskamling, intensitas patroli dan razia dari pihak berwajib, penertiban peredaran miras, pemasangan CCTV dan pendampingan intensif dari Babinkamtibmas untuk memutus regenerasi geng.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
BPJS Ketenagakerjaan Tingkatkan Sinergi PLKK untuk Pelayanan Kecelakaan Kerja yang Lebih Cepat
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Dinas Kebudayaan Gelar Malam Anugerah Kebudayaan dan Launching Aplikasi SIWA
- Pemkab Bantul Kembali Bagikan 250 Pompa Air Berbahan Bakar Gas ke Petani
- KPH Yudanegara Minta Paguyuban Dukuh Bantul Menjaga Netralitas di Pilkada 2024
- Mendorong Pilkada yang Inklusif dan Ramah Difabel
- Terbukti Langgar Netralitas, Seorang ASN di Bantul Dilaporkan ke BKN
Advertisement
Advertisement