Advertisement

Wayang Cakruk, Media Penyuluhan Sosial yang Tidak Bertele-tele

Siti Halida Fitriati (ST 19)
Selasa, 03 Maret 2020 - 02:17 WIB
Nina Atmasari
Wayang Cakruk, Media Penyuluhan Sosial yang Tidak Bertele-tele Pementasan Wayang Cakruk dari Dinas Sosial DIY, Minggu (1/3/2020). - Harian Jogja/Siti Halida Fitriati

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA-- Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta menghadirkan pentas Wayang Cakruk sebagai media penyuluhan. Melalui lakon Cakruk ini, berbagai kritik sosial ditawarkan. Salah satunya ialah bentuk toleransi dalam rangka mewujudkan kerukunan antar warga masyarakat.

Wayang Cakruk pertama kali digagas oleh Kepala Dinas Sosial, Untung Sukaryadi Pada Desember 2015 lalu, yang kemudian dijadikan sebagai media penyuluhan oleh Dinas Sosial DIY. Kali ini, Wayang Cakruk hadir dalam rangka memeriahkan rangkaian acara Jogja Heboh dengan tema "The Jumputan" di Kelurahan Tahunan, Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta, untuk yang kedua kalinya, Minggu (1/3/2020).

Advertisement

Menurut Kepala Bidang Penanganan Fakir Miskin, Agus Setyano, tidak ada yang salah dengan wayang lainnya, akan tetapi Wayang Cakruk dipandang lebih efektif. Sebab, lakon Cakruk langsung menyasar pada titik persoalan dan problematika masyarakat, tidak bertele-tele, dengan waktu pementasan yang relatif singkat.

"Pertunjukan wayang lain dipandang tidak akan efektif untuk memotret persoalan yg dituju. Dilihat dari durasi wayang kulit yang harus ngebyar semalam suntuk, dan baru pada goro-goro yaitu ketika punakawan muncul, persoalan sosial muncul, karena itu sudah ada pakemnya. Dengan menggunakam Wayang Cakruk, persoalan tersebut bisa relatif teratasi," kata Agus.

Wayang Cakruk merupakan adaptasi dari wayang orang, yang kemudian dibuatlah potret manusia-manusia cakruk. Cakruk sendiri artinya pos ronda. Dimana pos ronda merupakan tempat bagi masyarakat untuk berkumpul, dengan segala persoalan yang ada di antara mereka. Sehingga Wayang Cakruk bisa dikatakan merupakan potret kehidupan masyarakat yang tengah berkumpul di pos ronda (cakruk).

"Kenapa Wayang Cakruk, karena memotret kehidupan masyarakat yang berkumpul di cakruk atau pos ronda dengan segenap persoalan yang ada di antara mereka," ujar Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus

News
| Jum'at, 26 April 2024, 10:57 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement