Advertisement

COVID-19 DI DIY: Pekerja Kesehatan Terus Berjatuhan, Keselamatan Warga Dipertaruhkan

Bhekti Suryani
Kamis, 03 September 2020 - 11:37 WIB
Budi Cahyana
COVID-19 DI DIY: Pekerja Kesehatan Terus Berjatuhan, Keselamatan Warga Dipertaruhkan Foto ilustrasi. - Ist/Freepik

Advertisement

Lebih dari 300 pekerja pada fasilitas kesehatan di DIY terinfeksi Covid-19. Jumlahnya jauh lebih banyak dari yang diklaim pemerintah. Tak ada pemetaan yang jelas dari mana sumber penularan berasal serta bagaimana upaya pencegahan agar korban tak terus berjatuhan. Bila situasi ini terus berlangsung, layanan kesehatan dan keselamatan warga jadi taruhan. Harian Jogja bersama sejumlah media berkolaborasi menelusuri bagaimana situasi yang dihadapi tenaga kesehatan di DIY di tengah pandemi. Berikut laporan wartawan Bhekti Suryani.

Siti Mulyani tak akan pernah lupa apa yang terjadi pada Kamis siang, 30 Juli 2020, sehari sebelum Hari Raya Iduladha. Ia baru saja selesai melayani pasien siang itu. Tiba-tiba ia dan sejumlah rekannya sesama tenaga kesehatan (nakes) di Puskesmas Kasihan II Bantul diminta berkumpul di aula puskesmas. “Kawan-kawan bilang ada kabar penting, jangan pulang dulu,” kata perawat 47 tahun itu berkisah, awal Agustus lalu.

Advertisement

Kabar penting itu disampaikan Kepala Puskesmas Kasihan II Elmi Yudihapsari. Siti dan 14 rekannya di Puskesmas Kasihan II positif terinfeksi Corona. “Kami semua menangis waktu itu,” tutur ibu tiga anak itu. Ada 15 orang yang dinyatakan terinfeksi Corona. Mulai dari dokter, perawat, bidan, petugas penanggung jawab Covid-19, hingga sopir dinyatakan terpapar Corona. Hasil tes PCR 15 nakes itu keluar hanya beberapa hari setelah mereka di-swab.  Pengambilan swab ini merupakan program screening massal Covid-19 di lingkungan tenaga kesehatan di Bantul.

Siti yang punya riwayat penyakit asma mengaku syok tak percaya divonis terinfeksi Covid-19. Pasalnya tak ada gejala berat yang ia rasakan. Hanya pilek, batuk dan sedikit nyeri dada. Keraguan akan hasil positif Corona berlangsung berhari-hari. Saat itu, ke-15 nakes Puskesmas Kasihan II dikarantina di Rumah Sakit Lapangan Khusus Covid-19 (RSLKC) di Bambanglipuro, Bantul. Siti Mulyani mnejalani isolasi selama sepekan di RSLKC sebelum kemudian dinyatakan negatif Covid-19 dan diperbolehkan pulang. “Kami baru percaya bahwa kami itu benar-benar positif, karena ada pengambilan swab ulang [untuk evaluasi] dan hasilnya memang masih ada kawan kami yang positif,” kata dia.

Sampai sekarang baik Siti maupun belasan rekannya yang pernah divonis terinfeksi Covid-19  tak pernah tahu dari mana mereka bisa tertular Covid-19. Ia mengaku tak kurang-kurang menjaga diri dan menaati protokol pencegahan Covid-19 saat bekerja maupun di luar kantor. “Sampai uang gaji saja saya cuci pakai detergen, APD [alat pelindung diri] itu saya rendam pakai klorin. APD [hazmat] saya itu beli sendiri yang lebih ekstra melindungi. Saya pakai masker berlapis,” ungkapnya.

Namun Siti yakin, ia terinfeksi Corona karena aktivitasnya sebagai perawat yang setiap hari berurusan dengan pasien. Selama ini kata dia, dirinya tak pernah bepergian. Aktivitas sehari-hari hanya rumah dan puskesmas. Keluarganya juga telah menjalani tes swab dan dinyatakan negatif Covid-19. Keyakinan Siti tertular di puskesmas semakin kuat karena sejumlah pasien positif Covid-19 dari klaster supermarkert Indogrosir pernah diperiksa di Puskesmas Kasihan II. “Bisa jadi tertular saat melepas atau mengenakan APD,” tuturnya.

BACA JUGA: Resmi Dukung Suharsono-Totok, Gerindra Targetkan Menang 60 Persen

Kisah tenaga kesehatan terinfeksi Corona juga diceritakan Sigit Purwanto, salah satu perawat di Puskesmas Pundong, Bantul. Sigit dinyatakan positif terinfeksi Covid-19 pada 16 Juli lalu. Ia lantas diisolasi dan menjalani perawatan selama 10 hari di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Ia termasuk pasien tanpa gejala, meski hasil scan paru sempat menunjukkan gejala penumonia.

Namun dari mana pastinya ia tertular Covid-19 sampai sekarang masih misteri. Meski ia yakin penularan diduga kuat terjadi karena aktivitasnya sebagai tenaga kesehatan. “Profesi nakes di depan [dalam menghadapi pandemi]. Pengunjung yang datang ke layanan kesehatan pasti ada alasannya sakit. Di situlah kemungkinan besarnya [tertular],” tutur Sigit.

Sigit membantah beban kerja berlebih membuat nakes rentan tertular Corona. Sebab saat pandemi, jumlah pasien berkunjung justru berkurang. Kemungkinan penularan menurut Sigit bisa jadi saat ia kontak dengan salah satu nakes yang lebih dulu dinyatakan positif. Sebelum dinyatakan positif, Sigit sempat satu ruangan dengan nakes yang telah terinfeksi Corona dalam sebuah pertemuan tenaga kesehatan di Puskesmas Sewon, Bantul.

“Yang riskan [tertular] biasanya saat pelepasan baju APD. Dari mana saya terinfeksi saya enggak bisa memastikan. Atau mungkin juga dari luar, ke ATM atau ke mana. Lengah sedikit gosok mata hidung juga bisa,” katanya.

Sigit yakin apa yang terjadi di kalangan nakes saat ini hanyalah gambaran kecil bagaimana virus Corona sejatinya sudah menyebar luas di masyarakat. Kebetulan saja, pemerintah memprioritaskan screening kesehatan di kalangan nakes. “Mungkin sebenarnya virus Corona itu memang sudah banyak menyebar di masyarakat. Apa yang terjadi di nakes sekarang yang banyak terinfeksi Covid-19, begitu juga lah sebenarnya yang terjadi di masyarakat sekarang ini,” ungkap perawat yang telah bekerja sejak 1998 itu.

 Jauh Lebih Banyak

Jumlah pekerja kesehatan di DIY yang terinfeksi Covid-19 terus bertambah. Para pekerja kesehatan ini terdiri dari dua kelompok. Pertama, adalah mereka yang merupakan murni tenaga kesehatan (nakes) seperti diatur dalam UU No.36/2018 tentang Tenaga Kesehsatan misalnya, dokter, perawat, apoteker, bidang, nutrisionis dan lainnya.

Kedua,  mereka yang bukan nakes tetapi bekerja di fasilitas kesehatan yang pekerjaanya turut membantu terselenggaranya layanan kesehatan. Misalnya satpam, sopir atau petugas administrasi yang bekerja di RS atau puskesmas. Pemda DIY sendiri menggunakan istilah karyawan kesehatan untuk menyebut seluruh kategori pekerja kesehatan yang terinfeksi Corona.

Juru Bicara Penanganan Covid-19 Pemda DIY Berty Murtiningsih mengklaim hingga saat ini tercatat sebanyak 8.000 karyawan kesehatan baik di RS maupun puskesmas di DIY yang telah di-screening. Sebanyak 2% atau sejumlah 160 di antaranya positif terinfeksi Covid-19. “Untuk puskesmas sudah selesai [kegiatan screening], sedangkan yang rumah sakit masih berlangsung,” kata Berty, Senin (24/8/2020) lalu.

Kepala Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Bantul Sri Wahyu Joko Santosa menyatakan di Bantul saja sejak April hingga 27 Agustus lalu tercatat sekitar 130-an pekerja kesehatan yang terpapar Covid-19. “Di RS untuk nakes yang merawat di ruang isolasi tidak ada yang positif. Yang positif banyak dari bagian lain. Sumber penularan dari pasien ada. Ada yang riwayat perjalanan, ada yang tertular dari keluarga yang positif, ada yang karena menerima tamu luar daerah,” kata pria yang biasa disapa dokter Oki ini.

BACA JUGA: AS Akan Bagikan Vaksin Corona untuk Warganya di Akhir Oktober, Indonesia Kapan?

Jumlah pekerja kesehatan terinfeksi Covid-19 yang diklaim pemerintah jauh lebih sedikit dari data yang ditemukan tim kolaborasi. Harian Jogja bersama sejumlah media di DIY menelusuri ribuan data riwayat pasien Covid-19 yang diumumkan di DIY sejak 15 Maret hingga 2 September. Tim mengumpulkan ribuan data pasien Covid-19 yang diumumkan setiap hari oleh Pemda DIY ke grup media maupun yang diumumkan di media sosial Instagram pemerintah. Data itu lalu dikroscek berlapis dengan data di web resmi Pemda DIY corona.jogjaprov.go.id.

Hasilnya, ditemukan sebanyak 304 pasien Covid-19 di DIY merupakan pekerja kesehatan. Baik dokter, perawat, analis laboratorium, maupun pekerja di fasilitas kesehatan seperti petugas adminitrasi hingga petugas keamanan. Jumlah tersebut mencapai 20,6% dari total 1.474 warga DIY yang terinfeksi Covid-19 hingga Rabu (2/9/2020). Dari jumlah tersebut, sebanyak 100 lebih di antaranya berasal dari Bantul.

 Tak hanya menginfeksi dan menyebabkan sakit, viru Corona juga telah menelan sejumlah korban jiwa dari kalangan tenaga kesehatan. Data yang ditemukan tim kolaborasi, sebanyak tiga pekerja kesehatan yang telah dinyatakan positif Covid-19 akhirnya meninggal dunia. Yakni pasien Kasus 2, seorang dokter laki-laki, 58 tahun asal Ngaglik, Sleman yang meninggal dunia pada 24 Maret 2020; pasien Kasus 19, laki-laki 53 tahun asal Jetis, Bantul yang merupakan pegawai di RS Respira; serta terakhir pasien Kasus 1061, dokter laki-laki 58 asal Bantul yang meninggal dunia pada 24 Agustus lalu.

 Tak Ada Pemetaan

Kendati kasus Covid-19 yang menginfeksi pekerja kesehatan terus bertambah, sampai saat ini belum ada kajian maupun pemetaan komprehensif mengenai dari mana sumber penularan berasal sehingga ada upaya serius untuk menghentikan penularan dan meminimalkan jatuhnya korban. “Sedang dilakukan [pemetaan sedang dikaji] oleh Dinkes kabupaten kota masing-masing,” kata Juru Bicara Penanganan Covid-19 Pemda DIY Berty Murtiningsih. 

Kepala Dinas Kesehatan Bantul Agus Budi Raharjo, juga tak bisa memastikan bagaimana para pekerja kesehatan ini tertular. Para pekerja kesehatan itu menurutnya ketahuan terinfeksi Corona karena screening massal yang dilakukan Dinas Kesehatan. “Kalau ditanya apakah karena pasien, kami belum bisa jawab. Terlalu cepat kalau menyatakan begitu, banyak faktor. Kalau [pekerjaan mereka] berisiko iya,” ungkap Agus Budi Raharjo.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) DIY Joko Murdiyanto juga memastikan belum ada kajian yang dilakukan di kalangan nakes, sebagai salah satu upaya menghentikan penularan. Itu sebabnya Joko tak mau berandai-andai menjawab mengapa banyak tenaga kesehatan di DIY terinfeksi Corona serta dari mana penularan berasal.

“Penularannya apakah dari tempat kerja, keluarga atau apakah tertular di pasar, tapi itu kan baru dugaan, belum ada bukti dan kajian yang lengkap,” jelas Joko Murdianto. Saat ini menurutnya, lembaganya baru memulai penelitian dan survei untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di kalangan nakes di DIY sehingga banyak yang terinfeksi dan menyebabkan sejumlah fasilitas kesehatan sampai ditutup.

Kajian itu penting untuk menjadi dasar penyusunan strategi pencegahan agar korban pekerja kesehatan tak terus berjatuhan. “Kenapa nakes di DIY angka positif naik cukup signifikan. Ini harus dijawab kenapa? Upaya pertama ini harus dicegah jangan sampai tambah. Akan kami tanya kira-kira di mana mereka tertular. Paling tidak kita berusaha cari jawaban yang mendekati objektif,” kata Joko Murdiyanto.

BACA JUGA: Bulan Ini Warga Jogja Bakal Saksikan Hari Tanpa Bayangan, Catat Waktunya

Penelitian dan pemetaan yang memadai di kalangan pekerja kesehatan yang terinfeksi Covid-9 dinilai penting sebagai dasar kebijakan pencegahan agar korban tak terus berjatuhan. Manager Program Geospatial  Epidemiology Eijkman Oxford Clinical Research Unit (EOCRU) Jakarta, Iqbal Elyazar mencontohkan sebuah penelitian yang dilakukan di Inggris di sebuah rumah sakit.

Para peneliti ingin mencari tahu mengapa banyak pekerja kesehatan berjatuhan mulai dari nakes hingga petugas penerima pasien sampai cleaning service. Penelitian itu kata dia menyimpulkan ada sejumlah kondisi yang menyebabkan virus Corona menginfeksi banyak pekerja kesehatan.

Di antaranya sistem zonasi dan kondisi bangunan rumah sakit yang memungkinkan berbagai orang baik pekerja kesehatan dan pasien Covid-19 berlalu lalang atau bertemu dalam satu zonasi. Ia menduga kondisi yang terjadi di Inggris bisa jadi sama dengan di DIY. “Kalau puskesmas itukan ruangannya kecil, ruang rawat di situ, lalu lintas antara pasien atau orang terinfeksi tapi beum diperiksa kan tinggi,” jelas Iqbal.

Iqbal menduga banyaknya pekerja kesehatan yang terinfeksi Corona menandakan penyebaran Covid-19 yang sudah meluas di masyarakat. Ia merekomendasikan sejumlah langkah yang perlu dilakukan untuk menekan kasus infeksi di kalangan pekerja kesehatan. Antara lain kajian atau penelitian bagaimana pekerja kesehatan melayani pasien di  rumah sakit atau klinik, faktor risiko apa yang paling besar.

Audit atau review pelaksanaaan protokol kesehatan di kalangan nakes menurutnya perlu dilakukan, karena selalu ada celah dan kemungkinan terjadi penularan. Apalagi ditambah sirkulasi udara yang tidak tidak terlalu baik di lingkungan puskesmas atau rumah sakit.

“Penularan lewat udara ini potensi juga. Memag lebih baik ada review keselamatan kerja nakes ini sehingga bisa diperbaiki, tak hanya desian protokol tapi juga eksekusinya,” tegas dia.

Sejatinya kata Iqbal, protokol kesehatan di puskesmas dan rumah sakit cukup ketat, tetapi tidak pernah ada penilaian atau observasi secara independen bagaimana penerapan protokol itu lembaga kesehatan. “Perlu ada survei faktor risko kenapa nakes terkena, survei studi evaluasi penggunakan APD yang benar di nakes. Kita enggak punya survei komprehensif terhadap fakor risiko nakes ini,” katanya.

Layanan Kesehatan Terancam

Jumlah pekerja kesehatan terpapar Covid-19 yang terus bertambah telah berpengaruh pada layanan kesehatan di masyarakat.  Kepala Dinas Kesehatan Bantul Agus Budi Raharjo menyebut, di wilayahnya saja ada 15 puskesmas yang personelnya terinfeksi Corona hingga pertengahan Agustus lalu.

Sebagian fasilitas kesehatan tingkat pertama itu terpaksa ditutup sementara waktu. “Ada yang tidak ditutup, ada yang ditutup meski hanya dua hari,” kata Agus. Penutupan puskesmas otomatis mengganggu layanan pasien yang ingin berobat. Selama ini kata dia, bila ada puskesmas yang ditutup karena pekerjanya terinfeksi Corona, terpaksa layanan kesehatan dialihkan ke puskesmas terdekat.

BACA JUGA: Kemenkes Beri Insentif Nakes Covid-19 dan Santunan bagi yang Gugur

Iqbal Elyazar menyatakan bila situasi penularan Covid-19 di kalangan pekerja kesehatan tak bisa dihentikan, maka layanan kesehatan dan keselamatan warga yang jadi taruhannya. “khawatirnya mereka kelelahan. Nakes kita lelah menghadapi pandemi ini karena mereka terdmapak langsung secara psikologis dan kesehatan,” kata Iqbal.

Semakin banyak nakes terpapar Corona, semakin banyak pula penghentian layanan kesehatan. Iqbal mencontohkan terhentinya layanan imunisasi sejak awal pandemi. Tak hanya imunisasi layanan kesehatan penting lainnya seperti ibu hamil, dan penyakit kronis lainnya bisa jadi terabaikan. “Ini bahaya [kalau layanan kesehatan terganggu], karena banyak yang sakit jantung, diabetes. Dampaknya enggak cuma ke nakes tapi juga ke keseluruhan [masyarakat],” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Darurat, Kasus Demam Berdarah di Amerika Tembus 5,2 Juta, 1.800 Orang Meninggal

News
| Jum'at, 19 April 2024, 20:27 WIB

Advertisement

alt

Pengunjung Kopi Klotok Membeludak Saat Libur Lebaran, Antrean Mengular sampai 20 Meter

Wisata
| Minggu, 14 April 2024, 18:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement