Lindungi Makanan Jogja, Mahasiswa UII Ciptakan Inovasi Sensor Tingkat Kepedasan
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA-Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) yakni Yusnita Setyaningrum (Prodi Kimia/Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan), Devi Nari Ratih (Kimia/Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan), dan Alvian Manik Noegroho (Teknik Elektro/Fakultas Teknologi Industri) baru saja menyelesaikan penelitian berjudul "Inovasi Sensor Tingkat Kepedasan Berbasis Logam Emas Skala Nanopartikel untuk Melindungi Heritage Makanan Ngayogyakarta Hadiningrat".
Penelitian dalam rangka Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) di bawah bimbingan dosen Thorikul Huda, S.Si., M.Sc tersebut dilaksanakan mulai 6 Mei 2021.
Advertisement
Dalam paparan latar belakang, Yusnita Setyaningrum menjelaskan makanan tradisional atau kuliner lokal adalah jenis makanan yang berkaitan erat dengan suatu daerah dan diwariskan dari generasi ke generasi sebagai bagian dari tradisi. Resep yang digunakan juga sudah diturunkan dari generasi ke generasi, bahkan cara memasaknya juga masih melestarikan cara lama. Berbagai jenis heritage makanan Indonesia,
salah satunya heritage makanan Keraton Ngayogyakarta, identik dengan cita
rasa asam, manis, asin, dan juga pedas.
Pedas disebabkan zat capsaicin yang terdapat pada biji cabai dan pada plasenta, yakni kulit cabai bagian dalam yang berwarna putih tempat melekatnya biji. Di Keraton Yogyakarta, Sultan mendapat perlakuan istimewa dalam berbagai hal, termasuk pada hidangan yang disajikan setiap harinya. Dhahar Dalem atau hidangan untuk Sultan dan keluarga tersebut disiapkan secara khusus di dapur keraton, yang dikenal dengan sebutan Pawon Ageng.
Keraton Ngayogyakarta, sejak dahulu telah mewadahi para lansia untuk tetap mengaktualisasikan dirinya dengan menjadi abdi dalem. Sekitar 50 persen abdi dalem, dari total 2.200 orang yang ada, usianya di atas 60 tahun. Bahkan 100 orang diantaranya sudah 80 tahun.
Berdasarkan hal tersebut, dikhawatirkan tidak adanya generasi penerus terutama para abdi dhalem pada bagian juru masak. Sehingga nantinya akan berdampak pada cita rasa heritage makanan keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang resepnya mungkin saja dapat berubah- ubah.
"Oleh karena itu, dibutuhkan suatu standarisasi terhadap makanan heritage Keraton Yogyakarta agar citarasa khas nya tetap dapat terjaga sepanjang masa dengan menggunakan suatu sensor untuk mengukur rasa yang terkandung dalam heritage makanan Keraton Yogyakarta, salah satunya adalah sensor untuk mengukur tingkat kepedasan," kata Yusnita.
Menurut kelompok, suatu standarisasi terhadap cita rasa makanan penting untuk dilakukan terlebih pada makanan tradisional atau makanan heritage. Hal tersebut dilakukan guna menjaga cita rasa khas nya agar tidak berubah-ubah dengan menggunakan suatu alat berupa sensor berbasis AuNPs (Emas Nanopartikel) yang dapat membantu untuk mengukur salah satu jenis cita rasa makanan, yaitu pedas.
"Selain itu, sensor tingkat kepedasan nantinya juga tidak hanya dapat digunakan untuk menguji heritage makanan Keraton Ngayogyakarta Hadinigrat, tetapi diharapkan juga dapat digunakan untuk menguji dan membantu standarisasi makanan tradisional daerah lainnya di Indonesia. Dengan begitu, cita rasa khas makanan tradisional Nusantara tetap akan terjaga dan terlestarikan," tambah Devi Nari Ratih.
Secara garis besar, proses kerja dalam program PKM ini terdiri dari pembuatan larutan AuNP dengan cara HAuCl4 dipanaskan kemudian ditambahkan trisodium sitrat dihidrat dengan cepat di bawah pengadukan yang kuat. Setelah beberapa menit, warna larutan berubah dari kuning muda menjadi merah anggur.
Dalam teknik ini, ion sitrat berfungsi sebagai agen penstabil dan pereduksi dan menghasilkan AuNP. Kemudian dilakukan karakterisasi Nanopartikel Emas untuk memastikan kualitas dari nanopartikel yang dihasilkan. Karakterisasi dilakukan dengan melakukan analisis menggunakan FTIR, Spektrofotometer UV-Vis, PSA (Pore Size Analyzer) dan SEM-EDX. Kemudian dilakukan pembuatan ekstrak capsaicin dengan campuran etanol 99% menggunakan metode maserasi selama 24 jam (1 hari) dan evaporasi.
"Terakhir, dilakukan Uji Stabilitas elektroda karbon setelah dimodifikasi dengan nanopartikel emas, Penentuan Batas Deteksi, dan Penentuan Linieritas Sensor kepedasan. Baru setelah itu, dilakukan uji penentuan tingkat kepedasan pada sampel heritage makanan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat," jelas Alvian Manik Noegroho.
AuNPs memiliki fitur yang cocok dalam meningkatkan sensitifitas dan selektifitas dari biosensor karena memiliki biokompatibilitas, sifat optik, elektronik, produksi dan modifikasinya yang relatif sederhana. Hal ini dapat memungkinkan untuk dibuat sensor yang nantinya dapat dijadikan suatu standarisasi dalam mengecek makanan tradisional atau heritage makanan terutama pada makanan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan membantu para juru masak abdi dalem Keraton dalam hal mengukur tingkat kepedasan suatu kuliner khas Keraton Yogyakarta.(ADV)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Temui Pemerintah Arab Saudi, Menteri Agama Bahas Haji 2025
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Ketua DPP PDIP Esti Wijayati Sebut Rekam Jejak Hasto-Wawan Baik, Yakin Menangkan Pilkada
- Eko Suwanto Sebut Cawali Jogja Hasto Wardoyo Punya Semangat Melayani Rakyat & Anti Korupsi
- Keluarga Matahari 1912 Dukung Pasangan Agung-Ambar di Pilkada Kulonprogo
- Kejati DIY Ungkap Belum Ada Persiapan Khusus untuk Pemindahan Terpidana Mati Mary Jane
- Masa Tenang Pilkada, Bawaslu Jogja Berpatroli Cegah Praktik Politik Uang
Advertisement
Advertisement