Advertisement
Di Era Digital, Pemimpin Ormas Kalah dengan Influencer

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA--Di era digital saat ini bermunculan tokoh baru yang terjadi secara instant dari hasil media sosial atau platform online atau dikenal dengan influencer. Bahkan pemimpina atau tokoh ormas yang sudah bertahun-tahun aktif di organisasi konvensional kalah pamor dan pengaruhnya dengan influencer.
Hal itu dipaparkan oleh Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Bidang Komunikasi dan Media Massa, Widodo Muktiyo dalam Dialog Tantangan Budaya Menghadapi Globalisasi secara daring, Jumat (24/9/2021). “Saat ini pemimpin ormas kalah dengan influencer yang follower-nya melebihi seorang pemimpin [tokoh] yang telah berkarier lama di suatu organisasi,” kata Widodo Muktiyo.
Ia menambahkan kenyataan itu terjadi pada era globalisasi saat ini yang memiliki tantangan besar terkait perilaku bermedsos. Menurutnya kemunculan tokoh baru saat ini bukan dari organisasi tradisional melalui pengkaderan, namun justru lahir dari medsos dan platform online. Di sisi lain, tokoh baru lahir secara instant ini mau tidak mau harus dihargai karena besar pengaruh di tengah masyarakat.
Baca juga: Jadi Pembela Meoeldoko, Yusril Disebut Demokrat Sebut Berubah dan Berorientasi Bisnis
“Vaksinasi saja kemarin yang divaksin bukan menterinya semua, justru ada tokoh followernya jutaan diajak, tujuannya agar diseminasi bisa berjalan. Ini menjadi tantangan untuk mengaktualiasi budaya dalam konteks digital,” ujaranya.
Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menyatakan salah satu bentuk globalisasi saat ini tanpa disekat oleh negara. Bahkan aktivitas layanan publik di suatu negara bisa di-cover dari negara lain. Ia mencontohkan layanan informasi tiket transportasi di London yang bisa hubungi secara online dan penjawab informasi tersebut adalah orang di India.”Jadi ketika kita bertanya informasi tiket di London itu yang menjawab adalah orang di India dengan logat India,” ucapnya.
Begitu juga dengan budaya akan mengalami hal serupa,kata dia, bukan kelahiran tokoh saja, interaksi budaya akan terjadi secara instan antara seluruh manusia di dunia. Salah satunya terkait dengan medsos, baik platform digital yang sifatnya chatting, gambar maupun audio bisa mendpaatkan akses tidak hanya bisa dinikmati secara mudah, tetapi juga bisa menayang secara instan live streaming.
“Ini akibatnya ada pencampuran budaya yang tidak ada lagi jarak, ini tantangan yang luar biasa karena bsia jadi setiap negara punya etika standar nilai berbeda. Kalau di Indonesia LGBT, pornografi ada batasnya, mungkin di negara lain standarnya beda, ukuran sopan santunnya beda,” ucapnya.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Berita Pilihan

ICJR Desak Ferdy Sambo Cs Dijerat Pidana Pembunuhan Berencana, Tak Hanya Sanksi Etik
Advertisement

Kedung Pengilon, Tak Hanya Jadi Tempat Wisata, Tapi untuk Ritual
Advertisement
Berita Populer
- Serapan Pupuk Bersubsidi di Bantul Tertinggi Se-DIY
- Pegiat Lingkungan Desak Jokowi Cabut Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus
- Kegiatan Aktivis Dikonversi Jadi SKS, Mahasiswa UGM: Kontraproduktif
- KPU Bantul Usulkan Dana Pilkada 2024 Rp51,8 Miliar, Meningkat Dua kali Lipat
- Dari Total 12 di Tahun 2022, Gunungkidul Sudah Bahas 7 Raperda
Advertisement
Advertisement