Advertisement

Pemanfaatan Jembatan Bantar sebagai Destinasi Wisata Terganjal Kewenangan

Hafit Yudi Suprobo
Sabtu, 25 September 2021 - 19:37 WIB
Bernadheta Dian Saraswati
Pemanfaatan Jembatan Bantar sebagai Destinasi Wisata Terganjal Kewenangan Bupati Kulonprogo Sutedjo (topi hitam dan menggunakan batik motif geblek) saat melalui jembatan Bantar menggunakan sepeda yang dimiliki oleh Towilfiest di jembatan bantar di Dusun Bantar, Kalurahan Banguncipto, Kapanewon Sentolo, Kabupaten Kulonprogo pada Jumat (24/9/2021) - Harian Jogja/Hafit Yudi Suprobo

Advertisement

Harianjogja.com, KULONPROGO-Pemanfaatan Jembatan Bantar di Dusun Bantar, Kalurahan Banguncipto, Kapanewon Sentolo, Kulonprogo, yang menghubungkan dua kabupaten yakni Bantul dan Kulonprogo menjadi sebuah destinasi wisata baru yang masih terkendala soal kewenangan. Terlebih, usia jembatan yang sudah uzur menjadikan upaya perawatan perlu untuk dilakukan.

Bupati Kulonprogo Sutedjo mengatakan kewenangan perbaikan jembatan Bantar merupakan ranah dari Pemda DIY. Bahkan, pemerintah pusat melalui kementerian terkait juga diharapkan turun tangan untuk melakukan upaya perawatan terhadap jembatan yang kaya akan nilai sejarah.

Advertisement

"Apalagi jembatan Bantar ini kan sudah dinyatakan sebagai struktur budaya ya. Jembatan Bantar ini otoritasnya bukan di level pemerintah kabupaten. Lokasinya kan juga tidak hanya berada di Kulonprogo, tapi juga Bantul. Pemda DIY yang punya otoritas konkret, seperti upaya perawatan misalnya," ujar Sutedjo pada Jumat (21/9/2021).

Dikatakan Sutedjo, Kementerian yang punya tugas dalam hal pelestarian cagar budaya yakni Kemendikbud punya peranan penting dalam upaya perawatan jembatan Bantar. Upaya perawatan yang tidak dilakukan secara periodik dikhawatirkan berdampak negatif terhadap keberadaan jembatan Bantar.

"Mestinya ini dirawat karena kaya akan peninggalan sejarah. Ini [jembatan bantar] bisa karatan ya meskipun ini terbuat dari baja yang langsung didatangkan dari Belanda. Merapatnya dulu di pelabuhan Cilacap terus dibawa menggunakan kereta sampai di stasiun Sentolo. Pembangunannya juga sempat terhenti karena harga baja sempat melonjak," terang Sutedjo.

Baca juga: Ditemukan Tujuh Tempat Jagal Anjing di Bantul

Namun demikian, pemanfaatan jembatan banjar sebagai salah satu objek wisata di kabupaten Kulonprogo sudah dilakukan oleh warga. Salah satunya adalah Muntowil warga Dusun Bantar, Kalurahan Banguncipto, Kapanewon Sentolo, Kabupaten Kulonprogo. Kebetulan, wisatawan yang kerap mengunjungi Towilfiest justru berasal dari luar negeri, khususnya Belanda.

Towil sapaan akrab Muntowil merupakan pendiri dari Towilfiest. Sebuah wadah bagi wisatawan yang ingin merasakan pengalaman bersepeda dengan pemandangan alam maupun pedesaan. Jembatan Bantar menjadi salah satu objek yang dilalui oleh wisatawan yang menggunakan sarana sepeda yang disediakan oleh Towilfiest.

"Selain memiliki potensi wisata, jembatan Bantar juga memiliki nilai sejarah yang kaya. Wisatawan yang justru didominasi berasal dari Belanda bisa belajar sejarah dengan melalui jembatan Bantar. Jembatan bantar memiliki daya tarik wisata yang tinggi. Sehingga, masyarakat kerap melirik jembatan ini sebagai salah satu tempat bersejarah yang harus dikunjungi," terang Sutedjo.

Sementara itu, Ketua Dewan Kurator Museum Soesilo Soedarman yang selama ini ikut melestarikan sejarah, Indroyono Soesilo mengatakan, peresmian jembatan yang mempunyai panjang sekitar 108 meter tersebut dilakukan pada 17 Juni 1929 silam. Pembangunan jembatan bantar sudah menerapkan teknologi modern pada zamannya.

"Bahkan, guna mengenang Peristiwa Heroik Gerilyawan TNI bertempur dengan tentara Belanda di Bantar, maka pada 1 Maret 1995, Jembatan Bantar diresmikan sebagai Monumen perjuangan oleh Menko Polkam RI pada waktu itu, Jenderal (Purn) Soesilo Soedarman, selaku Ketua Umum Pagubuyan Wehrekreise III," kata Indroyono Soesilo saat meresmikan museum perjuangan Bantar di Towilfiest.

Sebagai informasi, Paguyuban Wehrkreise III adalah tempat berhimpun para mantan pejuang dan mantan gerilyawan yang pernah bertempur di Daerah Perlawanan III, Yogyakarta, pada kurun 1948 – 1949.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Kasus DBD di Gunungkidul Mulai Menurun

Kasus DBD di Gunungkidul Mulai Menurun

Jogjapolitan | 2 hours ago

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Gobel Minta Jepang Ajari Smart Farming kepada Petani Muda Indonesia

News
| Minggu, 05 Mei 2024, 12:37 WIB

Advertisement

alt

Mencicipi Sapo Tahu, Sesepuh Menu Vegetarian di Jogja

Wisata
| Jum'at, 03 Mei 2024, 10:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement